Pengertian Teknik Tebak Kata Pengertian Belajar dan Mengajar Pengertian Prestasi Belajar PROSES PENERAPAN TEKNIK TEBAK KATA PADA MATERI MASALAH SOSIAL DALAM RANGKA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SOSIOLOGI SISWA KELAS XI IPS – 2 DI SMA NEGERI 1 SAKTI KABUPATEN PIDIE
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RENCANA TINDAKAN
A. Kajian Pustaka
1. Teknik Tebak Kata
Sesuai dengan prinsip-prinsip Kurikulum 2013 bahwa oreientasi pembelajaran lebih terfokus pada siswa. Siswa bertindak sebagai subyek pembelajaran, sedangkan guru hanya bertindak sebagai instruktur dan fasilitator ( Dinas Dikbud Aceh, 2004 : 7). Oleh karena itu peneliti mrncoba untuk menerapkan prinsip tersebut dengan menggunakan Teknik Tebak Kata dalam proses pembelajaran.
Teknik Tebak Kata berasal dari kata “tebak” dan “kata”. Tebak artinya menerka atau menduga, sedangkan kata artinya unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa”(Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1994 : 451 dan 1017). Jadi Teknik Tebak Kata adalah teknik pembelajaran dimana siswa berusaha menebak atau menerka jawaban dari soal-soal yang diajukan pada dirinya baik secara lisan maupun tertulis.
Pelaksanaan Teknik Tebak Kata dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Media yang digunakan :
1) Buatlah kartu ukuran 10 X 10 cm dari kertas Manila
Isilah dengan cirri-ciri atau kata-kata yang mengarah pada jawaban atau istilah pada kartu lain yang akan ditebak.
2) Buatlah kartu ukuran 5 X 2 cm dari kertas HVS
Isilah kata-kata atau istilah yang merupakan jawaban dari kartu sebelumnya.
b. Langkah-langkah :
1) Guru menyuruh siswa mempelajari materi pelajaran selama 45 menit.
2) Suruhlah siswa berdiri di depan kerlas dan berpasang-pasangan ( 2 orang )
3) Seorang siswa diberi kartu berukuran 10 X 10 cm, kartu tersebut tidak perlu dilipat dan boleh dibaca oleh siswa tersebut. Sedangkan pasangannya diberi kartu berukuran 5 X 2 cm yang isinya tidak boleh dibaca dan harus dilipat serta diselipkan pada telinga siswa tersebut.
4) Siswa yang membawa kartu berukuran 10 X 10 cm membacakan isinya, sedangkan pasangannya menebak jawaban dari kartu tersebut.
5) Apabila jawabannya sesuai dengan kartu yang berukuran 5 X 2 cm, maka kedua siswa tersebut diperbolehkan duduk. Jika jawaban salah, maka siswa yang membawa kartu berukuran 10 X 10 cm boleh memberi pertanyaan lain yang jawabannya tetap mengarah pada jawaban yang tertera dalam kartu berukuran 5 X 2 cm.
6) Dan seterusnya ( Endang Ekowati, 2003 : 24 ).
2. Belajar dan Mengajar
a. Belajar :
Dalam pembahasan ini, terlebih dahulu kita harus mengetahui pengertian dari belajar. Belajar adalah “perubahan kelakuan berkat pengalaman dan latihan” ( Oemar Hamalik, 1982 : 21). Belajar dapat juga diartikan sebagai “suatu aktivitas yang, mengharapkan perubahan tingkah laku ( behavioral change ) pada individu yang belajar ” (Depdiknas, 2005 a : 4 ).
Selanjutnya Ngalim Poerwanto (1995 : 84) mengatakan bahwa “belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian”.
Dari pengertian di atas dapat dikemukakan adanya beberapa elemen penting yan menjadi ciri tentang belajar, yaitu:
1) Adanya perubahan tingkah laku
2) Sifat perubahannya relatif permanen
3) Perubahan tersebut disebabkan oleh interaksi dengan lingkungan, bukan oleh proses kedewasaan ataupun perubahan-perubahan kondisi fisiknya yang sifatnya sementara ( Depdiknas, 2005 a : 5).
Pada dasarnya belajar merupakan kebutuhan bagi setiap orang. Dengan belajar, maka pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, nilai, sikap, tingkah laku dan semua perbuatan manusia menjadi terbentuk, disesuaikan dan dikembangkan. Sedangkan dalam pelaksanaannya, proses belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah :
1) Faktor yang berasal dari bahan yang dipelajari
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RENCANA TINDAKAN
A. Kajian Pustaka
1. Teknik Tebak Kata
Sesuai dengan prinsip-prinsip Kurikulum 2013 bahwa oreientasi pembelajaran lebih terfokus pada siswa. Siswa bertindak sebagai subyek pembelajaran, sedangkan guru hanya bertindak sebagai instruktur dan fasilitator ( Dinas Dikbud Aceh, 2004 : 7). Oleh karena itu peneliti mrncoba untuk menerapkan prinsip tersebut dengan menggunakan Teknik Tebak Kata dalam proses pembelajaran.
Teknik Tebak Kata berasal dari kata “tebak” dan “kata”. Tebak artinya menerka atau menduga, sedangkan kata artinya unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa”(Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1994 : 451 dan 1017). Jadi Teknik Tebak Kata adalah teknik pembelajaran dimana siswa berusaha menebak atau menerka jawaban dari soal-soal yang diajukan pada dirinya baik secara lisan maupun tertulis.
Pelaksanaan Teknik Tebak Kata dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Media yang digunakan :
1) Buatlah kartu ukuran 10 X 10 cm dari kertas Manila
Isilah dengan cirri-ciri atau kata-kata yang mengarah pada jawaban atau istilah pada kartu lain yang akan ditebak.
2) Buatlah kartu ukuran 5 X 2 cm dari kertas HVS
Isilah kata-kata atau istilah yang merupakan jawaban dari kartu sebelumnya.
b. Langkah-langkah :
1) Guru menyuruh siswa mempelajari materi pelajaran selama 45 menit.
2) Suruhlah siswa berdiri di depan kerlas dan berpasang-pasangan ( 2 orang )
3) Seorang siswa diberi kartu berukuran 10 X 10 cm, kartu tersebut tidak perlu dilipat dan boleh dibaca oleh siswa tersebut. Sedangkan pasangannya diberi kartu berukuran 5 X 2 cm yang isinya tidak boleh dibaca dan harus dilipat serta diselipkan pada telinga siswa tersebut.
4) Siswa yang membawa kartu berukuran 10 X 10 cm membacakan isinya, sedangkan pasangannya menebak jawaban dari kartu tersebut.
5) Apabila jawabannya sesuai dengan kartu yang berukuran 5 X 2 cm, maka kedua siswa tersebut diperbolehkan duduk. Jika jawaban salah, maka siswa yang membawa kartu berukuran 10 X 10 cm boleh memberi pertanyaan lain yang jawabannya tetap mengarah pada jawaban yang tertera dalam kartu berukuran 5 X 2 cm.
6) Dan seterusnya ( Endang Ekowati, 2003 : 24 ).
2. Belajar dan Mengajar
a. Belajar :
Dalam pembahasan ini, terlebih dahulu kita harus mengetahui pengertian dari belajar. Belajar adalah “perubahan kelakuan berkat pengalaman dan latihan” ( Oemar Hamalik, 1982 : 21). Belajar dapat juga diartikan sebagai “suatu aktivitas yang, mengharapkan perubahan tingkah laku ( behavioral change ) pada individu yang belajar ” (Depdiknas, 2005 a : 4 ).
Selanjutnya Ngalim Poerwanto (1995 : 84) mengatakan bahwa “belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian”.
Dari pengertian di atas dapat dikemukakan adanya beberapa elemen penting yan menjadi ciri tentang belajar, yaitu:
1) Adanya perubahan tingkah laku
2) Sifat perubahannya relatif permanen
3) Perubahan tersebut disebabkan oleh interaksi dengan lingkungan, bukan oleh proses kedewasaan ataupun perubahan-perubahan kondisi fisiknya yang sifatnya sementara ( Depdiknas, 2005 a : 5).
Pada dasarnya belajar merupakan kebutuhan bagi setiap orang. Dengan belajar, maka pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, nilai, sikap, tingkah laku dan semua perbuatan manusia menjadi terbentuk, disesuaikan dan dikembangkan. Sedangkan dalam pelaksanaannya, proses belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah :
1) Faktor yang berasal dari bahan yang dipelajari
2) Faktor instrumental
3) Faktor lingkungan
4) Faktor kondisi individual si pelajar ( Depdiknas, 2005 a :
4).
b. Mengajar :
Joyoe dan Showes mengatakan bahwa “mengajar pada hakekatnya adalah membantu
siswa memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berfikir, sarana
untuk mengekspresikan dirinya, dan belajar bagaimana belajar” ( Depdiknas, 2005
a : 7 ). Selanjutnya Winarno Surakhmad ( 1973 : 29 ) mengatakan bahwa “ mengajar adalah
peristiwa bertujuan ; artinya
mengajar adalah peristiwa yang terikat
oleh tujuan, terarah pada tujuan dan dilaksanakan
semata-mata untuk mencapai tujuan”. Karena mengajar itu merupakan peristiwa
yang terkait pada tujuan, maka mengajar merupakan bagian dari pendidikan yang
tidak dapat dipisahkan dari konsep dan prinsip pendidikan. Oleh karena itu
proses interaksi antara
pengajar ( pendidik ) dengan
yang diajar ( terdidik ) harus
merupakan proses dan interaksi pendidikan, atau dengan
perkataan lain harus merupakan proses dan interaksi edukatif.
Dalam hubungannya dengan interaksi edukatif, Nursid Sumaatmadja ( 1984 :
71) mengatakan bahwa interaksi edukatif merupakan interaksi yang memiliki
cisi-ciri sebagai berikut:
1) Adanya tujuan yang jelas yang akan dicapai
2) Ada bahan yang menjadi isi proses
3) Ada pelajar yang aktif mengalami
4) Ada guru yang melaksanakan
5) Ada metode tertentu untuk mencapai tujuan
6) Berlangsung dalam ikatan situasional
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa mengajar pada hakekatnya
membantu siswa dalam belajar, artinya guru harus lebih berperan sebagai
pembimbing dan sebagai fasilitator dalam perkembangan setiap siswa. Oleh karena
itu, dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan maka guru harus berfungsi
sebagai “ ahli metode belajar ”, sebagai “ koordinator kegiatan belajar ” dan sebagai “ dirigen dalam belajar ” ( Mudjiono, 1986 : 37).
c. Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah “penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan
oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukan dengan nilai tes atau angka nilai yang
diberikan oleh guru” ( Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,
1994 : 787 ). Prestasi belajar pada dasarnya mencerminkan sejauh mana siswa
telah dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan pada setiap mata pelajaran.
Gambaran prestasi belajar siswa biasanya dinyatakan dengan angka 0 sampai
dengan 10 ( Suharsini Arikunto, 1988 : 32 ).
Dalam hubungannya dengan Kurikulum 2004 Berbasis Kompetensi, penetapan
prestasi belajar siswa harus ditetapkan dengan penilaian acuan kreteria pada
setiap Kompetensi Dasar dan tidak ditetapkan berdasarkan norma. Hasil belajar
tiatiap mata pelajaran dimanivestasikan dalam bentuk lulus dan tidak lulus,
sedangkan batas kelulusan adalah 75 % ( = nilai 75 ) menguasai bahan ajar (
Dinas Dikbud Jatim, 2002 : 10). Nilai 75 merupakan patokan yang paling ideal,
namun nilai ini tidak boleh dijadikan patokan secara nasional. Kondisi sosial
sekolah harus dijadikan dasar untuk menentukan batas ketuntasan belajar
minimal, sebab antara sekolah yang satu dengan sekolah yang lainnya memiliki
kondisi sosial yang berbeda-beda. Oleh karena itu seyoginya betas ketuntasan
belajar minimal harus ditentukan oleh gurunya sendiri, misalnya apakah siswa harus
mencapai nilai 65, 70, 75 dan seterusnya ( Depdiknas 2005 a : 21 ).
Penetapan Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM) adalah penting dengan
tujuan untuk : (1) menentukan target kompetensi yang harus dicapai siswa dan
(2) patokan/acuan/dasar menentukan kompeten atau tidak komopetennya siswa (
Depdiknas, 2005 b : 1). Standar Ketuntasan Belajar Minimal untuk mata pelajaran
sosiologi sudah ditetapkan secara bersama-sama oleh guru-guru sosiologi dalam
KTSP SMA Negeri 1 Kedungademi Kabupaten Bojonegoro, yakni rata-rata 75 (KTSP
SMAN 1 Kedungadem, 2009 : 12 ).
B. Rencana Kegiatan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini direncanakan dalam waktu 14 X 45 Menit
dengan rincian sebagai berikut :
1. Siklus 1 ( 7 X 45 Menit )
2. Siklus 2 ( 7 X 45 Menit )
Berdasarkan Kurikulum 2004, maka untuk mata
pelajaran sosiologi di kelas XI program Ilmu Sosial diberi waktu 4 jam. Oleh
karena itu untuk mengefektifkan pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas ini,
peneliti terpaksa harus merlakukan kerjasama dengan mata pelajaran lain yang
waktunya berurutan dengan jam mata pelajaran sosiologi.