Prinsip dan Teknik Supervisi

Prinsip dan Teknik Supervisi
Prinsip dan Teknik Supervisi
1. Prinsip Supervisi
Pelaksanaan supervisi di lingkungan sekolah difokuskan pada bagaimana cara mengubah pola pikir yang bersifat autokrat dan korektif menjadi sikap yang konstruktif dan kreatif. Suatu sikap yang menciptakan situasi dan relasi yang dapat menyebabkan guru-guru merasa aman dan merasa diterima sebagai subjek yang dapat berkembang sendiri.
          Prinsip supervisi terbagi dua, yaitu prinsip umum dan khusus. Prinsip umum supervisi adalah harus bersifat praktis, hasil supervisi harus berfungsi sebagai sumber informasi bagi staf sekolah untuk pengembangan proses belajar mengajar yang lebih baik, dan supervisi dilaksanakan dengan mekanisme yang  menunjang kurikulum yang berlaku.



Prinsip khusus supervisi adalah sistematis, objektif, realistis, antisipatif, komunikatif, kreatif, kooperatif dan kekeluargaan. Sistematis artinya, supervisi dikembangkan dengan perencanaan yang matang sesuai dengan sasaran yang diinginkan. Objektif, artinya supervisi memberikan masukan sesuai dengan aspek yang terdapat dalam instrumen. Realistis, artinya supervisi didasarkan pada kenyataan yang sebenarnya yaitu pada keadaan atau hal-hal yang sudah dipahami dan dilakukan oleh para staf sekolah. Antisipatif, artinya supervisi diarahkan untuk menghadapi kesulitan-kesulitan yang mungkin akan terjadi. Komunikatif, artinya supervisi memberikan saran perbaikan kepada yang disupervisi mengembangkan kreativitas dan inisiatif guru dalam mengembangkan proses belajar mengajar. Kooperatif artinya, supervisi mengembangkan perasaan kebersamaan untuk menciptakan dan mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih baik. Kekeluargaan artinya, supervisi mempertimbangkan saling asah, saling asuh, saling asih, tut wuri handayani.
Prinsip-prinsip supervisi menurut Danim dan Khairil (2012:166), adalah:
1.      Supervisi memberikan rasa aman kepada pihak yang disupervisi.
2.     Supervisi bersifat konstruktif.
3.  Supervisi bersifat realistis, yaitu didasarkan pada keadaan dan kenyataan yang sebenarnya.
4.   Pelaksanaan kegiatan bersifat sederhana, dalam makna tidak menyulitkan proses, mengganggu tugas guru, bahkan melahirkan frustasi.
5.   Selama pelaksanaan supervisi terjalin hubungan profesional, bukan didasarkan atas hubungan pribadi.
6.   Supervisi didasarkan pada kemampuan, kesanggupan, kondisi dan sikap pihak yang disupervisi.
7.  Supervisi menolong guru agar senantiasa tumbuh sendiri tidak tergantung pada administrator sekolah.

Berdasarkan kutipan di atas, adanya prinsip ilmiah, demokratis, kerja sama, konstruktif dan kreatif, demi untuk perbaikan pembelajaran. Ciri prinsip ilmiah adalah kegiatan supervisi dilaksanakan berdasarkan data objektif yang diperoleh dalam kenyataan pelaksanaan proses pembelajaran. Untuk memperoleh data, perlu diterapkan alat perekam data seperti angket, observasi, percakapan pribadi dan lain-lain, supervisi harus dilaksanakan secara sistematis, demokratis, dan kontinue.
Prinsip  demokratis, dapat diartikan bahwa bantuan yang diberikan kepada guru berdasarkan hubungan kemanusian yang akrab sehingga guru merasa aman untuk mengembangkan tugasnya, menjunjung tinggi harga diri dan martabat guru bukan berdasarkan atasan dan bawahan, melainkan berdasarkan rasa kesejawatan.
Prinsip kerja sama berarti mengembangkan usaha bersama atau menurut istilah supervisi adalah memberi  mendorong, dan menciptakan suasana kerja,  yang menyenangkan sehingga mereka merasa tumbuh bersama.
 Prinsip konstruktif dan kreatif berarti bahwa setiap guru akan merasa termotivasi dalam mengembangkan potensi kreativitas dalam  pengembangan kurikulum yang di rancang dibawah tanggung jawab sekolah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.   Guru yang profesional harus memiliki kemampuan untuk merancang berbagai model pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.  Saud (2013:97) menyatakan bahwa: “Mengingat peranan strategis guru dalam setiap upaya peningkatan mutu, relevansi, dan efisiensi pendidikan, maka pengembangan profesionalisasi guru merupakan kebutuhan”.  Guru membutuhkan bantuan dari orang yang lebih menguasai kurikulum. Upaya memenuhi kebutuhan guru, maka dibutuhkan tenaga pengawas dan inilah objek supervisi pengajaran.
Proses pembelajaran adalah seperangkat kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa di bawah bimbingan guru. Guru bertugas merumuskan tujuan-tujuan yang hendak dicapai pada saat mengajar. Mencapai tujuan tersebut harus merancang sejumlah pengalaman belajar dan untuk hal inilah guru membutuhkan bantuan pengawas sebagai upaya peningkatan proses pembelajaran. Salah satu peran penting supervisi adalah pembinaan staf. Melalui pembinaan staf, maka dapat meningkatkan kualitas pelayanan bagi penyelenggaraan proses pengajaran.
Pentingnya supervisi adalah sebagai upaya untuk pembinaan guru. Pada hakikatnya guru secara pribadi harus berusaha untuk mengembangkan dirinya. Kenyataannya guru memiliki latar belakang yang sangat bervariasi dengan pengalaman yang berbeda, maka dibutuhkan bantuan supervisi. Melalui mekanisme kerja supervisi diharapkan dapat memelihara dan merawat moral serta semangat kerja guru.
Pentingnya supervisi selalu dikaitkan dengan usaha profesionalisasi guru. Profesionalisasi dipandang sebagai satu proses yang bergerak dari ketidaktahuan menjadi tahu, dari ketidakmatangan menjadi matang dan dari diarahkan oleh orang lain menjadi mengarahkan diri sendiri. Sebagai upaya profesionalisasi, supervisi yang baik adalah supervisi akademik yang mampu membuat guru semakin profesional dalam mengelola kegiatan belajar mengajar. Suhardan (2012:47) menyatakan: “Supervisi akademik yang menitikberatkan pengamatan supervisor pada masalah-masalah akademik, yaitu hal-hal yang langsung berada dalam lingkungan kegiatan pembelajaran pada waktu siswa sedang dalam proses mempelajari sesuatu”.
Aspek substantif, adalah aspek yang menunjuk pada konten yang, harus dikembangkan dan dikuasai oleh guru. Ada empat aspek substansi yang harus dikembangkan yaitu pemahaman dan pemilikan guru terhadap tujuan pengajaran, persepsi guru terhadap siswa, pengetahuan guru tentang materi, dan penguasaan guru terhadap teknik. Aspek substansi pertama dan kedua mempresentasikan nilai, keyakinan dan teori yang dipegang oleh guru tentang hakikat pengetahuan, bagaimana siswa belajar, dan penciptaan hubungan guru siswa, dan faktor lainnya. Aspek substansi ketiga mempresentasikan seberapa luas pengetahuan guru tentang materi pelajaran bidang studi yang diajarkannya. Aspek substansi keempat mempresentasikan seberapa luas penguasaan guru terhadap teknik pengajaran, manajemen, pengorganisasian kelas, dan keterampilan lain yang merupakan unsur pengajaran.
Aspek kompetitif yaitu aspek yang menunjuk pada luasnya setiap aspek substansi. Guru harus mengetahui bagaimana mengerjakan tugasnya dan memiliki pengetahuan tentang bagaimana merumuskan tujuan pengajaran. Guru juga harus bisa  dan mau mengerjakan tugasnya berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. Sasaran dalam kegiatan supervisi dapat ditinjau dari aspek yang disupervisi dan aspek orang yang melakukan supervisi. Aspek yang disupervisi, meliputi  administratif dan supervisi edukatif. Aspek orang yang melakukan supervisi mencakup supervisi dilakukan oleh pengawas dan kepala sekolah yang bertindak sebagai supervisor. Sasaran yang disupervisi adalah guru mata pelajaran, tenaga administratif, dan siswa. Supervisi edukatif oleh kepala sekolah kegiatan belajar mengajar, pelaksanaan bimbingan dan konseling. Pelaksanaan supervisi baik yang mencakup administrasi maupun edukatif, menggunakan instrumen dengan format-format tertentu.
Manajemen terkadang terasa mendahului supervisi dalam arti bahwa beberapa bentuk organisasi dan perlengkapan untuk manajemen sekolah diperlukan sebelum suatu program pengajaran diadakan. Manajemen  seolah-olah lebih penting dari pada supervisi itu sendiri. Misi utama sekolah adalah pengajaran yaitu menyediakan program dan kegiatan belajar mengajar untuk kepentingan anak sesuai dengan tujuan pengajaran, maka supervisi menempati peranan sentral di sekolah.
Hubungan  tugas manajemen dan supervisi dalam melayani tugas pengajaran.  Manajemen menunjukkan cara dan sifat birokratis, sedangkan supervisi menunjukkan cara dan sifat profesional. Supervisi pada dasarnya adalah aspek tugas dalam tubuh manajemen, bidang tugasnya lebih khusus kepada perbaikan pengajaran dan pengajaran di sekolah yang dapat dilakukan langsung oleh kepala sekolah dalam kapasitasnya sebagai supervisor.
Kepala sekolah sebagai supervisor dan kegiatan supervisi merupakan bukti yang menunjukkan pentingnya supervisi. Supervisor sebagai subjek dalam kegiatan supervisi selalu dibutuhkan dalam dunia pendidikan untuk ke efektifan proses pembelajaran di sekolah.  Supervisi dapat ditiadakan jika semua guru dinamis,  berpengetahuan luas, dan  berketerampilan  baik (profesional), tetapi bila tidak semua guru atau sedikit guru yang dikategorikan sempurna, maka supervisi tetap dibutuhkan.
Ada fenomena yang melemahkan eksistensi supervisi yaitu keraguan pengaruh supervisi terhadap mengajar dan belajar di sekolah. Adanya gaya supervisi yang menciptakan hubungan guru dan supervisor (kepala sekolah) yang tidak serasi sehingga kurang disenangi oleh guru. Terjadi kondisi yang demikian, maka terdapat kesan bahwa supervisi sangat kecil kemungkinannya untuk meningkatkan efektivitas mengajar pada guru dan belajar pada siswa.
Supervisi akhirnya kurang mendukung tugas sekolah dan hanya menjadi tugas yang kurang dipahami oleh kalangan pengajaran maupun oleh masyarakat secara keseluruhan. Kepala sekolah yang bertindak sebagai supervisor sebaiknya tidak mendasarkan peranannya pada kekuasaan atau otoritas struktural, melainkan berdasarkan pendekatan yang manusiawi. Pendekatan manusiawi, akan menempatkan guru sebagai suatu kepribadian yang utuh, memiliki potensi,  memiliki kemampuan serta sebagai mitra kerja mereka di sekolah yang bekerja secara profesional. Djailani (2012:9) menyatakan bahwa: “Seorang kepala sekolah yang dalam jabatannya termasuk melaksanakan supervisi, mungkin akan melihat perlunya pelayanan supervisi sebagai salah satu cara untuk membina guru sehingga mereka tumbuh dan berkembang menjadi guru yang professional”.
Profesional berakar pada tendensi perkembangan spesialisasi di dalam dunia pekerjaan dan kehidupan masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat modern, dibutuhkan tenaga yang berkompeten dan profesional. Untuk mempersiapkan seseorang menjadi guru yang profesional, dibutuhkan pengajaran pre-service dan in-service.
Berdasarkan kutipan di atas,  memberi gambaran bahwa apabila strategi ini ditempuh, maka harus diterima eksistensi supervisi sebagai salah satu usaha penting untuk memikul tanggung jawab khusus terhadap pertumbuhan guru dalam jabatannya dan perbaikan pengajaran. Beberapa alasan tentang perlunya supervisi, di antaranya: program-program pengajaran guru tidak menghasilkan output yang siap, karena lembaga pengajaran guru hanya mengajarkan pengajaran secara umum. Sementara itu perkembangan ilmu pengetahuan yang cepat tidak dapat dipelajari secara keseluruhan pada saat di perguruan tinggi dan praktek mengajar bagi calon guru yang hanya berlangsung selama sepuluh minggu di sekolah-sekolah dengan bimbingan guru. Ketika menjadi guru, kemampuan mengajar berkembang dengan kecepatan yang berbeda-beda sesuai dengan potensi yang dimiliki.
Kenyataan tersebut melahirkan satu kesimpulan bahwa guru memerlukan bantuan dari supervisor atau kepala sekolah, karena guru tidak sepenuhnya dipersiapkan oleh program pengajarannya dan setiap guru memiliki perbedaan yang sangat besar dalam kecakapan dan kebutuhannya.
Kemudian, adanya pembatasan-pembatasan bagi guru dalam mengajar yang berasal dan peraturan sekolah, peraturan pemerintah, kondisi siswa, dan kondisi masyarakat. Masalah yang sering muncul adalah guru tidak memiliki hak mengajarkan suatu topik yang dilarang oleh kepala sekolah dan guru tidak dapat menolak penggunaan buku yang telah ditentukan.
Selanjutnya, adanya perubahan yang diperlukan dan tak dapat dielakkan. Program-program sekolah dan metode pengajaran selalu berkembang sesuai dengan perubahan waktu. Semua guru cukup berdedikasi dan profesional dalam menyesuaikan pengetahuan dan kemampuannya dengan perubahan, maka keperluan akan supervisi dapat diminimalkan. Apabila guru kurang mampu  membuat perubahan maka pengawas dapat membantu guru membuat perubahan. Artinya, guru memerlukan bantuan dan supervisor dalam melaksanakan tugasnya.
Pengajaran yang diselenggarakan tidak dapat bebas dari perubahan-perubahan yang terjadi, sebagai contoh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat, hal tersebut berpengaruh terhadap penyelenggaraan pengajaran. Menghadapi perubahan tersebut, diperlukan tenaga pengawas yang mampu membina guru-guru agar dapat melakukan tugas secara profesional. Disadari bahwa, betapa pentingnya supervisi pengajaran yaitu sebagai orang yang bertugas untuk membantu (assisting), memberi support (supporting), dan mengajak untuk  ikut serta (sharing) dalam memecahkan masalah yang dihadapi guru dalam kelas.
Berdasarkan beberapa alasan tersebut, maka supervisi diperlukan untuk membantu guru agar lebih terlatih dan berketerampilan tinggi dalam pelaksanaan tugasnya. Kenyataan yang ada saat ini adalah dunia pengajaran membutuhkan lebih banyak supervisor tidak hanya kepala sekolah, tetapi supervisor lainnya yang dilatih dengan baik dan berketerampilan tinggi dalam menjalankan tugas-tugasnya di sekolah dalam rangka pemantauan pelaksanaan delapan standar nasional pendidikan serta pembimbingan dan pelatihan profesional guru.
2. Teknik-Teknik Supervisi
            Teknik-teknik pelaksanaan supervisi akademik  dilakukan secara individu dan kelompok. Teknik individu diantaranya kunjungan kelas, observasi kelas, percakapan pribadi, saling mengunjungi kelas, menilai diri sendiri, dan teknik kelompok meliputi Pertemuan orientasi, Panitia penyelenggara, Rapat guru, Studi kelompok antara guru, diskusi sebagai proses kelompok, tukar-menukar pengalaman, lokakarya, diskusi, seminar, simposium, mengadakan penataran-penataran (in service-training)
Kegiatan-kegiatan apakah yang dapat dilakukan dalam rangka pemberian bimbingan sebagai seorang supervisor terhadap anggota stafnya? Teknik-teknik apakah yang dapat dipergunakan dalam supervisi? Aktivitas ini tergantung dari banyak hal, misalnya: dari masalah, dari tempat dan waktunya; dan orang yang dihadapi, baik jumlahnya maupun sifatnya.  Kalau yang dihadapi hanya seorang, dapatlah supervisor mengadakan komunikasi langsung, dengan wawancara, dengan cara hati ke hati, tergantung dari masalah yang dihadapi dan sifat orang yang dibimbing itu. Hal ini sangat mungkin dilakukan oleh kepala sekolah yang bertindak sebagai supervisor bagi guru-guru di sekolahnya. Sutarsih (2012:312) menyatakan bahwa:
Masalah mutu pembelajaran menyangkut masalah yang sangat esensial yaitu masalah kualitas mengajar yang dilakukan oleh guru harus terus mendapat pengawasan dan pembinaan yang terus menerus dan berkelanjutan, Masalah ini berhubungan erat dengan supervisi pendidikan yang dilakukan oleh kepala sekolah selaku pimpinan kepada guru-gurunya.

Apabila kepala sekolah sebagai supervisor  ingin menghadapi seluruh staf, dapat diadakan pertemuan/rapat yang merupakan komunikasi langsung pula. Kalau tidak dapat dikumpulkan kelompok itu sekaligus, dapat pula dipergunakan surat edaran, buletin, pengumuman dan sebagainya. Seandainya yang disupervisi lebih besar lagi dan meliputi pihak-pihak yang luas, dapat diadakan seminar, atau dapat pula dengan workshop.
Secara  singkat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam rapat guru dan class­ visit di antaranya setiap rapat guru dapat dijadikan alat supervisi, jika selalu kita bertanya: Bagaimana dengan rapat ini  dapat tingkatkan pendidikan/ pengajaran? Apa yang dapat dimanfaatkan oleh staf sekolah dalam rapat ini dalam rangka peningkatan penge­tahuannya, pengalamannya, dan keterampilannya. Setiap rapat bagaimanapun singkatnya, hendaknya dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dengan selalu memperhatikan taraf-taraf; persiapan, pelaksanaan, penutupan, dan follow up (tindak lanjut), serta evaluasi program yang baik. Sukardi (2014:2) menyatakan: “Evaluasi program pada prinsipnya merupakan satu bagian integral dari evaluasi pendidikan pada umumnya”.  
Berdasarkan kutipan di atas,  jelaslah bahwa dalam rapat guru hendaknya dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dengan selalu memperhatikan taraf-taraf; persiapan, pelaksanaan, penutupan, dan follow up. Semua kegiatan rapat, hendaknya selalu mengikutsertakan anggota staf lainnya; dan bukan menjadi monopoli kepala sekolah saja, walaupun dalam kapasitasnya sebagai supervisor di sekolah. Rapat yang baik adalah yang mampu mengakomodir semua pandangan dari peserta rapat.
Teknik supervisi kunjungan kelas  ini ditujukan langsung pada per­baikan cara mengajar, penggunaan alat peraga, kerjasama siswa dalam kelas, dan sebagainya yang bersasaran  pada peningkatan kompetensi profesional guru. Setiap  mengadakan kunjungan kelas, supervisor hendaknya bekerja menurut proses yang teratur, yaitu: adanya perencanaan.. Perencanaan: dilakukan bersama-sama secara demokratis oleh kepala sekolah (supervisor) dengan guru kelas yang akan dikunjungi, berdasarkan kesulitan-kesulitan yang telah dialami bersama, apa yang akan diobservasi, kapan waktu yang sebaik-baiknya. Amtu (2012:30) menyatakan bahwa: “Perencanaan adalah langkah awal merumuskan strategi, dengan mempertimbangkan kemampuan sumber daya organisasi untuk meramalkan kesuksesan di masa mendatang”.
Berdasarkan kesimpulan bersama itu dicarilah bersama pula cara-cara untuk mengadakan perbaikan. Kepala sekolah sebagai supervisor mengemukakan saran-saran, bukan instruksi-instruksi. Jika perlu direncanakan pula bersama, bila nantinya akan diadakan observasi lagi.
Disadari bahwa hal yang penting dalam kegiatan-kegiatan class-visit ini ialah sikap kepala sekolah pada waktu mengadakan observasi, dan sikapnya pada waktu berhadapan dengan guru tersebut setelah observasi selesai. Sikap  dalam musyawarah atau personel conference inilah yang akan menentukan hubungan selanjutnya, sebagai supervisor dengan anggota kelompoknya. Pertemuan ini pimpinan hendaknya jangan merupakan seorang hakim atau jaksa yang mengadili atau menuduh, akan tetapi lebih merupakan seorang teman yang mempunyai penuh perhatian dan pengertian terhadap kesulitan-kesulitan temannya.
Cara melaksanakan pengawasan, seorang pemimpin tidak sama dengan pimpinan yang lain, hal ini tergantung pada tipe atau corak kepemimpinannya. Seorang otoriter menjalankan supervisi untuk mengetahui kesalahan-kesalahan petugas dalam melaksanakan tugasnya, yaitu menjalankan peraturan dan instruksi yang diberikan oleh pusat kepada bawahannya. Guru yang banyak kesalahan, mendapat kondite buruk, dan sebaliknya yang patuh mendapat kondite bagus, dan dicalonkan untuk menduduki pangkat yang lebih tinggi. Tidak ada usaha dari padanya untuk memberi bimbingan atau pimpinan,  Mashudi (2015:15) menyatakan bahwa: “Supervisi harus mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis, bersifat terbuka, kesetiakawanan, dan informal”.
Berdasarkan kutipan di atas, dapat disebutkan bahwa supervisi tidak dijalankan dengan sekonyong-konyong tanpa sepengetahuan petugas yang diawasi, seolah-olah supervisor bertugas sebagai resersir yang mengintai untuk menemukan pelanggaran. Suasana antar karyawan sekolah di bawah pimpinan diktatoris, akan dapat menyebabkan guru tertekan, tegang.
Selanjutnya seorang kepala sekolah yang bercorak demokratis menjalankan tugas-tugas sebagai supervisor  menurut program kerja tertentu. Setiap  rapat guru sudah ditentukan pembagian tugas, sebagai tempat ikut berpartisipasi menurut kecakapan masing-masing, koordinasi serta komunikasi, program dan pengarahan kerja dan sebagainya. Kepala sekolah memberi kepercayaan kepada semua karyawan sehingga maaing-masing merasa diakui dan dihargai sebagai kelompok sederajat. Pengawasan dan koordinasi ia jalankan dengan ikut bekerja secara aktif. Kadang-kadang di muka untuk menjadi teladan, kadang-kadang di tengah untuk membangkitkan semangat, dan kadang-kadang di belakang untuk memberi kebebasan bekerja pada para guru, tetapi mempengaruhinya. Siahaan (2013:60) menyatakan bahwa: “Dalam melaksanakan tugasnya, kepala sekolah bertanggung jawab terhadap roda organisasi sekolah”.
Berdasarkan hasil supervisinya itu ia bersama-sama dengan guru-guru lain berusaha mendapatkan syarat-syarat yang diperlukan, dan berusaha menghilangkan syarat-syarat negatif yang menghambat lancarnya jalan kehidupan sekolah, serta bersama-sama mendapatkan metode-metode bekerja gotong-royong yang efisien, produktif sesuai dengan kondisi setempat. Perbedaan pendapat, perselisihan yang mungkin timbul dicarikan pemecahannya secara musyawarah.
Kekeliruan cara bekerja segera diketahui, hingga tidak menjadi berlarut-larut. Guru yang kurang pengabdian atau semangat, dipimpin dan diinsyafkan untuk menunaikan tugasnya dengan baik. Jadi jelas, bahwa pengawasan secara demokratis mem-punyai ciri-ciri sebagaimana dikemukakan oleh Daryanto (2012:190) sebagai berikut:
a.   Pengawasan dijalankan secara gotong-royong atau kooperatif tidak di  tangan seorang raja, yaitu kepala sekolah.
 b. Pengawasan dijalankan terang-terangan, diketahui oleh semua petugas yaitu guru-guru, tidak secara sembunyi-­sembunyi seperti pengawasan polisi resersir.
c.  Pengawasan dijalankan kontinue dan bersifat tut wuri handayani (bersifat bimbingan) seperti dikehendaki oleh pemerintah kita.

Semua karyawan sekolah, termasuk guru-guru dan kepala sekolah, harus berusaha menjalankan supervisi demokratis berdasarkan kenyataan, bahwa tiap guru adalah orang biasa, yang mempunyai keunggulan dan kelemahan, mempunyai sifat-sifat positif dan negatif. Guru bukan orang luar biasa yang memiliki semua syarat bagi seorang pemimpin dan supervisor.
Hambatan utama bagi kepala sekolah yang berusaha melaksanakan supervisi demokratis ialah: apabila di sekolahnya ada guru yang egoistis, yaitu mengutamakan kepentingan pribadi (seperti: penghasilan, pembagian waktu, keuntungan hidup pribadi dan sebagainya) dari tugas utamanya. Adanya guru yang membandel kepada kepala sekolah, adanya guru yang mendahulukan kepentingan sendiri adalah semuanya menjadi penghambat.