Perkembangan Sosiologi Medis


Menurut Cockerham dan Ritchey (1997), sosiologi medis mengkaji penyebab dan konsekuensi sosial kesehatan dan penyakit (medical sociology is concerned with the social causes and consequences of health and illness. Lihat Cockerham, 2003: 1). Apabila kita mengikuti pentahapan perkembangan sosiologi medis oleh Olesen (Wolinsky, 1980: 33 35) maka pertumbuhan sosiologi medis melalui tahap-tahap berikut:
1. pada tahun 1920-an dan 1930-an tumbuh kajian medika sosial, yaitu kajian bersama antara ilmuwan sosial dan medis terhadap masalah yang menjadi perhatian bersama mereka;
2. pada tahun 1940-an dan 1950-an berkembang kajian-kajian terhadap masalah epidemiologi sosial;
3. sosiolog mulai ditempatkan pada berbagai lembaga pendidikan medis dan keperawatan;
4. berbagai lembaga donor swasta mulai menyediakan dana penelitian dan pelatihan;
5. pada tahun 1959 terbentuk seksi sosiologi medis dalam Ikatan Sosiologi Amerika (American Sociological Association);
6. jurnal dan buletin sosiologi medis diterbitkan. 


1. Pertumbuhan Kajian Medika Sosial
Pentahapan Olesen ini memerlukan beberapa penjelasan. Medika sosial (social medicine), yang menurut Olesen tumbuh pada tahun 1920-an dan 1930-an dan merupakan tahap pertama pertumbuhan sosiologi medis, dalam beberapa hal berbeda dengan sosiologi medis. Beberapa di antara perbedaan antara medika sosial (yang di Negeri Belanda dinamakan sociale geneeskunde) dan sosiologi medis yang disebutkan Kuiper (dalam Aakster, Kuiper dan Groothoff, ed., 1991: 20 21), antara lain:
a. medika sosial mempunyai wewenang untuk menyatakan seseorang sehat atau sakit, sedangkan sosiologi medis tidak mempunyai wewenang demikian.
b. medika sosial mengkaji segi-segi materiil pada kesalingtergantungan antara manusia dan lingkungan, sedang sosiologi medis mengkaji saling ketergantungan antara masyarakat dan lingkungan
c. medika sosial berorientasi pada tindakan sedangkan sosiologi medis berorientasi pada analisis.
Dari perbedaan antara medika sosial dan sosiologi medis, baik yang dikemukakan Kuiper maupun ahli lain nampak bahwa keduanya merupakan cabang ilmu yang berlainan; medika sosial merupakan bagian dari bidang medis, sedangkan sosiologi medis merupakan bagian dari sosiologi.

2. Perkembangan Epidemiologi Sosial
Tahap kedua pertumbuhan sosiologi medis ditandai dengan tumbuh dan berkembangnya epidemiologi sosial (social epidemiology) pada tahun 1940-an dan 1950-an, yang menurut Wolinsky (1980: 47 48) melibatkan kajian terhadap “insidens, prevalensi, dan pola penyakit, cacat atau mortalitas pada suatu populasi tertentu” (incidence, prevalence, and pattern of disease, disability, or mortality across a particular population). Apa yang dimaksudkan dalam definisi tersebut dengan istilah insidens, prevalensi? Apa pula yang dimaksudkan para ahli epidemiologi dengan istilah morbiditas dan rate, di kala mereka berbicara mengenai penyakit? 
Estimasi Prevalensi dan Insidens Tahunan Infeksi Seksual Menular yang Dapat Disembuhkan, menurut Kawasan

Insidens (incidence) penyakit, cacat atau kecelakaan mengacu pada kasus baru yang ditambahkan pada suatu populasi dalam suatu kurun waktu tertentu; istilah prevalensi (prevalence) mengacu pada jumlah kasus atau keadaan pada suatu waktu tertentu (Weiss dan Lonnquist, 1996: 47); morbiditas (morbidity) didefinisikan Weiss dan Lonnquist sebagai banyaknya penyakit, cacat, dan kecelakaan dalam suatu populasi; dan rate didefinisikan sebagai jumlah kasus penyakit pada 1.000 orang penduduk.

Dalam Tabel di atas kita dapat melihat data global WHO tahun 2001 mengenai insidens dan prevalensi infeksi seksual menular tertentu yang dapat disembuhkan (selected curable sexually transmitted infections). Menurut data tersebut di antara penduduk dunia berusia 15 49 tahun yang berjumlah 3.040 juta prevalensi yang terinfeksi penyakit seksual menular yang dapat disembuhkan adalah 116.5 juta, dan insidens tahunan berjumlah 340 juta (lihat Tabel di atas). 
Dengan adanya berbagai konsep ukuran epidemiologi (epidemiological measures) seperti crude rate, crude mobility rate, infant mortality rate dan age-specific rates maka menurut Cockerham (2004:20 22), seorang epidemiolog dapat menggunakannya untuk mendeskripsikan masalah-masalah kesehatan dalam masyarakat. Wolinsky (1980:7 23) menjelaskan bahwa epidemiologi sosial mengkaji saling keterkaitan antara faktor sosial dengan distribusi penyakit dalam populasi. Kajian-kajian awal yang diuraikannya mencakup studi pada tahun 1775 oleh Sir Percival Pott, seorang ahli bedah di Inggris, terhadap hubungan antara penyakit kanker dan pekerjaan pembersih cerobong asap, serta studi terhadap hubungan antara epidemi kolera dan penggunaan air minum yang pada tahun 1854 dilakukan Sir John Snow, seorang dokter di London (Wolinsky, 1980:8 11). 
Melalui kajian-kajian mereka kedua ahli tersebut dapat membuktikan adanya hubungan antara epidemi dan lingkungan sosial: Pott membuktikan bahwa tingginya prevalensi penyakit kanker di kalangan para pembersih cerobong asap disebabkan oleh kontak tubuh mereka dengan jelaga yang terdapat di dalam cerobong asap dan Snow membuktikan bahwa epidemi kolera di Soho, London berjangkit di lingkungan di mana pompa air minum setempat telah tercemar bakteri kolera. Mereka dapat pula membuktikan bahwa suatu epidemi dapat dicegah dengan intervensi sosial dengan cara memberikan perlindungan terhadap kesehatan di tempat kerja dalam kasus kanker pada para pembersih cerobong asap dan dalam kasus kolera melalui minum air yang sehat.

3. Penempatan Sosiolog pada Lembaga Pendidikan Medis
Penempatan sosiolog pada lembaga pendidikan medis merupakan tahap penting dalam perkembangan sosiologi medis karena mencerminkan pengakuan bidang medis terhadap sumbangan pemikiran sosiolog dalam masalah medis. Penyebarluasan sosiolog ke bidang medis berlangsung  dengan cepat. Menurut Conrad dan Kern (dalam Conrad dan Kern, ed., 1994:1), misalnya dalam waktu dua dasawarsa terakhir pengajaran mata ajaran sosiologi medis di Amerika Serikat telah meluas dari sejumlah kecil program pascasarjana ke berbagai jenjang pendidikan tinggi sosiologi. Mereka mengemukakan pula bahwa para sosiolog pun semakin terlibat dalam pendidikan medis dan sejumlah besar sosiolog telah menjadi pengajar di lembaga pendidikan tinggi di bidang medis.
Perkembangan Sosiologi Medis
Gambar oleh Steve Buissinne dari Pixabay

Anggapan bahwa sosiologi perlu diterapkan dalam bidang medis antara lain dianut pula di Inggris. Dalam bukunya berjudul Sociology as Applied to Medicine (penerapan sosiologi dalam bidang medis) Scambler mengisahkan bahwa pada dasawarsa 1980-an sosiologi telah diterima dan diajarkan sebagai suatu mata ajaran dasar bidang medis di kebanyakan lembaga pendidikan tinggi medis di Inggris (Jefferys, dalam Scambler, ed., 1991:ix). Penelitian Sosiologi Medis, Ikatan Profesi, dan Publikasi Tahap berikutnya, yaitu dukungan dana oleh donor swasta bagi penelitian sosiologi medis, juga merupakan indikasi pengakuan pihak luar terhadap peran sosiologi medis. Dengan adanya berbagai dukungan dana penelitian tersebut maka penelitian sosiologi medis pun berkembang sehingga dirasakan perlunya dibentuk seksi sosiologi medis dalam Ikatan Sosiologi Amerika. Hasil penelitian sosiologi medis yang jumlahnya semakin meningkat itu pun perlu dipublikasikan sehingga berkembanglah berbagai jurnal ilmiah di bidang sosiologi medis.
Sebab Tumbuh dan Berkembangnya Sosiologi Medis Mengapa sosiologi medis tumbuh dan berkembang? Menurut pandangan Mechanic (1968: 3), bidang medis mempunyai tiga tugas utama:
a. memahami munculnya simtom, sindrom dan penyakit pada individu atau kelompok-kelompok;
b. mengenal dan mengobati atau mempersingkat serta membatasi dampak simtom, sindrom dan penyakit;
c. mempromosikan cara hidup yang menjauhi yang dapat membahayakan kesehatan, dan mencegah timbulnya penyakit.

Menurut Mechanic tugas medis tersebut hanya dapat dilaksanakan secara efektif manakala yang dijadikan bahan pertimbangan bukan hanya faktor biologis saja, tetapi juga faktor sosial dan psikologis. Dalam pandangan Mechanic (1968: 3) faktor yang perlu dipahami, antara lain faktor sosial dan budaya yang mempengaruhi keputusan individu untuk menyadari bahwa ia sakit, keputusan untuk mencari bantuan terhadap penyakit yang dideritanya, dan tanggapan individu terhadap penyakitnya. Mulai dikajinya peran faktor sosial dan budaya dalam keberhasilan pelaksanaan tugas medis inilah yang menjadi dasar bagi tumbuh dan berkembangnya sosiologi medis.