ARTIKEL PENDIDIKAN. Untuk dapat mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku kesehatan, para ilmuwan kesehatan mengembangkan berbagai model perilaku kesehatan. Para ahli Missisipi State Unversity Extension Service merinci sejumlah model perilaku kesehatan yang banyak digunakan dalam 20-30 tahun terakhir, yang mereka klasifikasikan ke dalam 3 jenjang: model atau teori perilaku kesehatan pada jenjang individu (intrapribadi), antarpribadi, dan komunitas.
Salah satunya model yang diklasifikasikan sebagai model di jenjang intrapribadi, yaitu, model kepercayaan kesehatan (health belief model, disingkat HBM), yaitu suatu model psikologis yang berupaya menjelaskan dan memprediksi perilaku kesehatan dengan menempatkan fokus pada sikap dan kepercayaan individu. HBM merupakan salah satu teori awal yang diciptakan oleh Irwin Rosenstock dan rekan-rekannya.
HBM merupakan suatu model yang banyak digunakan dan diterapkan oleh para ilmuwan kesehatan. HBM bertujuan menjelaskan perubahan pada perilaku kesehatan sehingga memungkinkan direncanakannya intervensi yang tepat. Family Health Internasional 2004 (dalam Sunarto, 2014) merinci variabel-variabel utama HBM sebagai berikut:
a) persepsi mengenai ancaman (perceived threat), yang terbagi atas dua komponen yaitu persepsi mengenai kerentanan (perceived susceptibility) dan persepsi mengenai tingkat kegawatan (perceived severity),
b) persepsi mengenai manfaat (perceived benefits),
c) persepsi mengenai hambatan (perceived barriers),
d) isyarat untuk bertindak (cues to action),
e) variabel-variabel lain; dan f) efektivitas diri (self-efficacy).
Bagaimanakah cara health belief model menjelaskan perubahan pada perilaku
kesehatan? Marilah kita andaikan bahwa seorang peternak ayam mempersepsikan flu
burung (avian influenza) sebagai suatu ancaman yang gawat bagi diri dan keluarganya
karena melalui penyuluhan oleh petugas kecamatan maupun dari pemberitaan di media
massa telah diperoleh informasi bahwa kecamatan di tempat tinggalnya telah dinyatakan
sebagai daerah endemi flu burung. Padahal flu burung merupakan suatu penyakit yang
sebagian besar penderitanya meninggal dunia dalam waktu singkat dan pada tahun 2008
telah merenggut lebih dari 100 jiwa manusia di Indonesia (persepsi mengenai kerentanan
terhadap ancaman). Oleh karena itu setiap hari merawat sendiri ayam yang dipeliharanya, ia menyadari bahwa kedekatannya dan bahkan kontak langsung dengan ayam, telur, dan kotoran ayam menjadikannya sangat rentan terhadap ancaman maut dari penyakit tersebut (persepsi mengenai gawatnya ancaman). Ia menyadari bahwa ia tidak beternak ayam lagi maka risiko tertular flu burung pun akan jauh berkurang (persepsi mengenai manfaat). Namun, ia menyadari pula bahwa beternak ayam merupakan sumber utama penghasilannya (persepsi mengenai hambatan). Sementara itu, sejumlah ayam mendadak sakit dan mati (isyarat untuk bertindak), dan beredar berita bahwa dalam waktu dekat pihak kecamatan akan melaksanakan pemusnahan unggas atau depopulasi di keluarannya (variabel lain). Setelah dengan masak mempertimbangkan untung-ruginya ia memutuskan untuk mengutamakan kesehatan pribadi dan keluarganya dan mengupayakan modal untuk memulai suatu usaha di bidang lain yang dinilainya cukup prospektif, misalnya usaha budidaya ikan hias (efektivitas diri).
Akan tetapi dengan sendirinya kenyataan dalam masyarakat kita sering tidak sejalan dengan apa yang dicontohkan ini. Meskipun sosialisasi mengenai bahaya flu burung terhadap jiwa manusia telah banyak dilakukan melalui penyuluhan maupun media massa, namun hingga kini banyak peternak unggas yang tidak atau kurang mempunyai informasi yang benar mengenai flu burung. Mereka yang mempunyai informasi pun belum tentu merasa bahwa kesehatannya terancam. Mereka yang telah sadar bahwa kesehatannya terancam pun belum tentu menyadari bahwa ancaman flu burung dapat dikurangi dengan vaksinasi unggas, penerapan biosekuriti (biosecurity) dan keamanan makanan (food security) atau dengan pemusnahan unggasnya (depopulasi). Mereka yang telah menyadari adanya berbagai upaya pencegahan pun dapat memutuskan bahwa mereka tidak mampu menerapkan karena pertimbangan biaya hidup sehingga mereka tidak melakukan upaya pencegahan apapun, dan seterusnya. Oleh sebab itu para ahli mengkaji cara-cara mempengaruhi berbagai variabel dalam HBM tersebut agar perilaku seseorang dapat terpicu untuk berubah ke arah perilaku yang lebih sehat.
Model perilaku kesehatan yag lain adalah model perilaku kesehatan menurut Nico S.
Kalangie:
Model Perilaku Kesehatan (Nico S. Kalangie) |
Kotak 1: Menunjukkan kegiatan manusia yang secara sengaja dilakukan untuk menjaga,
meningkatkan kesehatan & menyembuhkan diri dari penyakit & gangguan kesehatan.
Kegiatan ini berupa tindakan2 preventif, kuratif, promotiv baik yang dilakukan secara
tradisional maupun modern
Kotak 2: Perilaku yang berakibat merugikan atau merusak kesehatan , menyebabkan
kematian, namun secara sadar atau disengaja dilakukan, (merokok, alkolic, workolic)
Kotak 3: Mencakup semua tindakan yang baik secara tidak disadari dapat mengganggu
kesehatan (penggunaan jarum suntik yang berulang, rumah tanpa jamban, memakai alat
tidak steril untuk sunat & potong tali pusar bayi).
Kotak 4: kegiatan yang tidak secara tidak disadari atau disengaja dapat meningkatkan
kesehatan (menimba air di sumur, ke kampus jalan kaki)