Artikel Pendidikan. Pandangan Ilmu Sosial dan
Budaya Lainnya tentang Kesehatan. Selain oleh
sosiologi, masalah kesehatan dipelajari pula oleh berbagai ilmu sosial lain, antara lain antropologi, ekonomi, politik, hukum, sejarah dan psikologi.
Berikut ini akan dipaparkan kajian ilmu-ilmu tersebut dalam menjelaskan
kesehatan.
A. ANTROPOLOGI
MEDIS
Menurut Foster
dan Anderson, antropologi medis adalah: suatu disiplin
biokultural yang mengkaji baik segi biologis maupun sosial-budaya pada perilaku
manusia, dan khususnya pada cara-cara keduanya berinteraksi di sepanjang sejarah manusia untuk mempengaruhi kesehatan dan penyakit (a biocultural
discipline concerned with both the biological and sociocultural aspects of
human behaviour, and particularly with the ways in which the two interacted
throughout human history to influence health and disease. Lihat Helman, 1994:7).

1. Persamaan:
Antropologi Medis dan Sosiologi Medis
Antropologi
mempunyai suatu subdisiplin yang dikenal dengan nama medical anthropology atau
antropologi medis (Solita Sarwono menggunakan istilah antropologi kedokteran). Antropologi medis merupakan suatu bidang ilmu sosial yang sedemikian erat
kaitannya dengan sosiologi medis sehingga oleh Wolinsky (1980) disebut sebagai
first cousin atau saudara sepupunya (mengenai riwayat perkembangan antropologi
medis, lihat Foster dan Anderson, 1986: 113 dan Wolinsky, 1980: 3538). Dalam
hal apa sajakah kedua bidang tersebut berkaitan? Menurut Foster (dalam
Wolinsky, 1980: 35), kedekatan kedua bidang tersebut bersumber pada dua hal:
1. para
sosiolog medis maupun antropologi medis tertarik pada pokok bahasan yang sama, serta
2. para
antropolog medis maupun sosiologi medis teterpa oleh pendidikan formal dan informal yang sama.
Pokok bahasan apa sajakah yang diminati baik oleh antropolog medis maupun sosiologi medis? Dalam penjelasannya terhadap persamaan kedua bidang ini, Foster menyebutkan bahwa mereka sama-sama tertarik, antara lain, pada masalah medis, seperti pendefinisian kesehatan dan penyakit, faktor sosial dan budaya yang menyebabkan terjangkitnya epidemi penyakit, pendidikan tenaga medis, dan hubungan antara pasien dengan tenaga medis (lihat Foster, dalam Wolinsky, 1980: 35). Kalau kita membaca buku-buku Foster dan Anderson: “Medical Anthropology” misalnya, di dalamnya kita akan menjumpai topik yang juga akan kita jumpai pula dalam kajian sosiologi medis, seperti perilaku sakit, rumah sakit, profesi dokter, dan profesi perawat medis.
Baca Juga :Perkembangan Sosial Medis
Persamaan kedua terletak di dalam bidang pengalaman pendidikan. Baik antropolog maupun sosiolog mengalami proses pendidikan dan sosialisasi yang sama, mempunyai teori dan konsep yang sama, serta mengenal dan sering berbagi metodologi satu dengan yang lain (Foster, dalam Wolinsky, 1980: 35). Dalam proses pendidikan dan sosialisasi para antropolog dan sosiolog kita memang dapat melihat bahwa, meskipun antropologi dan sosiologi ditempatkan di organisasi (departemen, jurusan) yang berlainan, namun para mahasiswa antropologi mempelajari pula konsep, teori, dan metodologi sosiologi; sedangkan para mahasiswa sosiologi pun mempelajari konsep, teori dan metodologi antropologi. Dari situs Web berbagai universitas di negara tertentu, seperti Kanada, Selandia Baru, Inggris, Malaysia dan juga sejumlah besar universitas di Amerika Serikat kita bahkan temukan bahwa pendidikan antropologi dan sosiologi sering ditempatkan dalam satu departemen yang sama, yaitu departemen antropologi dan sosiologi (department of anthropology and sociology).
2. Perbedaan: Antropologi Medis dan Sosiologi Medis
Kita telah mengetahui persamaan antara kedua bidang ilmu tersebut. Lalu di manakah letak perbedaan di antara keduanya? Di samping kenyataan bahwa keduanya merupakan cabang dua disiplin ilmu yang berbeda -sosiologi dan antropologi - memang ada beberapa hal khusus yang membedakan keduanya. Foster (dalam Wolinsky, 1980: 36) menyebutkan tiga faktor yang hanya dijumpai pada antropologi medis, yaitu:
a. sesuai dengan pokok perhatian ilmu induknya, yaitu antropologi maka antropologi medis pun merupakan suatu ilmu yang cenderung memusatkan perhatiannya pada institusi dalam masyarakat non-Barat,
b. perkembangan antropologi medis bersumber pada kajian antropologi terhadap kebudayaan dan kepribadian (culture and personality), yang bersemi di tahun 30-an dan 40-an,
c. perkembangan antropologi medis dipengaruhi pula oleh pertumbuhan gerakan kesehatan masyarakat internasional (international public health movement) setelah Perang Dunia II. (Lihat : Perbedaan dan persamaan Antropologi Medis dan Sosiologi Medis Lengkap)
B. EKONOMI KESEHATAN
Masalah kesehatan dapat pula ditinjau dari segi ilmu ekonomi, khususnya dari segi salah satu cabangnya yang bernama ekonomi kesehatan (health economics). Menurut Bagian Farmacoepidemiologi Universitas Groningen:
ekonomi kesehatan adalah suatu subdisiplin ekonomi dan mempelajari alokasi sumberdaya langka pada program-program pelayanan kesehatan alternatif, atau strategi-strategi untuk mempromosikan, mempertahankan, dan memperbaiki kesehatan (health economics is a subdiscipline of economics and studies the allocation of scarce resources among alternative healthcare programs or strategies for the promotion, maintenance and improvement of health)
Baca Juga : Makalah Sosiologi Kesehatan
Baik dalam perekonomian dunia, negara, daerah, komunitas maupun perekonomian rumah tangga kita akan menjumpai keperluan untuk mengalokasikan sumber daya ke bidang kesehatan. Namun, sumber daya yang ada jumlahnya terbatas, sedangkan masyarakat mempunyai bermacam-macam keperluan sehingga terjadi persaingan untuk memperoleh alokasi sumber daya. Bidang kesehatan harus bersaing, misalnya dengan bidang pemenuhan keperluan sandang dan pangan, pendidikan, rekreasi.
Setelah sebagian sumber daya dialokasikan ke bidang kesehatan, masalahnya masih belum selesai. Dalam bidang kesehatan itu sendiri pun dijumpai persaingan untuk memperoleh alokasi sumber daya. Di bidang pemberantasan penyakit menular, misalnya ada persaingan antara pengelola program pengendalian penyakit menular yang berlainan. Bagaimana sumber daya dialokasikan? Alokasi sumber daya yang bagaimanakah yang paling efisien dan yang efektif?
Akses ke pelayanan kesehatan pun tidak merata. Di layar televisi kita sering menyaksikan kasus warga masyarakat berpenghasilan rendah yang mengalami berbagai jenis gangguan kesehatan namun tidak memiliki akses ke pelayanan kesehatan karena tidak mampu dan tidak dilindungi asuransi kesehatan sedangkan warga lain mungkin dapat memperpanjang harapan hidupnya karena mempunyai informasi lengkap dan rinci mengenai keadaan kesehatan mereka melalui konsultasi dengan sejumlah spesialis medis yang ditunjang dengan hasil laboratorium klinis, serta berbagai peralatan medis lain yang canggih dan mutakhir.
C. ILMU HUKUM
Dalam disiplin ilmu hukum dijumpai kajian terhadap hukum kesehatan (health law), yaitu berbagai hukum yang mengatur bidang kesehatan seperti bidang upaya dan pelayanan kesehatan. Di Indonesia, misalnya kita mengenal Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Undang-undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Dokter, serta ketentuan-ketentuan pelaksanaannya dalam berbagai bentuk, seperti peraturan pemerintah, peraturan menteri, keputusan menteri, surat edaran direktur jenderal, dan peraturan daerah.
Bidang hukum merupakan suatu bidang yang erat sangkut-pautnya dengan berbagai masalah kesehatan yang dihadapi warga masyarakat semenjak ia lahir hingga meninggal.
Dalam perjalanan hidup seseorang, kondisi kesehatan fisik maupun mentalnya sering harus dibuktikan dengan suatu dokumen hukum bernama surat keterangan dokter dan di akhir hayat seseorang pun dibuktikan dengan suatu dokumen hukum lain, yaitu surat kematian.
Ketentuan yang mengatur masalah kesehatan kita jumpai di berbagai cabang ilmu hukum. Di bidang hukum pidana, misalnya kita mengenal adanya ancaman pidana bagi pelaku tindakan yang dapat membahayakan kesehatan dan bahkan jiwa manusia, seperti penyalahgunaan narkotika dan zat psikotropika, serta tindakan abortus dan euthanasia. Di bidang hukum perdata kita mengenal adanya berbagai jenis kontrak yang berkenaan dengan masalah kesehatan, seperti kontrak perawatan di rumah sakit, asuransi jiwa dan asuransi kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat oleh instansi negeri maupun swasta mulai dari tingkat nasional sampai ke komunitas terkecil (seperti di Puskesmas, Posyandu) diatur dengan berbagai ketentuan di bidang di bidang hukum tata negara dan hukum administrasi negara. Selain terikat oleh peraturan perundang-undangan dan peraturan di tempat kerja, petugas kesehatan pun sering terikat pada aturan yang dikeluarkan oleh ikatan profesinya, seperti Ikatan Dokter Indonesia.
Dalam pendidikan tinggi hukum seseorang dapat mengikuti pendidikan untuk meraih gelar kesarjanaan di bidang hukum kesehatan dan menempuh berbagai karir di bidang hukum kesehatan, baik sebagai pengacara, birokrat ataupun pengajar dan peneliti. Literatur mengenai hukum kesehatan tersebar melalui berbagai buku serta berbagai jurnal baik di tingkat nasional maupun regional, seperti Journal of Health Law dan European Journal of Health Law.
Sebagaimana halnya dengan bidang kegiatan manusia lainnya maka masalah kesehatan pun mempunyai aspek-aspek yang menarik perhatian ahli ilmu politik. Dalam suatu artikel berjudul “The politics of medicine” A. Daniels (2003) bahkan mengemukakan bahwa “bidang medis dan politik terjalin secara tak terpisahkan” (medicine and politics are inextricably intertwined). Clare Bambra, Debbie Fox dan Alex Scott-Samuel (2005) pun berpendapat bahwa “... kesehatan, dan promosinya, mutlak bersifat politis” (health, and its promotion, are profoundly political).
Kajian ilmuwan ilmu politik serta ilmuwan disiplin ilmu lain terhadap hubungan kesehatan dan politik dapat kita baca dalam berbagai jurnal seperti Journal of Health Politics, Policy and Law, Journal of Public Health, Health Promotion International, QJM: an International Journal of Medicine. Dari berbagai tulisan di dalamnya nampak bahwa, disadari ataupun tidak, penanganan masalah kesehatan selalu ada dimensi politiknya.
Kesalingterkaitan kesehatan dan politik ini terwujud dalam berbagai bentuk. Pemerintah suatu negara, misalnya mungkin dengan sengaja menutupi berjangkitnya wabah suatu penyakit tertentu, seperti cacar, kolera, tifus, disentri, demam berdarah, flu burung atau HIV/AIDS karena pertimbangan politik: untuk melindungi industri pariwisatanya. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di suatu wilayah tertentu oleh suatu partai atau golongan politik menjelang diselenggarakannya pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah mungkin saja ada kaitannya dengan upaya untuk meningkatkan perolehan suara, sebaliknya penerapan suatu kebijakan seperti distribusi kondom untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS dapat batal karena dianggap tidak sesuai dengan ideologi atau kepercayaan yang dianut pejabat atau petugas kesehatan terkait. Pertimbangan politik suatu negara donor yang memberikan bantuan luar negeri di bidang kesehatan dapat menyebabkan lebih diprioritaskannya program penanggulangan suatu penyakit tertentu daripada penyakit lain. Proses pengalokasian dana untuk suatu program pembangunan di bidang kesehatan mungkin saja diwarnai upaya pihak yang terlibat--Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, swasta, LSM--untuk memperjuangkan kepentingan masing-masing dan memperoleh konsesi sebesar mungkin dari pihak lain (misalnya alokasi sumber daya yang lebih besar). Perdebatan mengenai peran NAMRU-2 (satuan penelitian medis Angkatan Laut A.S.) di Indonesia dan isu asuransi kesehatan dalam kampanye para calon presiden Amerika Serikat pun menunjukkan betapa eratnya kesalingterkaitan antara politik dan bidang medis.
E. SEJARAH
Kesehatan ternyata juga merupakan suatu bidang yang memperoleh perhatian cukup besar dari para sejarawan, sebagaimana dapat kita lihat dari banyaknya literatur mengenai sejarah kesehatan (history of health) maupun sejarah medis (history of medicine, medical history) baik yang dimuat dalam buku maupun buletin dan jurnal (termasuk jurnal elektronik). Sebagaimana dapat kita lihat dari judul berbagai jurnal dan buletin sejarah kesehatan yang ada dan nama-nama asosiasi terkait, antara lain yang dihimpun oleh Patricia Gallagher dan Stephen Greenburg dalam History of the Health Sciences World Web Links (lihat http://www.mla-hhss.org/histlink.htm) maka sebagian besar merupakan kajian terhadap sejarah bidang medis Barat meskipun ada pula yang mengkhususkan diri pada kajian terhadap bidang medis lain seperti Asia dan Islam.
Baca Juga : Perkembangan Sosiologi Kesehatan
Ruang lingkupnya pun bervariasi; sebagian besar meliput sejarah seluruh bidang medis, tetapi banyak pula yang mengkhususkan diri pada bidang medis tertentu, seperti sejarah keperawatan, kebidanan, anestesi, psikiatri, farmasi, biologi, dermatologi, neurologi, dan kesehatan masyarakat. Ada pula yang mengkhususkan diri pada bidang medis alternatif, seperti kiroprakti. Selain itu, ada pula sejumlah kajian sejarah terhadap para tokoh yang memberikan kontribusi penting terhadap bidang medis dan kesehatan, seperti Alexander
F. PSIKOLOGI
Psikologi pun mempunyai subdisiplin yang bernama psikologi kesehatan (health psychology), yang oleh Davidoff (1987: 358359) didefinisikan sebagai “sumbangan disiplin psikologi terhadap promosi dan pemeliharaan kesehatan” (the contributions of the disciplines of psychology to the promotion and maintenance of health).
Cabang psikologi ini relatif masih muda. Menurut Davidoff karena psikologi merupakan suatu disiplin ilmu yang mempelajari perilaku maupun proses mental maka masalah kesehatan yang dikaji psikologi dapat terdiri atas perilaku maupun proses mental.
Masalah kesehatan yang terkait erat dengan perilaku, antara lain perilaku berisiko tinggi tertular penyakit tertentu, seperti penyakit menular seksual atau HIV. Perilaku lain yang terkait erat dengan gangguan terhadap kesehatan lain, misalnya kebiasaan-kebiasaan, seperti merokok, minum minuman keras atau makan jenis makanan yang tidak bergizi. Para psikolog berupaya memahami faktor yang mendorong seseorang untuk melibatkan diri dalam perilaku berisiko tinggi. Apabila faktor yang mendorong orang untuk berganti-ganti pasangan seks, minum minuman keras atau merokok secara berkesinambungan telah dapat diidentifikasikan maka para psikolog dapat mempelajari cara-cara untuk mengubah perilaku atau mencegah berkembang-nya perilaku yang membahayakan kesehatan itu.
Salah satu masalah kesehatan mental yang dikaji psikolog ialah kecemasan. Faktor apakah yang mendorong timbulnya kecemasan pada kita?
Bagaimana kita dapat mencegahnya? Bagaimana kita dapat mengatasinya? Berikut ini adalah beberapa contoh mengenai masalah kesehatan yang dikaji para psikolog. Kajian mereka dimuat dalam berbagai jurnal yang terkait dengan psikologi kesehatan, misalnya Health Psychology Review, Psychology, Health and Medicine, British Journal of Health Psychology, dan Psychology and Health.
Di berbagai perguruan tinggi di luar negeri tersedia program pendidikan bachelor, master, dan Doktor psikologi kesehatan bagi mereka yang ingin menjadi psikolog kesehatan.
Kita telah meninjau sejumlah disiplin ilmu di luar sosiologi yang juga mengkaji kesehatan. Mengapa bidang-bidang tersebut dibahas dalam buku ini? Perlu kita ingat bahwa informasi dari berbagai bidang ilmu tersebut membantu meningkatkan pemahaman sosiologis kita mengenai kesehatan.
Sebagaimana telah kita lihat, masalah kesehatan terkait dengan berbagai faktor termasuk di dalamnya faktor sosial dan budaya, seperti hukum, politik, ekonomi, sejarah, dan psikologi. Untuk dapat melakukan kajian sosiologi terhadap epidemi penyakit flu burung (avian influenza) dengan cukup memadai, misalnya kita perlu mengetahui latar belakang sejarah asal-usul dan penyebaran epidemi tersebut, adanya faktor budaya, seperti tradisi pemeliharaan unggas di halaman rumah tanpa dikandangkan, faktor ekonomi, seperti biaya vaksinasi unggas, serta beban ekonomi yang akan diderita pemilik unggas jika Pemerintah menerapkan kebijakan pemusnahan unggas berisiko tinggi, faktor hukum seperti adanya peraturan yang dapat menunjang ataupun menghambat upaya pemberantasan flu burung, faktor politik, seperti ada-tidaknya kemauan politik pemimpin untuk bertindak tegas dalam penegakan hukum kesehatan atau kendala dalam kerja sama luar negeri dalam upaya preventif, kuratif, promotif, dan rehabilitatif.
Pemahaman lebih komprehensif terhadap suatu penyakit diharapkan dapat membantu sosiolog kesehatan untuk lebih memahami faktor-faktor penyebab maupun akibat sosial-budaya penyakit tersebut dan pemahaman tersebut akan lebih memungkinkannya untuk mencari dan menawarkan solusi sosiologis bagi penanggulangannya.
Sumber: Artikel Pendidikan