Alokasi Pupuk Bersubsidi
Kebutuhan pupuk bersubsidi dihitung melalui beberapa tahapan, yaitu berdasarkan usulan kebutuhan teknis di lapangan yang diajukan oleh pemerintah daerah secara berjenjang dari Bupati/Walikota kepada Gubernur dan selanjutnya disampaikan kepada Menteri Pertanian dan didasari pada Program Peningkatan Produksi Pertanian. Usulan kebutuhan pupuk bersubsidi secara buttom up tersebut diproses di tingkat pusat dengan memperhatikan kemampuan daya serap pupuk di masing-masing wilayah selama beberapa tahun terakhir serta anggaran subsidi pupuk yang ditetapkan pemerintah (Rachman, 2009).
Penetapan alokasi pupuk bersubsidi untuk masing-masing provinsi pada umumnya di bawah kebutuhan teknis yang diusulkan daerah karena terbatasnya anggaran subsidi, sehingga dengan jumlah pupuk bersubsidi yang terbatas tersebut, diharapkan agar tetap dapat dimanfaatkan secara optimal dengan memperhatikan azas prioritas, baik terhadap daerah yang dinilai sebagai sentra produksi, maupun terhadap jenis komoditas yang akan diunggulkan oleh daerah (Kementrian Keuangan, 2015).
Di samping itu, diharapkan dapat dilaksanakannya efisiensi penggunaan pupuk bersubsidi melalui penerapan pemupukan berimbang spesifik lokasi dan standar teknis yang dianjurkan disertai dengan penggunaan pupuk organik. Sebagaimana telah tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 40/Permentan/OT.140/4/2007 menjelaskan pemupukan berimbang adalah pemberian pupuk bagi tanaman sesuai dengan status hara tanah dan kebutuhan tanaman untuk mencapai produktivitas yang optimal dan berkelanjutan.
Alokasi pupuk bersubsidi tersebut dirinci menurut Subsektor, Kecamatan, jenis dan jumlah. Selain itu alokasi pupuk bersubsidi harus memperhatikan usulan yang diajukan oleh petani, pekebun, peternak, pembudidaya ikan atau udang berdasarkan RDKK yang disetujui oleh penyuluh pertanian dan kepala desa setempat (Syafaat et al., 2006
Pengadaan, Penyaluran dan Pengawasan Pupuk Bersubsidi
Pengadaan pupuk bersubsidi dilakukan setelah anggaran subsidi untuk pupuk disetujui melalui APBN. Pengadaan pupuk dilaksanakan berdasarkan kebutuhan per provinsi yang dihitung dan ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pertanian setiap tahunnya.
Pertaturan Menteri tersebut berisi tentang kebutuhan dan HET pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian untuk tahun anggaran berjalan. Sedangkan untuk jumlah dan jenis per kabupaten ditetapkan melalui SK Gubernur dan untuk per kecamatan ditetapkan melalui SK Bupati/Wali Kota. Agar program pupuk bersubsidi tepat sasaran maka pupuk bersubsidi ditetapkan sebagai barang dalam pengawasan yang diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2005. Artinya peredaran pupuk bersubsidi berada dalam pengawasan pihak-pihak terkait, dan terdapat sanksi pidana bagi yang melanggarnya. Secara umum, pengadaan dan distribusi pupuk diatur oleh Peraturan Menteri Perdagangan No. 07/M-DAG/PER/2/2009 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian. Sektor pertanian yang dimaksud dalam Peraturan Menteri tersebut adalah sektor yang berkaitan dengan budidaya tanaman pangan, Holtikultura, Perkebunan, Hijauan Pakan Ternak dan Budidaya Ikan atau Udang.
Baca Juga:
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 07/M-DAG/PER/2/2009 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian alur distribusi pupuk dapat dijelaskan sebagai berikut :
Pengawasan terhadap pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dilakukan oleh produsen, penyalur Lini III (distributor), penyalur IV (pengecer resmi) dan Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) daerah berdasarkan prinsip enam tepat. Produsen pupuk bersubsidi wajib melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap penyediaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dari Lini I sampai Lini IV di wilayah tanggungjawabnya. Penyalur Lini III (distributor) wajib melaksanakan pemantauan dan pengawasan terhadap penyediaan, penyimpangan dan penyaluran pupuk bersubsidi dari Lini III sampai dengan Lini IV (pengecer resmi) setempat. (Syafaat et al., 2006).
Kebutuhan pupuk bersubsidi dihitung melalui beberapa tahapan, yaitu berdasarkan usulan kebutuhan teknis di lapangan yang diajukan oleh pemerintah daerah secara berjenjang dari Bupati/Walikota kepada Gubernur dan selanjutnya disampaikan kepada Menteri Pertanian dan didasari pada Program Peningkatan Produksi Pertanian. Usulan kebutuhan pupuk bersubsidi secara buttom up tersebut diproses di tingkat pusat dengan memperhatikan kemampuan daya serap pupuk di masing-masing wilayah selama beberapa tahun terakhir serta anggaran subsidi pupuk yang ditetapkan pemerintah (Rachman, 2009).
Penetapan alokasi pupuk bersubsidi untuk masing-masing provinsi pada umumnya di bawah kebutuhan teknis yang diusulkan daerah karena terbatasnya anggaran subsidi, sehingga dengan jumlah pupuk bersubsidi yang terbatas tersebut, diharapkan agar tetap dapat dimanfaatkan secara optimal dengan memperhatikan azas prioritas, baik terhadap daerah yang dinilai sebagai sentra produksi, maupun terhadap jenis komoditas yang akan diunggulkan oleh daerah (Kementrian Keuangan, 2015).
Di samping itu, diharapkan dapat dilaksanakannya efisiensi penggunaan pupuk bersubsidi melalui penerapan pemupukan berimbang spesifik lokasi dan standar teknis yang dianjurkan disertai dengan penggunaan pupuk organik. Sebagaimana telah tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 40/Permentan/OT.140/4/2007 menjelaskan pemupukan berimbang adalah pemberian pupuk bagi tanaman sesuai dengan status hara tanah dan kebutuhan tanaman untuk mencapai produktivitas yang optimal dan berkelanjutan.
Alokasi pupuk bersubsidi tersebut dirinci menurut Subsektor, Kecamatan, jenis dan jumlah. Selain itu alokasi pupuk bersubsidi harus memperhatikan usulan yang diajukan oleh petani, pekebun, peternak, pembudidaya ikan atau udang berdasarkan RDKK yang disetujui oleh penyuluh pertanian dan kepala desa setempat (Syafaat et al., 2006
Pengadaan, Penyaluran dan Pengawasan Pupuk Bersubsidi
Pengadaan pupuk bersubsidi dilakukan setelah anggaran subsidi untuk pupuk disetujui melalui APBN. Pengadaan pupuk dilaksanakan berdasarkan kebutuhan per provinsi yang dihitung dan ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pertanian setiap tahunnya.
Pertaturan Menteri tersebut berisi tentang kebutuhan dan HET pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian untuk tahun anggaran berjalan. Sedangkan untuk jumlah dan jenis per kabupaten ditetapkan melalui SK Gubernur dan untuk per kecamatan ditetapkan melalui SK Bupati/Wali Kota. Agar program pupuk bersubsidi tepat sasaran maka pupuk bersubsidi ditetapkan sebagai barang dalam pengawasan yang diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2005. Artinya peredaran pupuk bersubsidi berada dalam pengawasan pihak-pihak terkait, dan terdapat sanksi pidana bagi yang melanggarnya. Secara umum, pengadaan dan distribusi pupuk diatur oleh Peraturan Menteri Perdagangan No. 07/M-DAG/PER/2/2009 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian. Sektor pertanian yang dimaksud dalam Peraturan Menteri tersebut adalah sektor yang berkaitan dengan budidaya tanaman pangan, Holtikultura, Perkebunan, Hijauan Pakan Ternak dan Budidaya Ikan atau Udang.
Baca Juga:
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 07/M-DAG/PER/2/2009 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian alur distribusi pupuk dapat dijelaskan sebagai berikut :
- Pupuk diproduksi oleh perusahaan di Lini I, yakni lokasi gudang pupuk di wilayah pabrik dari masing-masing produsen atau di wilayah pelabuhan tujuan untuk pupuk impor. Dari Lini I pupuk dikirim ke lokasi gudang produsen di wilayah Ibu Kota Provinsi dan atau Unit Pengantongan Pupuk (UPP) atau di luar pelabuhan (Lini II).
- Setelah pupuk dikemas dalam kantong maka pupuk dikirim ke lokasi gundang produsen dan atau distributor di wilayah Kabupaten/Kota yang ditunjuk atau ditetapkan oleh produsen (Lini III). Distributor adalah perusahaan perorangan atau badan usaha, baik berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang ditunjuk oleh produsen untuk melakukan pembelian, penyimpanan, penyaluran, dan penjualan pupuk bersubsidi dalam partai besar di wilayah tanggung jawabnya untuk dijual kepada Petani dan atau Kelompoktani melalui pengecer yang ditunjuk.
- Setelah dari distributor pupuk kemudian dijual kepada Petani dan atau Kelompoktani melalui pengecer yang ditunjuk (Lini IV). Pengecer resmi yang selanjutnya disebut pengecer adalah perseorangan, Kelompoktani, dan badan usaha baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang berkedudukan di Kecamatan dan atau Desa yang ditunjuk oleh distributor dengan kegiatan pokok melakukan penjualan Pupuk Bersubsidi di wilayah tanggung jawabnya secara langsung kepada Petani dan atau Kelompoktani.
Pengawasan terhadap pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dilakukan oleh produsen, penyalur Lini III (distributor), penyalur IV (pengecer resmi) dan Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) daerah berdasarkan prinsip enam tepat. Produsen pupuk bersubsidi wajib melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap penyediaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dari Lini I sampai Lini IV di wilayah tanggungjawabnya. Penyalur Lini III (distributor) wajib melaksanakan pemantauan dan pengawasan terhadap penyediaan, penyimpangan dan penyaluran pupuk bersubsidi dari Lini III sampai dengan Lini IV (pengecer resmi) setempat. (Syafaat et al., 2006).