Pengertian Beta Dalam Investasi Saham


Pengertian Beta
Menurut Hartono (2000) beta adalah pengukuran risiko sistematis dari suatu sekuritas atau portofolio relatif terhadap pasar. Beta merupakan suatu pengukuran volalitas suatu sekuritas atau return portofolio terhadap return pasar (Jones:1999 dalam Hartono:2000). Volalitas dapat diartikan sebagai fluktuasi dari return-return suatu sekuritas atau portofolio dalam suatu periode tertentu. Atau dapat diartikan beta berubah kerena adanya perubahan pasar. Beta sekuritas ke-i mengukur volalitas sekuritas ke ireturn pasar.


Beta portofolio mengukur volalitas return portofolio dengan return pasar. Dengan demikian beta merupakan pengukur risiko sistematik (systemetic risk) dari suatu sekuritas atau portofolio relatif terhadap risiko pasar (Hartono:2000). Volalitas dapat diartikan sebagai fluktuasi dari return-return suatu sekuritas atau portofolio akuntansi, maupun data fundamental. Beta historis ini dapat digunakan untuk mengestimasi beta di masa mendatang. Beta hishoris ini dapat dihitung dengan menggunakan data historis berupa data pasar, data akuntansi, maupun data fundamental.

Baca Juga:





Beta pasar dapat dihitung menggunakan data pasar dengan cara mengumpulkan nilai-nilai historis return suatu sekuritas dan return dari pasar selama periode tertentu. Beta akuntansi dapat dihitung dengan menggunakan data akuntansi, seperti laba akuntansi. Beta akuntansi dihitung bersama beta pasar dengan cara mengganti data return dengan laba akuntansi. Beta fundamental dapat dihitung menggunakan variabelvariabel fundamental perusahaan.
Suatu sekuritas yang mempunyai beta saham yang sama dengan 1 (slope = 1), berarti bahwa sekuritas tersebut mempunyai risiko sistematis yang sama dengan portofolio pasar sebagi keseluruhan. Suatu sekuritas yang mempunyai beta lebih besar dari 1 (slope > 1), berarti bahwa sekuritas tersebut mempunyai risiko sistematis yang lebih besar daripada portofolio pasar sebagai keseluruhan.
Pengertian Beta Dalam Investasi Saham. Pengertian Beta. Beta portofolio mengukur volalitas return portofolio dengan return pasar.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Beta

Beta dapat dijelaskan oleh beberapa variabel keuangan perusahaan (Hartono: 2000), yaitu sebagai berikut:
a). Dividend payout
Hartono (2000) memberikan alasan rasional bahwa perusahaan-perusahaan enggan untuk menurunkan deviden. Jika perusahaan memotong deviden, maka akan dianggap sebagai sinyal buruk karena dianggap perusahaan membutuhkan dana. Oleh karena itu perusahaan yang mempunyai risiko tinggi cendrung untuk membayar dividend payout lebih kecil supaya nanti tidak memotong deviden jika laba yang diperoleh turun. Untuk perusahaan berisiko tinggi, probabilitas untuk mengalami laba yang menurun adalah tinggi. Dari hasil pemikiran ini, maka dapat disimpulkan adanya hubungan yang negatif antara risiko dengan dividend payout yaitu risiko tinggi maka devidend payout rendah. Karena beta merupakan pengukuran risiko, maka dapat juga dinyatakan bahwa beta dan dividend payout mempunyai hubungan yang negatif.

b). Asset growth
Variabel asset growth didefinisikan sebagai perubahan tahunan dari aktiva total (Hartono:2000). Suatu perusahaan yang sedang berada dalam tahap pertumbuhan akan membutuhkan dana yang besar. Karena kebutuhan dana makin besar, maka perusahaan akan lebih cederung menahan sebagian besar pendapatannya. Semakin besar pendapatan yang ditahan dalam perusahaan, berarti semakin rendah deviden yang dibayarkan kepada pemegang saham. Rendahnya pembayaran deviden akan menjadikan perusahaan makin kurang menarik bagi investor. Tingkat pertumbuhan yang cepat mengidentifikasikan bahwa perusahaan sedang mengadakan ekspansi. Kegagalan ekspansi akan meningkatkan beban perusahaan, karena harus menutup pengembalian biaya ekpansi. Makin besar risiko kegagalan perusahaan, makin kurang prospektif perusahaaan yang bersangkutan. Prospek perusahaan ini nantinya akan mempengaruhi harapan atau minat investor. Investor akan cenderumg menjual sahamnya. Semakin banyak saham yang dijual maka harganya akan cenderung melemah. Perubahan harga saham berarti perubahan keuntungan saham. Makin besar perubahan keuntungan saham, maka makin besar beta saham perusahaan yang bersangkutan.

c). Asset size
Asset size diukur sebagai logaritma daari aktiva total (Hartono:2000). Variabel ini diprediksikan mempunyai hubungan yang negatif dari risiko. Watts dan Zimmerman (Hartono:2000) mencoba membuktikan hipotesa tentang hubungan ini dengan membentuk teori yang disebut positive accounting theory. Perusahaan yang besar merupakan subyek dari tekanan politik. Perusahaan besar yang melaporkan laba berlebihan akan menarik perhatian politikus dan akan diinvestigasi karena dicurigai melakukan monopili. Watts dan Zimmerman selanjutnya menghipotesiskan bahwa perusahaan besar cenderung menginvestasikan dananya pada proyek yang mempunyai varian rendah dengan beta yang rendah akan menurunkan risiko perusahaan. Dengan demikian akan dihipotesiskan hubungan antara ukuran perusahaan dengan beta adalah negatif.
Total asset yang besar mengindikasikan bahwa perusahaan telah mencapai tahap maturity atau well estabilished. Pada tahap ini cash flow sudah positif, tidak banyak lagi kebutuhan untuk investasi.

Semakin kecil kebutuhan dana untuk investasi, semakin besar keuntungan (deviden) yang dapat dibagikan kepada pemegang saham.
Kondisi ini akan mempengaruhi prospek dari perusahaan. Perusahaan yang mempunyai prospek yang baik dalam jangka waktu yang relative lama akan menyebabakan saham perusahaaan tetap menarik bagi investor, sehingga saham mampu bertahan pada harga yang tinggi secara relatif stabil. Apabila fluktuasi harganya kecil, berarti perubahan return saham yang bersangkutan juga kecil. Makin kecil perubahan return saham, maka makin kecil risiko sismatis perusahaan. Terkait dengan pengertian bahwa risiko sistematis merupakan pengukur risiko, maka semakin kecil risiko yang ditanggung investor.

d). Liquidity
Liquidity diukur sebagai current ratio yaitu aktiva lancar dibagi dengan hutang lancar (Hartono:2000). Liquidity diprediksikan mempunyai hubungan yang negatif dengan beta, yaitu secara rasional diketahui bahwa semakin likuid perusahaan, semakin kecil risikonya. Likuiditas yang tinggi akan memperkecil risiko kegagalan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek kepada kreditur.
Sebaliknya, tingkat likuiditas yang rendah berarti makin kecil total aktiva lancar yang dimiliki perusahaan. Hal ini akan meningkatkan risiko kegagalan perusahaan untuk dapat memenuhi semua kewajiban finansial yang segara harus dipenuhi.

e). Financial leverage
Financial Laverage merupakan rasio untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang (Husnan:1993 dalam Hartono:2000). Jika perusahaan menggunakan hutang semakin banyak, maka semakin besar beban tetap yang berupa bunga dan anggsuran pokok pinjaman yang harus dibayar. Ini akan memperbesar kemungkinan perusahaan menghadapi default akibat kewajiban yang semakin besar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin besar financial leverage, makin tinggi risiko keuangannya.

f). Earning variability
Earning Variability merupakan deviasi standart dari earning price ratio (Hartono:2000). EPR diperoleh dengan membagi keuntungan per lembar saham dengan harga per lembar saham. Semakin tinggi EPR suatu perusahaan, bila harga saham tetap, berarti keuntungan per lembar sahamnya semakin tinggi. Dengan sebaliknya pada EPR yang tinggi, bila keuntungan per lembar sahamnya tetap berarti harga saham semakin kecil. Dengan demikian, semakin tinggi variabilitas keuntungan, risiko yang akan ditanggung oleh pemegang saham juga semakin besar.

g). Accounting beta
Accounting beta merupakan beta yang timbul dari regresi time series laba perusahaan terhadap rata-rata keuntungan semua (sampel) perusahaan (Hartono:2000). Dengan kata lain beta menunjukkan koefisien garis regresi antara keuntungan suatu perusahaan (diukur dengan ROE) dengan keuntungan semua perusahaan. Dalam hal ini, apabila rata-rata tingkat keuntungan semua perusahaan meningkat, mak keuntungan atas perusahaan juga akan meningkat, sebesar koefisien regresinya. Sebaliknya, apabila rata rata tingkat keuntungan semua perusahaan menurun, maka keuntungan suatu perusahaan juga akan mengikutinya. Sehingga semakin besar koefisien regresinya, maka akan semakin besar pengaruhnya terhadap laba suatu perusahaan.