Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Aceh

Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Aceh
Masyarakat Aceh tinggal di Provinsi Aceh. Daerah ini terletak di bagian utara Pulau Sumatra dan merupakan  kawasan  paling  barat  dari  wilayah Nusantara. Secara geografis membentang dari arah barat laut ke tenggara pada posisi 20°- 6° Lintang Utara dan 95°- 98° Bujur Timur. Adapun batas-batasnya sebagai berikut sebelah utara dengan Laut Andaman dan Selat Malaka, sebelah selatan dengan Propinsi Sumatra Utara, sebelah barat dengan Samudra Indonesia dan sebelah timur dengan Selat Malaka dan Propinsi Sumatra Utara. Berdasarkan posisi geografisnya ini, jelas kelihatan bahwa Provinsi Aceh berada di pintu gerbang masuk wilayah Indonesia bagian barat. Dengan demikian, sangat strategis, baik dari segi kemiliteran maupun dari segi perekonomian.

Masyarakat Aceh tinggal di Provinsi Aceh. Daerah ini terletak di bagian utara Pulau Sumatra dan merupakan  kawasan  paling  barat  dari  wilayah Nusantara. Secara geografis membentang dari arah barat laut ke tenggara pada posisi 20°- 6° Lintang Utara dan 95°- 98° Bujur Timur. Adapun batas-batasnya sebagai berikut sebelah utara dengan Laut Andaman dan Selat Malaka, sebelah selatan dengan Propinsi Sumatra Utara, sebelah barat dengan Samudra Indonesia dan sebelah timur dengan Selat Malaka dan Propinsi Sumatra Utara. Berdasarkan posisi geografisnya ini, jelas kelihatan bahwa Provinsi Aceh berada di pintu gerbang masuk wilayah Indonesia bagian barat. Dengan demikian, sangat strategis, baik dari segi kemiliteran maupun dari segi perekonomian
Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Aceh
Luas wilayah Provinsi Aceh adalah 57.365,57 km² atau 2,88 persen dari luas negara Indonesia Republik Indonesia. Secara administratif pemerintahan, luas ini dibagi dalam 20 Daerah Tingkat II, yaitu 16 Kabupaten dan 4 kota. Keenam belas kabupaten itu adalah Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Pidie, Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Aceh Bireun, Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten Aceh Tenggara, Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Nagan Raya, Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Aceh Singkil, Kabupaten Simeulu, Kabupaten Gayo Lues, dan Kabupaten Aceh Selatan. Empat kota adalah Kota Banda Aceh (ibukota Provinsi Aceh), Kota Sabang, Kota Lhokseumawe, dan Kota Langsa. Keseluruhan daerah ini terdiri dari 139 buah Kecamatan yang terbagi dalam 591 buah mukim dan 5.463 buah desa.
Provinsi Aceh adalah awal dari rangkaian Pegunungan Bukit Barisan yang membentang di bagian tengah Pulau Sumatra dari arah barat laut ke tenggara. Di Provinsi Aceh keadaan lereng pegunungan tersebut, sangat bervariasi dari landai sampai curam. Wilayah yang memiliki kelerengan lebih dari 40 persen diperkirakan luasnya mencapai 38,1 persen dari luas wilayah kelerengan antara 15-40 persen sekitar 25,8 persen dari luas wilayah dan kelerengan di bawah 15 persen tercatat seluas 36,1 persen dari luas wilayah Provinsi Aceh. Hamparan dataran rendah yang tidak terlalu luas, terdapat di wilayah pesisir timur, utara dan barat serta di daerah-daerah muara sungai.

Pada bentangan pegunungan Bukit Barisan tersebut, terdapat kurang lebih 39 buah puncak atau gunung. Di bagian utara terdapat Gunung Seulawah Agam (1.806 m). Gunung-gunung lainnya adalah Gunung Peut Sagoe (2.780 m), Gunung Abong-Abong (2.985 m) dan Gunung Lembu (3.044 m) yang terletak di bagian tengah. Sebelah barat, menjulang Gunung Leuser (3.381 m). Gunung ini adalah gunung tertinggi di Propinsi Aceh. Dekat perbatasan dengan Propinsi Sumatera Utara terdapat Gunung Ucap Malu (3.012 m).

Sungai-sungai yang terdapat di Provinsi Aceh dilihat dari sudut muaranya dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu sungai-sungai yang bermuara ke Samudra Indonesia dan sungai-sungai yang bermuara ke Laut Andaman dan Selat Malaka.

Sungai-sungai yang bermuara ke Samudra Indonesia adalah Krueng (sungai) Tuenom, Krueng Woyla, Krueng Suakseumaseh, Krueng Meureubo, Krueng Seunagan, Lawe (sungai) Bulan, Lawe Mas dan Lawe Semplang.

Sungai-sungai yang bermuara ke Laut Andaman dan Selat Malaka adalah Krueng Aceh, Krueng Raya, Krueng Meureudu, Krueng Trenggadeng, Krueng Tiro, Krueng Baro, Krueng Batee, Krueng Peusangan, Krueng Karep, Krueng Gerpa, Krueng Lumut, Krueng Samalanga, Krueng Jeunib, Krueng Peudada, Krueng Jambo Aye, Krueng Arakundo, Krueng Peurlak, Krueng Tamiang dan Krueng Bayeuen.

Selain sungai-sungai tersebut di atas, masih terdapat sejumlah sungai lainnya yang ukurannya lebih pendek. Banyak di antara sungai-sungai ini dapat dilayari sampai 15- 20 km ke pedalaman. Di provinsi ini terdapat dua buah danau yang relatif besar, yaitu Danau Laut Tawar di Takengon dan Danau Aneuk Laot di Kota Sabang. Luas Danau Laut Tawar adalah 660 km². Danau ini terletak di Kabupaten Aceh Tengah pada ketinggian 1.225 m dari permukaan laut. Danau Aneuek Laot memiliki luas sekitar 300 km². Kedua danau tersebut mempunyai potensi ekonomi dan pariwisata yang relatif besar.

Daerah Aceh dikelilingi oleh sejumlah pulau besar dan kecil. Secara keseluruhan ada 119 buah pulau, baik pulau yang dihuni ataupun pulau yang tidak dihuni. Pulau yang relatif besar dan dihuni penduduk adalah Pulau Simeuleu dan Pulau Banyak di sebelah pantai selatan. Pulau Weh, Pulau Breuh dan Pulau Nasi di sebelah pantai barat laut. Selain itu juga terdapat sejumlah sungai lainnya.

Luas perairan Aceh lebih kurang 35.000 km², meliputi perairan laut Samudra Indonesia di sebelah  barat  dan selatan, serta Laut Andaman di sebelah utara. Meskipun Provinsi Aceh memiliki banyak pulau- pulau, yang satu dengan lainnya dipisahkan oleh selat, namun selat yang terutama dan telah mempunyai nama resmi adalah Selat Malaka yang memisahkan Pulau Weh dengan daratan Aceh, Selat Lampuyang, Selat Benggala, dan lain-lain.

Seperti daerah-daerah lainnya di Indonesia, wilayah Provinsi Aceh memiliki pula sejumlah tanjung dan teluk. Tanjung-tanjung yang cukup ternama adalah Tanjung Bateeputih, Tanjung Bau, Tanjung Dewa, Tanjung Jambu Air, Tanjung Kakat, Tanjung Peureulak, Tanjung Peusangan, Tanjung Pidie, Tanjung Raja, dan lain- lain.

Secara makro, keadaan iklim di Provinsi Aceh, tidak banyak berbeda dengan keadaan iklim Indonesia pada umumnya, yaitu iklim tropis basah. Namun, secara makro di Aceh terdapat dua musim yaitu musim barat dan musim timur. Pada musim barat yang berlangsung dari bulan April sampai Oktober, angin berhembus dari arah barat daya yang membawa uap air, dan menjatuhkan hujan terutama di pesisir barat Aceh.

Sebaliknya pada musim angin timur yang berlangsung dari bulan Oktober sampai April, angin berembus dari arah timur (dari arah Laut Andaman, Laut Cina Selatan dan Selat Malaka) yang banyak menurunkan hujan di pesisir timur, dan utara Aceh. Banyaknya curah hujan dan jumlah hari hujan yang terjadi, tidak merata diseluruh daerah. Curah hujan rata- rata sebesar 2.300 mm per tahun dengan jumlah hari hujan sebanyak 123 hari.

Wilayah pantai barat dan selatan, mendapat curah hujan yang relatif lebih tinggi dari wilayah lainnya yaitu antara 2.000 mm-3.000 mm per tahun. Sedangkan wilayah pantai utara dan timur banyaknya curah hujan antara 1.000 mm-2.000 mm per tahun. Hujan maksimum umumnya terjadi pada bulan November dan hujan minimum pada bulan Juli. Suhu udara pada umumnya relatif tidak stabil, terutama pada bulan November dan April. Suhu udara maksimum berkisar antara 30°-33° Celcius dan suhu minimum antara 23°-25° Celcius. Tekanan udara berkisar antara 100-112 UB. Kelembaban nisbi antara 71-85 % dan kecepatan angin antara 0,5-0,7 knot per jam.

Berdasarkan sensus tahun 1930 penduduk Aceh berjumlah 1.003.062 jiwa, dengan tingkat pertumbuhan 3,2 persen per tahun. Pada tahun 1961 penduduk Provinsi Aceh tercatat 1.628.983 jiwa, dengan tingkat pertumbuhan 1,6 persen. Rendahnya tingkat pertumbuhan penduduk selama periode ini, antara lain disebabkan kondisi keamanan di Aceh yang tidak stabil, terutama selama pendudukan Jepang serta terjadinya pergolakan di daerah ini pada permulaan masa kemerdekaan dan pada tahun 1950-an yang terkenal dengan Peristiwa DI- TII. Sensus penduduk 1971 memperlihatkan jumlah penduduk Aceh berjumlah 2.008.595 jiwa dengan tingkat pertumbuhan 2,14 persen per tahun. Selanjutnya pada sensus penduduk Tahun 1980, jumlah ini meningkat menjadi 2.610.926 jiwa, dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 2,93 persen per tahun.

Hasil sensus tahun 1990, tercatat penduduk di Aceh meningkat menjadi 3.415.875 jiwa, terdiri dari penduduk laki- laki 1.717.032 jiwa (50,27 persen) dan penduduk perempuan 1.698.843 jiwa (49,73 persen). Rasio perbandingan antara penduduk laki-laki dan perempuan sex ratio adalah 1,011. Keadaan ini tidak jauh berbeda dengan keadaan sex ratio pada sensus penduduk Tahun 1980, yaitu sebesar 1,085.