Hukum - Dalam hukum acara pidana dikenal adanya beberapa azas di antaranya adalah Azas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan, Azas praduga tak bersalah, Azas oportunitas, Azas pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum, Azas perlakuan yang sama di depan hakim, Azas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan, Azas bantuan hukum, Azas ne bis in idem, Azas hak ingkar, Azas kehadiran terdakwa, Azas ganti rugi dan rehabilitasi dan Azas kepastian jangka waktu penahanan. Untuk lebih jelas simak penjelasan tentang 12 Azas Hukum Acara Pidana di bawah ini.
Azas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan ( Azas Tri Logi Peradilan )
Penjelasan umum KUHAP butir 3 e menyebutkan: Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekwen dalam seluruh tingkat pemeriksaan. Ketentuan tersebut di atas adalah merupakan kutipan pasal 4 ayat 2 UU Pokok Kekuasaan Kehakiman (UU No. 14 Tahun 1970 dirubah dengan UU N0.4 tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman pasal 5 ayat 2. Selanjutnya penjabaran terhadap azas ini dapat kita lihat dalam beberapa ketentuan pasal KUHAP, yaitu antara lain:
a) Pasal 24 ayat 4, 25 ayat 4, 27 ayat 4 dan 28 ayat 4, yang pada dasarnya memuat ketentuan bahwa penahanan yang telah lewat waktu seperti yang telah ditentukan, maka penyidik, penuntut umum dan hakim harus mengeluarkan tersangka atau terdakwa dari tahanan demi hukum.
b) Pasal 50 mengatur tentang hak tersangka/terdakwa untuk segera diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu dimulainya pemeriksaan, dan kemudian segera diajukan ke pengadilan oleh penuntut umum dan selanjutnya oleh pengadilan segera diadili.
c) Pasal 102 ayat 1 menyebutkan bahwa penyelidik yang menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana, wajib segera melakukan tindakan penyelidikan.
Azas Praduga Tak Bersalah Lihat Ketentuan Pasal 8 UU. No 4/2004.
Dalam penjelasan umum butir 3 c KUHAP disebutkan: Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan dimuka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahanya dan memperoleh kekuatan hukum tetap. Dan selanjutnya ketentuan ini dikenal sebagai azas “praduga tak bersalah atau presumption of innocence” dan azas ini telah diatur dalam pasal 8 UU No.4 Tahun 2004, lihat juga pasal 6 UU no 4/2004.
Ketentuan tersebut diatas dalam perundang-undangan pidana khusus terutama undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pasal 17 dan 18 seolah-olah kedudukannya terdesak. Pasal 17 ayat 1 menyebutkan bahwa hakim dapat memperkanankan terdakwa untuk kepentingan pemeriksaan memberikan keterangan tentang pembuktian bahwa ia tidak bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
Azas Oportunitas
Azas oportunitas ini berkaitan dengan tugas dan wewenang Jaksa/Penuntut Umum untuk mengadakn penuntutan atau tidak terhadap suatu perkara pidana. Azas ini dalam Undang-undang tentang Kejaksaan (UU No.16Tahun 2004) diatur melalui pasal 35c. yang menyebutkan bahwa Jaksa Agung dapat mengesampingkan perkara demi kepentingan umum. Dalam penjelasan pasal 35c, yang dimaksud dengan “kepentingan umum” adalah kepentingan Negara atau masyarakat dan bukan untuk kepentingan pribadi. Hal ini sesuai dengan pendapat Soepomo yang mengatakan bahwa baik di negeri Belanda mapun Hindia Belanda, berlaku azas oportunitas dalam tuntutan pidana, artinya penuntut umum berwenang tidak melakukan suatu penuntutan jikalau adanya tuntutan itu dianggap tidak “opportuun”, tidak guna kepentingan masyarakat. (Soepomo, 1981, Hukum Acara Pidana, hal. 137)
Azas Pemeriksaan Pengadilan Terbuka Untuk Umum
Dalam penjelasan umum KUHAP butir 3 i menyebutkan bahwa pemeriksaan (sidang pemeriksaan pengadilan) adalah terbuka untuk umum kecuali dalam hal yang diatur dalam undang-undang. Selanjutnya azas ini dijabarkan dalam pasal 153 ayat 3 dan ayat 4 KUHAP yaitu:
“Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanay anak-anak (ayat 3).”
“Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat 2 dan 3 mengakibatkan batalnya putusan demi hukum (ayat 4).”
Dari ketentuan yang ada ini dapat disebutkan bahwa sidang pada dasarnya dilakukan secara terbuka untuk umum dan dilain pihak dalam hal-hal tertentu khususnya mengenai delik kesusilaan dan atau pelakunya adalah anak-anak, maka sidang dilakukan secara tertutup. Adapun tujuan diadakan sidang terbuka adalah sebagai pencerminan azas demokrasi dibidang pengadilan sehingga jaminan terhadap harkat dan martabat manusia betul-betul terjamin adanya.
Dalam hal putusan yang diambil oleh hakim selalu dinyatakan dalam sidang terbuka untuk umum walaupun perkaranya diperiksa secara tertutup, hal mana secara tegas diatur dalam pasal 20 UU N0 4/ 20040 UU dan pasal 195 KUHAP menyatakan bahwa: Semua putusan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
Azas Perlakuan yang Sama Di Depan Hakim
Penjelasan umum KUHAP butir 3 a dan pasal 5 ayat 1 UU No. 4/2004 menyebutkan “Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.” Asas ini merupakan manivestasi dari Negara hukum, sehingga harus adanya perlakuan yang sama bagi setiap orang didepan hkum. Jadi dengan demikian hal ini berarti member perlindungan yang sama didepan hukum. Hukum acara pidana tidak mengenal adanya peraturan yang meberi perlakuan khusus kepada terdakwa, sehingga pengadilan mengadili menurut hukum dengantidak membeda – bedakan orang. Untuk menjamin peradilan mengadili dengan tidak membeda – bedaka orang, undang – undang menjamin lembaga peradilan agar segaa campur tagan dalam urusan peradilan oleh pihak lain diluar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal sebagaimana disebutkan dalam UUD 1945 beserta perubahannya.
Azas Pemeriksaan Hakim Yang Langsung dan Lisan
Penjelasan umum KUHAP butir 3 a menyebutkan bahwa pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa, artinya pemeriksaan dilakukan secara langsung dan atau tidak dapat dilaksanakan atau dikuasakan pada orang lain seperti dalam perkara perdata. Dan disamping itu juga bahwa pemeriksaan oleh Hakim dilakukan secara lisan, yang dalam kaitan ini dapat dilihat ketentuan yang menyatakan bahwa, “Pada permulaan sidang Hakim Ketua mananyakan kepada terdakwa tentang nama lengkap, tempat lahir, agama dan pekerjaan serta mengingatkan terdakwa supaya memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihat dalam sidang (Pasal 155 ayat 1 KUHAP). Lihat pula ketentuan pasal l8 UU No. 4/2004.
Namun dalam hal perkara tertentu terdapat suatu pengecualian dari azas langsung yaitu dalam pemeriksaan perkara dengan tanpa hadirnya terdakwa (in absensia) dan juga dalam pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan terdakwa dapat mewakilkan dengan menunjuk seseorang kuasa untuk hadir dalam sidang pengadilan.
Azas Bantuan Hukum
Penjelasan umum KUHAP butir 3 f menyebutkan bahwa setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan memperoleh bantuan hukum yang semata mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya. Selanjutnya azas bantuan hukum ini dijabarkan dalam pasal 69 sampai dengan pasal 74 KUHAP, yaitu:
a. Pasal 69 KUHAP menyebutkan: “Penasehat Hukum berhak menghubungi tersangka sejak saat ditangkap/ditahan pada semua tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini. Dari ketentuan tersebut di atas dapat disimpulkan babhwa bantuan hukum dapat diberikan pada setiap tingkat pemeriksaan yaitu sejak saat tersangka ditangkap/ditahan.
b. Pasal 70 KUHAP selanjutnya mengatur tentang tatacara pemberian bantuan hukum yaitu: “Penasehat Hukum dapat mengubungi terangka/terdakwa pada semua tingkat pemeriksaan setiap waktu.
c. Pasal 71 KUHAP menyebutkan “Pembicaraan antara penasehat hukum dan tersangka tidak didengar oleh penyidik dan penuntut umum kecuali pada delik yang menyangkut keamanan Negara.
Dari semua ketentuan yang ada tersebut menunjukkan betapa besar jaminan terhadap harkat dan martabat manusia, sehingga dengan berlakunya KUHAP sekarang ini khususnya mengenai bantuan hukum adalah merupakan hal yang secara fundamental berbeda dengan system HIR terhadulu dimana bantuan hukum itu baru dapat diberikan sejak pemeriksaan di sidang pengadilan. Lihat UU No l8 Tahun 2003, pasal 22 . pasal 37 dan 38 UU No. 4/2004.
Azas Ne bis In Idem
Azas ne bis in idem diatur dalam pasal 76 KUHP yang menyebutkan bahwa orang tidak boleh dituntut sekali lagi lantaran perbuatan (peristiwa) yang baginya telah diputuskan oleh hakim. Atau tiada suatu perkara diajukan untuk kedua kalinya dalam hal yang sama yaitu sama orangnya atau objeknya (dalam perkara tersebut). Azas ne bis in idem ini bertujuan untuk melindungi harkat dan martabat manusia dan juga untuk menjamin adanya kepastian hukum.
Azas Hak Ingkar
Jika dilihat, maka hak ingkar ini apat dilihat dalam UU No 4/ 2004, yakni pasal 29 dan pasal 157 KUHAP. Dalam pasal 29 ditentukan : hak ingkar adalah hak seseorang yang diadili untuk mengajulkan keberatan yang disertai dengan alas an terhadap seorang hakim yang mengadili perkara tersebut.Hak ingkar dapat dilihat dari dua sudut pandang :
a. Hak ingkar / kewajiban untuk mengundurkan diribagi hakim , jika terdapat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau ada hubungan suami /istri sekalipun sudah bercerai. Hal ini juga dapat dilihat dalam pasal 29 ayat 3 dan 4 UU No 4/ 2004dan pasal 157 ayat 1 dan 2 KUHAP.
b. Pasal 168 KUHAP menentukan Hak ingkar / mengundurkan diri sebagai saksi karena adanya hubungan keluarga sedarah atau semendadalam garis lurus keatas atau kebawah sampai derajat ketiga dari terdakwa, saudara terdakea, saaudara ibu/ bapak dan anak – anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga, dan suami atau istri terdakwa sekalipun sudah bercerai ( Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana,,h 17 ).
Azas Kehadiran Terdakwa
Azas ini dapat dilihat dalam ketentuan pasal 154, 176 ayat 2, 196 ayat 1 KUHAP. Dan pasal 18 ayat 1 UU No 4/ 2004. Hai ini diberlakukan terhadap terdakwa yang didakwa melakukan tindak pidana umum seperti yang ditentukan dalam KUHP., maka jaksa diharapkan untuk menghadikan terdakwanya didalam ruang siding pengadilan. Hai ini tidak berlaku terhadap terdakwa yang didakwa melakukan tindak pidana khusus, ditentukan diluar KUHP, seperti Tindak Pidana Korupsi, Tondak Pidana Ekonomi, yang pada intinya menentukan bahwa pemeriksaan perkara ini tetap dapat berjalan tanpa kehadiran terdakwa didalam siding pegadilan( pemeriksaan perkara secara in absenti ). Atau terhadap perkara seperti perkara lalulintas jalan. Perhatikan ketentuan pasal 18 ayat 2 UU No 4/ 2004.
Azas Ganti Rugi dan Rehabilitasi
Azas ganti rugi dan rehabilitasi ini secara lmitatif diatur dalam pasal 9 UU No. 4/ 2004 , pasal 95, 96, dan 97 KUHAP. Ketentuan tsb pada intinya menentukan : jika seseorang ditangkap, ditahan dan dituntut atau diadili tanpa berdasarkan undang – undang atau karena kekeliruan baik mengenai orangnya maupun penerapan hukumnya wajib memperoleh rehabilitasi, apabila pengadilan memutus bebas ( vrijspraak ) atau lepas dari segala tuntutan hukum ( onslag van alle rechtsvelvolging ) sebagaiana dimaksud dalam pasal 95 KUHAP, menentukan : “memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya”.
Azas Jangka Waktu Penahanan
Azas ini secara limitative diatur dalam pasal 24 ayat 1 dan 2 UHAP. Ditingkat penyidikan jangka waktu penahanan paling lama 60 hari ( setelah perpanjangan ), dengan rincian 20 hari untuk kewenangan penyidik dan diperpanjang oeh Penuntut Umum 40 hari. Jangka waktu penahanan oleh Penuntut Umum selama 20 hari, dan dapat diperpanjang oleh ketua Pengadilan Negeri selama 30 hari, dan dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri selama 60 hari ( pasal 26 ayat 1 dan ayat 2 KUHAP. ). Jadi secara total jangka waktu penahanan mulai ditingkat penyidikan sampai Mahkamah Agung, selama 400 hari dengan perincian 200 hari untuk ditingkat penyidikan sampai pemeriksaan disidang pengadilan negeri dan 200 hari ditingkat pemeriksaan banding dan kasasi, Akibat hukum jika hal tersebut dilanggar.
Azas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan ( Azas Tri Logi Peradilan )
Penjelasan umum KUHAP butir 3 e menyebutkan: Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekwen dalam seluruh tingkat pemeriksaan. Ketentuan tersebut di atas adalah merupakan kutipan pasal 4 ayat 2 UU Pokok Kekuasaan Kehakiman (UU No. 14 Tahun 1970 dirubah dengan UU N0.4 tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman pasal 5 ayat 2. Selanjutnya penjabaran terhadap azas ini dapat kita lihat dalam beberapa ketentuan pasal KUHAP, yaitu antara lain:
a) Pasal 24 ayat 4, 25 ayat 4, 27 ayat 4 dan 28 ayat 4, yang pada dasarnya memuat ketentuan bahwa penahanan yang telah lewat waktu seperti yang telah ditentukan, maka penyidik, penuntut umum dan hakim harus mengeluarkan tersangka atau terdakwa dari tahanan demi hukum.
b) Pasal 50 mengatur tentang hak tersangka/terdakwa untuk segera diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu dimulainya pemeriksaan, dan kemudian segera diajukan ke pengadilan oleh penuntut umum dan selanjutnya oleh pengadilan segera diadili.
c) Pasal 102 ayat 1 menyebutkan bahwa penyelidik yang menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana, wajib segera melakukan tindakan penyelidikan.
Azas Praduga Tak Bersalah Lihat Ketentuan Pasal 8 UU. No 4/2004.
Dalam penjelasan umum butir 3 c KUHAP disebutkan: Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan dimuka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahanya dan memperoleh kekuatan hukum tetap. Dan selanjutnya ketentuan ini dikenal sebagai azas “praduga tak bersalah atau presumption of innocence” dan azas ini telah diatur dalam pasal 8 UU No.4 Tahun 2004, lihat juga pasal 6 UU no 4/2004.
Ketentuan tersebut diatas dalam perundang-undangan pidana khusus terutama undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pasal 17 dan 18 seolah-olah kedudukannya terdesak. Pasal 17 ayat 1 menyebutkan bahwa hakim dapat memperkanankan terdakwa untuk kepentingan pemeriksaan memberikan keterangan tentang pembuktian bahwa ia tidak bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
Azas Oportunitas
Azas oportunitas ini berkaitan dengan tugas dan wewenang Jaksa/Penuntut Umum untuk mengadakn penuntutan atau tidak terhadap suatu perkara pidana. Azas ini dalam Undang-undang tentang Kejaksaan (UU No.16Tahun 2004) diatur melalui pasal 35c. yang menyebutkan bahwa Jaksa Agung dapat mengesampingkan perkara demi kepentingan umum. Dalam penjelasan pasal 35c, yang dimaksud dengan “kepentingan umum” adalah kepentingan Negara atau masyarakat dan bukan untuk kepentingan pribadi. Hal ini sesuai dengan pendapat Soepomo yang mengatakan bahwa baik di negeri Belanda mapun Hindia Belanda, berlaku azas oportunitas dalam tuntutan pidana, artinya penuntut umum berwenang tidak melakukan suatu penuntutan jikalau adanya tuntutan itu dianggap tidak “opportuun”, tidak guna kepentingan masyarakat. (Soepomo, 1981, Hukum Acara Pidana, hal. 137)
Azas Pemeriksaan Pengadilan Terbuka Untuk Umum
Dalam penjelasan umum KUHAP butir 3 i menyebutkan bahwa pemeriksaan (sidang pemeriksaan pengadilan) adalah terbuka untuk umum kecuali dalam hal yang diatur dalam undang-undang. Selanjutnya azas ini dijabarkan dalam pasal 153 ayat 3 dan ayat 4 KUHAP yaitu:
“Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanay anak-anak (ayat 3).”
“Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat 2 dan 3 mengakibatkan batalnya putusan demi hukum (ayat 4).”
Dari ketentuan yang ada ini dapat disebutkan bahwa sidang pada dasarnya dilakukan secara terbuka untuk umum dan dilain pihak dalam hal-hal tertentu khususnya mengenai delik kesusilaan dan atau pelakunya adalah anak-anak, maka sidang dilakukan secara tertutup. Adapun tujuan diadakan sidang terbuka adalah sebagai pencerminan azas demokrasi dibidang pengadilan sehingga jaminan terhadap harkat dan martabat manusia betul-betul terjamin adanya.
Dalam hal putusan yang diambil oleh hakim selalu dinyatakan dalam sidang terbuka untuk umum walaupun perkaranya diperiksa secara tertutup, hal mana secara tegas diatur dalam pasal 20 UU N0 4/ 20040 UU dan pasal 195 KUHAP menyatakan bahwa: Semua putusan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
Azas Perlakuan yang Sama Di Depan Hakim
Penjelasan umum KUHAP butir 3 a dan pasal 5 ayat 1 UU No. 4/2004 menyebutkan “Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.” Asas ini merupakan manivestasi dari Negara hukum, sehingga harus adanya perlakuan yang sama bagi setiap orang didepan hkum. Jadi dengan demikian hal ini berarti member perlindungan yang sama didepan hukum. Hukum acara pidana tidak mengenal adanya peraturan yang meberi perlakuan khusus kepada terdakwa, sehingga pengadilan mengadili menurut hukum dengantidak membeda – bedakan orang. Untuk menjamin peradilan mengadili dengan tidak membeda – bedaka orang, undang – undang menjamin lembaga peradilan agar segaa campur tagan dalam urusan peradilan oleh pihak lain diluar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal sebagaimana disebutkan dalam UUD 1945 beserta perubahannya.
Azas Pemeriksaan Hakim Yang Langsung dan Lisan
Penjelasan umum KUHAP butir 3 a menyebutkan bahwa pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa, artinya pemeriksaan dilakukan secara langsung dan atau tidak dapat dilaksanakan atau dikuasakan pada orang lain seperti dalam perkara perdata. Dan disamping itu juga bahwa pemeriksaan oleh Hakim dilakukan secara lisan, yang dalam kaitan ini dapat dilihat ketentuan yang menyatakan bahwa, “Pada permulaan sidang Hakim Ketua mananyakan kepada terdakwa tentang nama lengkap, tempat lahir, agama dan pekerjaan serta mengingatkan terdakwa supaya memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihat dalam sidang (Pasal 155 ayat 1 KUHAP). Lihat pula ketentuan pasal l8 UU No. 4/2004.
Namun dalam hal perkara tertentu terdapat suatu pengecualian dari azas langsung yaitu dalam pemeriksaan perkara dengan tanpa hadirnya terdakwa (in absensia) dan juga dalam pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan terdakwa dapat mewakilkan dengan menunjuk seseorang kuasa untuk hadir dalam sidang pengadilan.
Azas Bantuan Hukum
Penjelasan umum KUHAP butir 3 f menyebutkan bahwa setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan memperoleh bantuan hukum yang semata mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya. Selanjutnya azas bantuan hukum ini dijabarkan dalam pasal 69 sampai dengan pasal 74 KUHAP, yaitu:
a. Pasal 69 KUHAP menyebutkan: “Penasehat Hukum berhak menghubungi tersangka sejak saat ditangkap/ditahan pada semua tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini. Dari ketentuan tersebut di atas dapat disimpulkan babhwa bantuan hukum dapat diberikan pada setiap tingkat pemeriksaan yaitu sejak saat tersangka ditangkap/ditahan.
b. Pasal 70 KUHAP selanjutnya mengatur tentang tatacara pemberian bantuan hukum yaitu: “Penasehat Hukum dapat mengubungi terangka/terdakwa pada semua tingkat pemeriksaan setiap waktu.
c. Pasal 71 KUHAP menyebutkan “Pembicaraan antara penasehat hukum dan tersangka tidak didengar oleh penyidik dan penuntut umum kecuali pada delik yang menyangkut keamanan Negara.
Dari semua ketentuan yang ada tersebut menunjukkan betapa besar jaminan terhadap harkat dan martabat manusia, sehingga dengan berlakunya KUHAP sekarang ini khususnya mengenai bantuan hukum adalah merupakan hal yang secara fundamental berbeda dengan system HIR terhadulu dimana bantuan hukum itu baru dapat diberikan sejak pemeriksaan di sidang pengadilan. Lihat UU No l8 Tahun 2003, pasal 22 . pasal 37 dan 38 UU No. 4/2004.
Azas Ne bis In Idem
Azas ne bis in idem diatur dalam pasal 76 KUHP yang menyebutkan bahwa orang tidak boleh dituntut sekali lagi lantaran perbuatan (peristiwa) yang baginya telah diputuskan oleh hakim. Atau tiada suatu perkara diajukan untuk kedua kalinya dalam hal yang sama yaitu sama orangnya atau objeknya (dalam perkara tersebut). Azas ne bis in idem ini bertujuan untuk melindungi harkat dan martabat manusia dan juga untuk menjamin adanya kepastian hukum.
Azas Hak Ingkar
Jika dilihat, maka hak ingkar ini apat dilihat dalam UU No 4/ 2004, yakni pasal 29 dan pasal 157 KUHAP. Dalam pasal 29 ditentukan : hak ingkar adalah hak seseorang yang diadili untuk mengajulkan keberatan yang disertai dengan alas an terhadap seorang hakim yang mengadili perkara tersebut.Hak ingkar dapat dilihat dari dua sudut pandang :
a. Hak ingkar / kewajiban untuk mengundurkan diribagi hakim , jika terdapat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau ada hubungan suami /istri sekalipun sudah bercerai. Hal ini juga dapat dilihat dalam pasal 29 ayat 3 dan 4 UU No 4/ 2004dan pasal 157 ayat 1 dan 2 KUHAP.
b. Pasal 168 KUHAP menentukan Hak ingkar / mengundurkan diri sebagai saksi karena adanya hubungan keluarga sedarah atau semendadalam garis lurus keatas atau kebawah sampai derajat ketiga dari terdakwa, saudara terdakea, saaudara ibu/ bapak dan anak – anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga, dan suami atau istri terdakwa sekalipun sudah bercerai ( Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana,,h 17 ).
Azas Kehadiran Terdakwa
Azas ini dapat dilihat dalam ketentuan pasal 154, 176 ayat 2, 196 ayat 1 KUHAP. Dan pasal 18 ayat 1 UU No 4/ 2004. Hai ini diberlakukan terhadap terdakwa yang didakwa melakukan tindak pidana umum seperti yang ditentukan dalam KUHP., maka jaksa diharapkan untuk menghadikan terdakwanya didalam ruang siding pengadilan. Hai ini tidak berlaku terhadap terdakwa yang didakwa melakukan tindak pidana khusus, ditentukan diluar KUHP, seperti Tindak Pidana Korupsi, Tondak Pidana Ekonomi, yang pada intinya menentukan bahwa pemeriksaan perkara ini tetap dapat berjalan tanpa kehadiran terdakwa didalam siding pegadilan( pemeriksaan perkara secara in absenti ). Atau terhadap perkara seperti perkara lalulintas jalan. Perhatikan ketentuan pasal 18 ayat 2 UU No 4/ 2004.
Azas Ganti Rugi dan Rehabilitasi
Azas ganti rugi dan rehabilitasi ini secara lmitatif diatur dalam pasal 9 UU No. 4/ 2004 , pasal 95, 96, dan 97 KUHAP. Ketentuan tsb pada intinya menentukan : jika seseorang ditangkap, ditahan dan dituntut atau diadili tanpa berdasarkan undang – undang atau karena kekeliruan baik mengenai orangnya maupun penerapan hukumnya wajib memperoleh rehabilitasi, apabila pengadilan memutus bebas ( vrijspraak ) atau lepas dari segala tuntutan hukum ( onslag van alle rechtsvelvolging ) sebagaiana dimaksud dalam pasal 95 KUHAP, menentukan : “memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya”.
Azas Jangka Waktu Penahanan
Azas ini secara limitative diatur dalam pasal 24 ayat 1 dan 2 UHAP. Ditingkat penyidikan jangka waktu penahanan paling lama 60 hari ( setelah perpanjangan ), dengan rincian 20 hari untuk kewenangan penyidik dan diperpanjang oeh Penuntut Umum 40 hari. Jangka waktu penahanan oleh Penuntut Umum selama 20 hari, dan dapat diperpanjang oleh ketua Pengadilan Negeri selama 30 hari, dan dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri selama 60 hari ( pasal 26 ayat 1 dan ayat 2 KUHAP. ). Jadi secara total jangka waktu penahanan mulai ditingkat penyidikan sampai Mahkamah Agung, selama 400 hari dengan perincian 200 hari untuk ditingkat penyidikan sampai pemeriksaan disidang pengadilan negeri dan 200 hari ditingkat pemeriksaan banding dan kasasi, Akibat hukum jika hal tersebut dilanggar.