Makalah Agama dan Kesehatan

MAKALAH LENGKAPAgama dan kesehatan memiliki beberapa pola hubungan, yaitu:
Saling berlawanan, Saling mendukung, Saling melengkapi, Saling terpisah dan bergerak dalam kewenangannya masing-masing. Untuk mengetahui tentang Hubungan Agama dan Kesehatan akan dibahas dalam Makalah Agama dan Kesehatan.


Agama dan kesehatan memiliki beberapa pola hubungan, yaitu:  Saling berlawanan, Saling mendukung, Saling melengkapi, Saling terpisah dan bergerak dalam kewenangannya masing-masing. Untuk mengetahui tentang Hubungan Agama dan Kesehatan akan dibahas dalam Makalah Agama dan Kesehatan
PENDAHULUAN. Kita tentu setuju bahwa agama sangat penting perannya bagi kehidupan manusia. Saudara bisa membayangkan tidak, kalau seandainya dalam kehidupan ini kita tidak memiliki pedoman atau petunjuk tentang hal yang benar dan yang salah. Bisa-bisa kita akan kembali ke zaman jahiliah seperti dahulu. Dalam menjalani kehidupan, kita sebagai manusia memerlukan pedoman dalam membimbing dan mengarahkan kehidupan agar selalu berada di jalan yang benar, yaitu dengan mengajak kepada kebaikan dan menjauhi kejahatan serta kemungkaran. Pedoman tersebut dinamakan agama, yang diturunkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, tidak lain dan tidak bukan untuk kebaikan kita umat manusia. Dengan agama, manusia dalam kehidupannya memperoleh rambu-rambu yang jelas, bagaimana cara yang sebenarnya untuk dapat menjalin hubungan dengan Tuhannya, hubungan dengan sesama manusia, dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya.

Agama pada hakikatnya bertujuan membina dan mengembangkan kehidupan yang sejahtera di dunia dan di akhirat. Secara universal agama memberi tuntutan kepada manusia melakukan yang baik dan menghindari hal-hal yang dilarang oleh agama termasuk masalah kesehatan. Kita sering mendengar bahwa masyarakat Indonesia dikatakan sebagai masyarakat religious karena setiap warga masyarakat menganut suatu agama atau kepercayaan dan menjalankan ajarannya sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya itu. Sifat yang demikian telah dinyatakan dalam sila pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Semua aktivitas manusia yang berkaitan dengan agama berdasarkan pada getaran jiwa, yang biasa disebut emosi keagamaan atau religious emotion. 
Agama merupakan salah satu prinsip yang harus dimiliki oleh setiap manusia untuk mempercayai Tuhan dalam kehidupan mereka. Tidak hanya itu agama secara individu dapat digunakan untuk menuntun kehidupan manusia dalam mengarungi kehidupannya sehari-hari.

Agama dalam masyarakat berfungsi dan berperan dalam mengatasi persoalan yang terjadi di masyarakat, yang pada umumnya tidak dapat dipecahkan secara empiris karena adanya keterbatasan kemampuan manusia. Oleh sebab itu agama diharapkan berperan dalam kehidupan masyarakat sehingga mereka akan merasa sejahtera, aman, dan stabil.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Kata "agama" berasal dari bahasa Sanskerta, agama yang berarti "tradisi". Kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.

Agama menurut Alwi (2007) adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Tafsir (2000) mengungkapkan bahwa adalah peraturan tentang cara hidup, lahir dan batin. Selanjutnya definisi agama menurut Durkheim (2003) adalah suatu sistem kepercayaan dan praktik yang telah dipersatukan, yang berkaitan dengan hal-hal yang kudus, kepercayaan, dan praktik yang kemudian bersatu menjadi komunitas moral yang tunggal. Menurut Hendropuspito (1983) agama adalah sistem nilai yang mengatur hubungan manusia dan alam semesta yang berkaitan dengan keyakinan. Selanjutnya, Kobong (2008) mengungkapkan bahwa agama adalah sumber hidup manusia dalam relasi tiga dimensi, yaitu relasi dengan Allah SWT sebagai pencipta, dengan sesama manusia dan dengan seluruh ciptaan lainnya (dalam Sunaryo, 2014)
Maka dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai agama sudah ada dalam diri tiap manusia, dan nilai-nilai tersebut sangat mempengaruhi nilai hidup manusianya. Akibatnya, manusia memiliki kesadaran bahwa di luar dirinya ada sesuatu yang lebih tinggi dan lebih suci dari dirinya.

Sebagaimana kita ketahui bersama, manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang paling sempurna dibanding makhluk lain yang ada di muka bumi ini. Akan tetapi, kesempurnaan tersebut masih banyak memiliki keterbatasan dalam berbagai hal, seperti keterbatasan dalam pengetahuan, baik mengenai sesuatu yang konkret maupun yang abstrak atau gaib. Manusia juga memiliki keterbatasan dalam memprediksi apa yang akan terjadi pada dirinya dan orang lain. Karena keterbatasan tersebut manusia memerlukan pedoman dalam membimbing dan mengarahkan kehidupannya agar selalu berada di jalan yang benar. Pedoman tersebut dinamakan agama yang dapat membantu dan memberikan pencerahan spiritual pada dirinya. Manusia membutuhkan agama, tidak hanya kebaikan dirinya dihadapan Tuhan, tetapi juga untuk membantu dirinya dalam menghadapi berbagai persoalan hidup, yang terkadang tidak dapat dipahami dan dipecahkan. Di samping itu, agama juga memberi isyarat kepada manusia bahwa sebenarnya di luar diri manusia ada zat yang lebih sempurna dan lebih dari segalanya sehingga manusia perlu bersandar dan berpasrah diri (tawakal) kepada-Nya melalui perantaraan agama. Manusia perlu bersandar dan berpasrah diri (tawakal) kepada-Nya melalui perantara agama karena agama menjadi tempat untuk mengadu dan berkomunikasi dengan Tuhan. Kepasrahan kepada Tuhan berdasarkan pada ajaran bahwa manusia hanya dapat berusaha, namun Tuhan-lah yang menentukan. Di samping itu dalam kehidupan sosial, agama diperlukan untuk menjadi dasar dalam menata kehidupan, baik ekonomi, politik, sosial, budaya maupun aspek lainnya sehingga kehidupannya tercermin dalam perilaku yang sesuai dengan ajaran agamanya.

Durkhem (dalam Sunaryo, 2014) mengungkapkan bahwa secara garis besar ruang lingkup agama mencakup tiga hal:
1. Hubungan manusia dengan Tuhannya, yang disebut ibadah; tujuan dari ibadah tidak lain untuk mendekatkan diri manusia kepada Tuhannya.
2. Hubungan manusia dengan manusia. Agama memiliki konsep dasar mengenai kekeluargaan dan kemasyarakatan. Konsep dasar tersebut memberikan gambaran mengenai ajaran agama terkait hubungan manusia dengan manusia, atau disebut pula sebagai ajaran kemasyarakatan. Misalnya setiap ajaran agama mengajarkan tolong-menolong terhadap sesama manusia.
3. Hubungan manusia dengan makhluk lainnya atau lingkungannya. Sebagaimana kita ketahui bahwa setiap agama mengajarkan manusia untuk selalu menjaga keharmonisan antara makhluk hidup dengan lingkungan sekitarnya agar manusia dapat melanjutkan kehidupannya.

Menurut Jalaluddin (2007), agama memiliki delapan fungsi penting dalam masyarakat, yaitu:
1. Fungsi Edukatif
Artinya, ajaran agama secara hukum berfungsi menyuruh dan mengajak pada hal-hal yang harus dipatuhi untuk dilaksanakan

2. Fungsi Penyelamat
Berarti bahwa setiap manusia menginginkan keselamatan baik di dunia maupun di akhirat. 

3. Fungsi Perdamaian
Melalui tuntutan agama yang dianutnya, seorang atau sekelompok orang yang bersalah atau berdosa akan mencapai kedamaian batin

4. Fungsi Kontrol Sosial
Dengan menjalankan ajaran agama dengan baik dan benar, kepekaan sosial yang tinggi dari individu akan terbentuk. 

5. Fungsi Pemupuk Rasa Solidaritas
Ajaran agama mengajarkan untuk selalu berusaha memupuk persaudaraan

6. Fungsi Pembaruan
Artinya, ajaran agama dapat mengubah kehidupan individu atau kelompok menjadi kehidupan baru yang lebih baik.

7. Fungsi Kreatif
Fungsi untuk mendorong dan menopang fungsi pembaruan.

8. Fungsi Sublimatif
Fungsi sublimatif disebut juga dengan perubahan emosi.
Baca Selengkapnya : Fungsi Agama dalam Masyarakat

Saudara mahasiswa, saudara tentu tahu bahwa negara Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Di samping itu, ada agama minoritas yang diakui pemerintah, dan hidup berdampingan dengan damai. Sebagai negara yang masyarakatnya beragama, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang religius, bermoral, dan beradab. Namun demikian, apakah predikat tersebut hanya sekadar lapisan luarnya saja yang membungkus keadaan masyarakat kita yang sebenarnya? Bagaimana peran agama, dan mengapa seolah-olah agama tidak berdaya untuk mengendalikan segala kerusakan yang ada di sekitar masyarakat? Atau mungkin ajaran agama telah dimanipulasi untuk menjadi pembenar tindakan yang merusak?

Apabila mengamati kondisi saat ini, lingkungan menjadi semakin tidak nyaman, baik secara jasmaniah maupun rohaniah. Berbagai kerusakan dapat terjadi setiap hari dan terus bertambah banyak, seiring dengan perjalanan waktu. Seperti berita yang dimuat di media sosial dan elektronik, berita kekerasan di berbagai institusi terjadi seperti kekerasan dalam keluarga, penyalahgunaan wewenang dalam institusi pemerintah. Tindakan korupsi juga seolah-olah sudah mengakar dan mendarah daging, baik di institusi pemerintah maupun swasta. Di samping itu remaja sudah biasa melakukan pergaulan bebas, seks bebas, aborsi, tindakan asusila, dan perusakan lingkungan. Dampaknya adalah terjadinya kerusakan moral individu yang kemudian akan menjadi kerusakan moral masyarakat.

Manusia berperan dan berpengaruh dalam masyarakat. Ada empat kelompok peran manusia yang terkait dengan agama, (Sunaryo, 2014) yaitu:

1. Orang yang lari dari ajaran agama
Orang yang lari dari ajaran agama pada dasarnya ia tahu ajaran agama, namun mereka merasa agama hanya mengekang kebebasan individu untuk berekspresi dan tidak membawa keberuntungan. Pada umumnya orang-orang seperti ini tidak lagi menggubris ajaran agama sehingga apabila teks agama digunakan untuk mengajak mengerjakan kebaikan atau meninggalkan kemungkaran, tidak akan lagi mempan. Bahkan, mungkin mereka sudah tidak takut dengan neraka dan tidak tertarik dengan surga. Mereka cenderung mengutamakan akal dalam menimbang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

2. Kelompok yang memahami agama dan menyalahgunakannya untuk kepentingan pribadi atau kelompok
Kelompok ini memahami bahwa ajaran agama menunjukkan dan mengajak manusia pada jalan kebenaran. Apabila petunjuk itu dilaksanakan, manusia akan dapat menjalani hidup dengan penuh ketenangan dan ketenteraman, baik secara individu maupun sosial. Melihat kelompok ini mungkin kita berpikir tentang kelemahan peran agama dalam melarang manusia dari tindakan negatif dan mengarahkan mereka ke arah yang lebih baik. Pada dasarnya agama tidak salah atau lemah, namun manusia yang menyalahgunakan ajaran agama yang mereka pahami. Pemahaman agama lemah dan salah sehingga tidak dapat menjangkau apa yang sebenarnya dikehendaki oleh agama. Bahkan mereka sering tidak menyadari kelemahan itu, dan dengan kepercayaan diri yang tinggi malah menggunakan tameng agama untuk melakukan hal-hal yang sebenarnya dilarang oleh agama dan mereduksi ajaran agama itu sendiri.

Kelompok ini secara kasat mata pandai dan mengerti ajaran agama, namun tindakan mereka tidak mencerminkan ajaran agama yang dia anut. Mereka melakukan tindakan yang meresahkan atau bahkan merugikan dan mendzalimi masyarakat. Meskipun demikian, ia masih merasa benar dengan tindakannya itu dan menilainya dengan dalil atau teks agama. Mereka mengingkari bahwa pada dasarnya agama sama sekali tidak punya kepentingan dalam visi dan misinya dalam kehidupan makhluk di dunia ini, kecuali untuk membuat suatu tatanan demi kebaikan makhluk itu sendiri.

3. Orang yang memahami agama dan menjalankannya untuk memperoleh kesalehan individu
Banyak orang yang memahami dan menjalankan agama, namun hanya untuk dirinya sendiri. Orang yang seperti ini rajin dan konsisten (istiqomah) menjalankan ibadah mahdhah (khusus), seperti shalat, puasa, zakat. Akan tetapi orientasi ibadahnya hanya berorientasi pada keselamatan dirinya sendiri tanpa memedulikan orang lain dan lingkungannya. Secara individu, orang seperti ini memang cukup saleh, namun secara sosial ia belum pantas disebut seorang yang shaleh.

4. Orang yang memahami agama dan mentransformasikannya baik ke dalam kehidupan pribadi maupun sosial bermasyarakat
Orang seperti ini memahami agama sebagai perangkat untuk membentuk keshalehan pribadi dan sekaligus untuk membentuk keshalehan sosial, demi terciptanya masyarakat yang bermoral. Memang, keshalehan spiritual pribadi saja tidak cukup untuk menciptakan masyarakat yang aman, nyaman, tenteram dan adil. Keshalehan pribadi harus ditransformasikan ke dalam kehidupan bermasyarakat dalam bentuk ibadah sosial. Sayangnya kelompok ini hanya sedikit di lingkungan kita sehingga kerusakan moral dan kerusakan lingkungan masih berkembang dan bertambah dengan perjalanan waktu. 

Dalam kehidupan bermasyarakat, agama memegang peranan yang besar dan sangat penting. Keberadaan agama di tengah-tengah masyarakat tidak dapat diabaikan. Agama mengatur tentang bagaimana membentuk masyarakat yang madani. Agama juga yang mampu menciptakan kerukunan dalam kultur masyarakat yang majemuk. Seperti yang kita ketahui tidaklah mudah hidup dalam perbedaan. Setiap perbedaan, terutama perbedaan pendapat yang ada di masyarakat dapat memicu timbulnya perselisihan. Dalam hai inilah, agama berperan penting sebagai penegak hukum dan menjaga agar masyarakat saling menghormati dan tunduk pada hukum yang berlaku.

1. Agama dan kesehatan memiliki beberapa pola hubungan, yaitu:
a. Saling berlawanan
Agama dan kesehatan berpotensi untuk mengalami perbedaan dimana, pada pandangan agama tertentu cara pengobatan yang dilakukan oleh pihak medis melanggar hukum agama, misalnya Islam beranggapan bahwa terapi dengan urine merupakan sesuatu yang najis tetapi dalam dunia medis itu tidak apa-apa.

b. Saling mendukung
Agama dan ilmu pengetahuan juga berpotensi saling mendukung, dimana sebagai contoh pada saat calon jemaah haji akan mendapatkan general check-up supaya perjalanan hajinya dapat berjalan lancar.

c. Saling melengkapi
Yang dimaksud disini ialah adanya peranan agama sebagai pengkoreksi atas praktik kesehatan atau sebaliknya, sebagai contoh dalam Islam kalau berbuka puasa dianjurkan berbuka dengan memakan makanan yang manis-manis, tetapi dalam dunia kesehatan itu bukan sebuah keharusan hanya sebagai pemulihan kondisi tubuh sehingga tidak kaget ketika menerima asupan yang lebih banyak.

d. Saling terpisah dan bergerak dalam kewenangannya masing-masing
agama dan ilmu kesehatan juga berpotensi untuk jalan sendiri-sendiri karena tidak adanya kesesuaian antara konsep agama dan konsep ilmu kesehatan.

2. Aspek kesehatan dalam agama
Dalam mengkaji aspek-aspek kesehatan dalam agama ada 2 hal yang perlu diperhatikan :
a. Ajaran agama secara normatif. Agama memberikan ajaran atau panduan tentang
pentingnya menjaga kesehatan.
b. Ajaran agama yang riil atau tampak dari sisi perilaku nyata ada penganut agama yang tidak memerhatikan aspek kesehatan.
Contoh: Pengaturan pola makan, larangan makanan yang haram, pelanggaran makanan yang berlebihan serta anjuran minum madu adalah contoh lain aspek kesehatan dalam tata aturan makan dalam ajaran agama.

3. Manfaat agama dalam kesehatan
a. Sumber Moral
Agama memiliki fungsi yang strategis untuk menjadi sumber kekuatan moral baik bagi pasien dalam proses penyembuhan maupun tenaga kesehatan. Bagi orang beragama, mereka memegang keyakinan bahwa perlakuan Tuhan sesuai dengan persangkaan manusia kepada-Nya.

b. Sumber Keilmuan
Sejalan dengan agama sebagai sumber moral, agama pun dapat berperan sebagai sumber keilmuan bagi bidang kesehatan. Konseptualisasi dan pengembangan ilmu kesehatan atau kedokteran yang bersumber dari agama, dapat kita sebut kesehatan profetik. Agama pun menjadi sumber informasi untuk pengembangan ilmu kesehatan gizi (nutrisi) atau farmakoterapi herbal. Praktik-praktik keagamaan menjadi bagian dari sumber ilmu dalam mengembangkan terapi kesehatan. Tidak bisa dipungkiri, yoga, meditasi, adalah beberapa ilmu agama yang dikonversikan menjadi bagian dari terapi kesehatan.

c. Amal agama sebagai amal kesehatan
Seiring dengan pemikiran yang dikemukakan sebelumnya, bahwa pola pikir yang dianut dalam wacana ini adalah all for health, yaitu sebuah pemikiran bahwa berbagai hal yang dilakukan individu mulai dari bangun tidur, mandi pagi, makan, kerja, rehat sore hari, sampai tidur lagi, bahkan selama tidur pun memiliki implikasi dan kontribusi nyata terhadap kesehatan.

KESIMPULAN
Agama adalah sumber hidup manusia dalam relasi tiga dimensi, yaitu relasi dengan Allah SWT sebagai pencipta, dengan sesama manusia dan dengan seluruh ciptaan lainnya. Nilai-nilai agama sudah ada dalam diri tiap manusia, dan nilai-nilai tersebut sangat mempengaruhi nilai hidup manusianya. Akibatnya, manusia memiliki kesadaran bahwa di luar dirinya ada sesuatu yang lebih tinggi dan lebih suci dari dirinya.
Agama pada hakikatnya bertujuan membina dan mengembangkan kehidupan yang sejahtera di dunia dan di akhirat, badan sehat sebagai cerminan dari sehat jasmani, hati yang tenang dan damai sebagai cerminan dari sehat rohani.
Manfaat agama dalam kesehatan:
1. Sumber Moral. Agama memiliki fungsi yang strategis untuk menjadi sumber kekuatan moral baik bagi pasien dalam proses penyembuhan maupun tenaga kesehatan. Bagi orang beragama, mereka memegang keyakinan bahwa perlakuan Tuhan sesuai dengan persangkaan manusia kepada-Nya.
2. Sumber Keilmuan. Sejalan dengan agama sebagai sumber moral, agama pun dapat berperan sebagai sumber keilmuan bagi bidang kesehatan. Konseptualisasi dan pengembangan ilmu kesehatan atau kedokteran yang bersumber dari agama, dapat kita sebut kesehatan profetik. Agama pun menjadi sumber informasi untuk pengembangan ilmu kesehatan gizi (nutrisi) atau farmakoterapi herbal. Praktik-praktik keagamaan menjadi bagian dari sumber ilmu dalam mengembangkan terapi kesehatan. Tidak bisa dipungkiri, yoga, meditasi, dan tenaga prana adalah beberapa ilmu agama yang dikonversikan menjadi bagian dari terapi kesehatan.
3. Amal agama sebagai amal kesehatan. Seiring dengan pemikiran yang dikemukakan sebelumnya, bahwa pola pikir yang dianut dalam wacana ini adalah all for health, yaitu sebuah pemikiran bahwa berbagai hal yang dilakukan individu mulai dari bangun tidur, mandi pagi, makan, kerja, rehat sore hari, sampai tidur lagi, bahkan

SUMBER: Artikel Pendidikan