Perkembangan lainnya selain perkembangan fisik motorik adalah perkembangan kognitif atau intelektual. Jerome Bruner (1966) membagi perkembangan kognitif kedalam tiga tahap, yaitu
Robi Case (1996) atau disebut juga teori neo-Piaget menggolongkan perkembangan kognitif siswa menjadi:
Menurut Case, siswa SD berada pada tahap dimensional. Menurut Fischer (2005) perkembangan kognitif dibagi menjadi tiga tahap yaitu:
Menurutnya, siswa SD berada pada tahap perkembangan kognitif representasional. Piaget (1920-1964) membagi tahapan perkembangan kognitif sebagai berikut:
1. Sensorimotor (0-2) tahun
Prestasi intelektual yang dicapai dalam periode ini adalah perkembangan bahasa, hubungan antara objek, kontrol skema, dan pengenalan hubungan sebab akibat.
2. Pra-operasional (2-7) tahun
Pada tahap ini, anak menunjukkan penguasaan simbol yang lebih besar. Perkembangan bahasa bertambah secara dramatis dan permainan imajinatif lebih nampak. Pada tahap ini, anak masih berpikir egosentris, yaitu memandang sesuatu dari dirinya sendiri. Pada tahap ini juga, anak masih menggunakan intuisi dan tidak dengan logika dalam menyelesaikan masalah.
3. Operasional konkret (7-12) tahun
Perilaku kognitif yang nampak pada periode ini adalah kemampuan dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika meskipun masih terikat dengan objek-objek yang bersifat konkret. Pada tahap ini, hukum konservasi dikuasai yaitu konservasi kuantitas, materi, panjang. luas, berat, dan volume.
4. Operasional formal (12 tahun ke atas)
Periode ini ditandai dengan kemampuan untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal yang tidak terikat lagi oleh objek-objek yang bersifat konkret. Perilaku kognitif yang nampak pada periode ini adalah kemampuan berpikir hipotetik deduktif, kemampuan mengembangkan suatu kemungkinan berdasarkan dua atau lebih kemungkinan yang ada, kemampuan menarik generalisasi dan inferensi dari berbagai kategori objek yang beragam.
Menurut Piaget, siswa SD dengan usia 7 – 12 tahun berada pada tahap perkembangan kognitif operasional konkretdengan karakteristik mampu berpikir logis mengenai objek dan kejadian meskipun masih terikat objek-objek yang bersifat konkret, menguasai konservasi jumlah dan berat, dan mengklasifikasikan objek menurut beberapa tanda dan menyusunnya dalam suatu seri atau mengelompokkannya berdasarkan satu dimensi seperti ukuran. Pada tahap ini, siswa berpikir secara operasional dan penalaran logis menggantikan penalaran intuitif meskipun masih bersifat konkret, mampu menggolongkan benda berdasarkan cirinya, namun belum mampu memecahkan masalah yang bersifat abstrak, sehingga guru harus melakukan hal-hal ebagai berikut:
- Tahap enaktif yang merupakan masa dimana anak berusaha memahami lingkungannya,
- Tahap ikonik yang merupakan masa dimana anak melakukan kegiatan berdasarkan pada pikiran internal yang disajikan melalui serangkaian gambar atau grafik yang merupakan gambaran dari objek yang dimanipulasinya,
- Tahap simbolik yang merupakan masa dimana anak telah mampu memiliki ide atau gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuan dalam bahasa dan logika.
Robi Case (1996) atau disebut juga teori neo-Piaget menggolongkan perkembangan kognitif siswa menjadi:
- Sensorik motorik pada usia 0-1,5 tahun,
- Interrelasional pada usia 1,5-5 tahun,
- Dimensional pada usia 5-11 tahun, dan
- Vektorial pada usia 11-19 tahun.
Menurut Case, siswa SD berada pada tahap dimensional. Menurut Fischer (2005) perkembangan kognitif dibagi menjadi tiga tahap yaitu:
- Sensorik motorik pada usia 3 bulan-2 tahun,
- Representasi pada usia 2-12 tahun, dan
- Abstrak pada usia 12-26 tahun.
Menurutnya, siswa SD berada pada tahap perkembangan kognitif representasional. Piaget (1920-1964) membagi tahapan perkembangan kognitif sebagai berikut:
1. Sensorimotor (0-2) tahun
Prestasi intelektual yang dicapai dalam periode ini adalah perkembangan bahasa, hubungan antara objek, kontrol skema, dan pengenalan hubungan sebab akibat.
2. Pra-operasional (2-7) tahun
Pada tahap ini, anak menunjukkan penguasaan simbol yang lebih besar. Perkembangan bahasa bertambah secara dramatis dan permainan imajinatif lebih nampak. Pada tahap ini, anak masih berpikir egosentris, yaitu memandang sesuatu dari dirinya sendiri. Pada tahap ini juga, anak masih menggunakan intuisi dan tidak dengan logika dalam menyelesaikan masalah.
3. Operasional konkret (7-12) tahun
Perilaku kognitif yang nampak pada periode ini adalah kemampuan dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika meskipun masih terikat dengan objek-objek yang bersifat konkret. Pada tahap ini, hukum konservasi dikuasai yaitu konservasi kuantitas, materi, panjang. luas, berat, dan volume.
4. Operasional formal (12 tahun ke atas)
Periode ini ditandai dengan kemampuan untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal yang tidak terikat lagi oleh objek-objek yang bersifat konkret. Perilaku kognitif yang nampak pada periode ini adalah kemampuan berpikir hipotetik deduktif, kemampuan mengembangkan suatu kemungkinan berdasarkan dua atau lebih kemungkinan yang ada, kemampuan menarik generalisasi dan inferensi dari berbagai kategori objek yang beragam.
Menurut Piaget, siswa SD dengan usia 7 – 12 tahun berada pada tahap perkembangan kognitif operasional konkretdengan karakteristik mampu berpikir logis mengenai objek dan kejadian meskipun masih terikat objek-objek yang bersifat konkret, menguasai konservasi jumlah dan berat, dan mengklasifikasikan objek menurut beberapa tanda dan menyusunnya dalam suatu seri atau mengelompokkannya berdasarkan satu dimensi seperti ukuran. Pada tahap ini, siswa berpikir secara operasional dan penalaran logis menggantikan penalaran intuitif meskipun masih bersifat konkret, mampu menggolongkan benda berdasarkan cirinya, namun belum mampu memecahkan masalah yang bersifat abstrak, sehingga guru harus melakukan hal-hal ebagai berikut:
- Mengidentifikasi kemampuan intelektual siswa, sehingga memahami perbedaan individual siswa dalam kemampuan intelektual.
- Memahami tingkat perkembangan kognitif siswa.
- Menciptakan iklim belajar yang kondusif atau sesuai bagi perkembangan intelektual dan kognitif siswa secara optimal.
- Merancang pembelajaran sesuai dengan keragaman kecerdasan dan tingkat perkembangan berpikir siswa menggunakan pendekatan konstruktivisme, merancang situasi belajar berbasis aktivitas, menjadikan ruang kelas menjadi ruang eksplorasi dan penemuan, membelajarkan siswa dengan memperhatikan pengetahuan awalnya.
- Melibatkan siswa dalam tugas operasional membaca, menulis, berhitung dengan menggunakan benda-benda konkret dan disesuaikan dengan pengalaman hidupnya.
- Membuat aktivitas untuk berlatih mengurutkan.
- Mengajak siswa untuk bekerja kelompok dan berdiskusi.
- Melaksanakan pembelajaran menggunakan alat bantu visual dan alat peraga
- Menerima siswa apa adanya dan berempati kepada siswa yang memiliki kemampuan intelektual kurang memadai.
- Merancang pembelajaran yang dapat memancing rasa ingin tahu siswa untuk bertanya.
- Memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk memperoleh pengalaman keberhasilan sebesar apapun dalam pembelajaran untuk pembentukan konsep diri yang positif dan memiliki sikap positif tehadap pelajaran.
- Memberikan pertanyaan kepada siswa yang sesuai dengan kemampuan intelektualnya.