Di era modern sekarang ini kita dihadapkan pada sebuah tantangan yang tidak ringan berupa perubahan dalam semua lini dan aspek kehidupan. Pada era teknologi informasi saat ini, angka-angka perubahan tidak lagi dapat dihitung secara geometrik. Sebaliknya, untuk bisa mendeteksi laju perubahan, kita membutuhkan perangkat aritmatika supercanggih.
MAKALAH PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP AGAMA
MAKALAH PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP AGAMA
Pengertian dan Ruang lingkup Agama yaitu:
1. Pengertian Agama
2. Macam-macam Agama Di dunia
3. Sumber Tiap-tiap Agama
4. Agama dan Kenabian
5. Fitrah Manusia terhadap Agama
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era modern sekarang ini kita
dihadapkan pada sebuah tantangan yang tidak ringan berupa “perubahan” dalam
semua lini dan aspek kehidupan. Pada era teknologi informasi saat ini,
angka-angka perubahan tidak lagi dapat dihitung secara geometrik. Sebaliknya,
untuk bisa mendeteksi laju perubahan, kita membutuhkan perangkat aritmatika [1]
supercanggih.
Sebagai dampaknya, laju informasi dan
sistem komunikasi tidak saja sulit disaring, apalagi dibendung, tetapi juga
mengaburkan nilai-nilai kemanusiaan dalam pranata kehidupan umat beragama
sehari-hari. Dalam kondisi seperti ini, posisi agama sering menjadi ajang
perdebatan. Apakah ajaran agama mesti tunduk mengikui irama perubahan yang
niscaya, atau sebaliknya, setiap perubahan mesti memiliki acuan berupa nilai
agama?[2]
Dalam studi keagamaan sering dibedakan
antara kata religion dengan kata religiosity. Kata yang pertama, religion,
yang biasa dialihbahasakan menjadi “agama”, pada mulanya lebih berkonotasi
sebagai kata kerja yang mencerminkan sikap keberagamaan atau keshalehan hidup
berdasarkan nilai-nilai ketuhanan. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya, religion
bergeser menjadi semacam “kata benda”; ia menjadi himpunan doktrin, ajaran
serta hukum-hukum yang telah baku yang diyakini sebagai kodifikasi perintah
Tuhan untuk manusia. Proses pembakuan ini berlangsung, antara lain melalui
proses sistematisasi nilai dan semangat agama, sehingga agama hadir sebagai
himpunan sabda Tuhan yang terhimpun dalam kitab suci dan literatur keagamaan
karya ulama.
Sedangkan religiositas [3]
lebih mengarah pada kualitas penghayatan dan sikap hidup seseorang berdasarkan
nilai-nilai keagamaan yang diyakininya. Istilah yang tepat bukan religiositas,
tatapi spiritualitas. Spiritualitas lebih menekankan substansi
nilai-nilai luhur keagamaan dan cenderung memalingkan diri dari formalisme
keagamaan. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui agama bukan hanya pada
dataran eksoterik[4],
melainkan juga pada dataran esoteris [5].
Kebenaran dapat diperoleh dari dua sisi, yaitu kebenaran
flosofis dan kebenaran sosiologis. Secara filosofis, kebenaran yang sebenarnya
adalah satu, tunggal dan tidak majemuk, yakni sesuai dengan relitas. Tetapi,
pencapaian kebenaran pada setiap orang berbeda. Dalam konteks agama, semua agama
ingin mencapai realitas tertinggi (the ultimate reality).
Sisi kedua adalah sisi sosiologis. Ditinjau dari segi
sosiologis, proses dan pencapaian dan penerjemahan realitas tertinggi membuat
klaim tentang kebenaran menjadi berbeda. Padahal, perbedaan yang terjadi secara
hakiki bukan terletak pada realita tertinggi. Disinilah mulai timbul konflik
kebenaran, baik ekstra-agama maupun intra-agama. [6]
1.2.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk mengetahui tentang Pengertian dan Ruang lingkup Agama yaitu:
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk mengetahui tentang Pengertian dan Ruang lingkup Agama yaitu:
- Pengertian Agama
- Macam-macam Agama Di dunia
- Sumber Tiap-tiap Agama
- Agama dan Kenabian
- Fitrah Manusia terhadap Agama
BAB
II
PEMBAHASAN
Sesuai
dengan asal muasal katanya (sansekerta: agama,igama, dan ugama) maka makna
agama dapat diutarakan sebagai berikut: agama artinya peraturan, tata cara,
upacara hubungan manusia dengan raja; igama artinya peraturan, tata cara,
upacara hubungan dengan dewa-dewa; ugama artinya peraturan, tata cara, hubungan
antar manusia; yang merupakan perubahan arti pergi menjadi jalan yang juga
terdapat dalam pengertian agama lainnya.
Bagi
orang Eropa, religion hanyalah mengatur hubungan tetap
(vertikal) anatar manusia dengan Tuhan saja. Menurut ajaran Islam,
istilah din yang tercantum dalam Al-Qur’an mengandung
pengertian hubungan manusia dengan Tuhan (vertikal) dan hubungan manusia dengan
manusia dalam masyarakat termasuk dirinya sendiri, dan alam lingkungan hidupnya
(horisontal).
"… Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk
kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah kuridhai Islam
itu jadi agama(din) bagimu …" (QS 5:3)
"Mereka diliputi kehinaan di mana saja
mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali
(perjanjian) dengan manusia …" (QS 3:112)
Persamaan
istilah agama tidak dapat dijadikan alasan untuk menyebutkan bahwa semua agama
adalah sama, karena adanya perbedaan makna atas istilah agama tersebut, yang
berbeda atas sistem, ruang lingkupnya, dan klasifikasinya. Karena
agama merupakan kepentingan mutlak setiap orang dan setiap orang terlibat
dengan agama yang dipeluknya maka tidaklah mudah untuk membuat suatu defenisi
yang mencakup semua agama, namun secara umum dapat didefenisikan sebagai
berikut: agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yang dinyatakan dengan
mengadakan hubungan dengan-Nya melalui upacara, penyembahan dan permohonan, dan
membentuk sikap hidup manusia menurut atau berdasarkan ajaran agama itu.
2.1 Pengertian Agama
Agama mempunyai arti luas dan berbeda untuk orang yang
berbeda pula tapi satu makna. Agama menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah sistem
yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang
Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan
manusia serta lingkungannya. Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta āgamayang
berarti "tradisi"[7].
Sedangkan dari bahasa
Latin religi dan
berakar pada kata
kerjare-ligare yang
berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang
mengikat dirinya kepada Tuhan.
Menurut
Drs. Sidi Gazalba, agama itu hubungan manusia Yang Maha Suci yang dinyatakan
dalam bentuk suci pula dan sikap hidup berdasarkan doktrin tertentu.
Sementara
menurutA.S. Hornby, E.V Gatenby dan Wakefield, agama itu kepercayaan kepada
adanya kekuasan mengatur yang bersifat luar biasa, yang pencipta dan pengendali
dunia, serta yang telah memberikan kodrat ruhani kepada manusia yang
berkelanjutan sampai sesudah manusia mati.
Dengan
demikian diperoleh keterangan yang jelas, bahwa Agama itu penghambaan manusia
kepada Tuhannya. Dalam pengertian agama terdapat 3 unsur, ialah Manusia,
Penghambaan dan Tuhan. Maka suatu paham atau ajaran yang mengandung ketiga
unsur pokok pengertian tersebut dapat disebut Agama.
Definisi
ini diharapkan tidak terlalu sempit atau terlalu longgar tetapi dapat dikenakan
kepada agama-agama yang selama ini dikenal melalui penyebutan nama-nama agama
itu. Agama merupakan suatu lembaga atau institusi penting yang mengatur
kehidupan rohani manusia. Untuk itu terhadap apa yang dikenal sebagai
agama-agama itu perlu dicari titik persamaannya dan titik perbedaannya.[8]
2.2
Macam-macam Agama Di dunia
Agama
merupakan penghambaan manusia kepada Tuhannya. Dalam pengertian agama terdapat
3 unsur, ialah manusia, penghambaan dan Tuhan. Maka suatu paham atau ajaran
yang mengandung ketiga unsur pokok pengertian tersebut dapat disebut agama.
Lebih luasnya lagi, agama juga bisa diartikan sebagai jalan hidup.
Di
Indonesia, beragama dilindungi oleh undang-undang dan setiap agama
memiliki lembaga yang mengatur dan menjamin kehidupan beragama di Indonesia,
seperti: Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia
(PGI), Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Parisada Hindu Dharma Indonesia
(PHDI), Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi), dan Majelis Tinggi Agama
Khonghucu Indonesia (Matakin), merupakan lembaga agama yang resmi di tingkat
nasional. Di samping keenam lembaga agama tersebut, masih terdapat berbagai
lembaga agama, baik tingkat nasional maupun daerah.[9]
Menurut
sumber wikipedia, terdapat 19 jenis agama yang dianut oleh banyak manusia di
muka bumi ini, yaitu : Kekristenan Islam Non-Adherent
(Sekular/Ateis/Tidak Beragama/Agnostik) Hinduisme Buddhisme
Kepercayaan tradisional (di Afrika, Amerika, Asia) Kepercayaan
tradisional Tionghoa Sikhisme Yudaisme (agama Yahudi)
Jainisme Baha'i Shinto Cao Dai Spiritisme
Tenrikyo Neo-Paganisme Gerakan Rastafari Unitarian
Universalisme Zoroastrianisme (Majusi)
Adapun
10 Agama terbesar di dunia menurut jumlah penganutnya, adalah sebagai berikut :
1.
Agama Islam
2. Agama Kristen
3. Agama Agnostic
4. Agama Hindu
5. Agama Buddha
6. Agama Indigenous/Agama Adat.
7. Agama Chinese
traditional
8. Agama Shinto
9. Agama Sikh
10. Agama Yahudi[10]
2.3 Sumber Tiap-tiap Agama
Agama wahyu(agama Allah) itu disebut Islam, yang
diturunkan kepada nabi terakhir, Muhammad SAW dan rasul-rasul sebelumnya.
Adapun agama yang diturunkan kepada rasul-rasul sebelumnya. Adapun agama yang
diturunkan kepada rasul-rasul sebelum Muhammad SAW telah mengalami
perubahan-perubahan. Karena itulah Nabi Muhammad SAW diutus Allah dengan
membawa Alquran untuk meluruskan dan sekaligus menyempurnakan agama yang
diturunkan rasul sebelumnya sesuai dengan pernyataan Alquran Surat
An-Nissa'(4):46;
Sesuai dengan keterangan terdahulu, agama budaya bersumberkan hasil, pikiran, perasaan, dan atau pengalaman batin manusia secara kumulatif. Oleh karena itu kebenarannya pun terbatas bagi kelompok, ruang, dan waktu tertentu. Makin berkembang suatu masyarakat maka makin menurun tingkat referensi dan kegunaan agama tersebut.[11]
Sesuai dengan keterangan terdahulu, agama budaya bersumberkan hasil, pikiran, perasaan, dan atau pengalaman batin manusia secara kumulatif. Oleh karena itu kebenarannya pun terbatas bagi kelompok, ruang, dan waktu tertentu. Makin berkembang suatu masyarakat maka makin menurun tingkat referensi dan kegunaan agama tersebut.[11]
2.4 Agama dan Kenabian
Secara etimologi nabi berasal dari kata
na-baartinya di tinggikan, atau dari kata na-ba artinya berita. Dalam hal ini
seorang Nabi adalah seorang yang ditinggikan derajatnya oleh Allah SWT, dengan
memberinya berita (wahyu). Sedangkan kenabian itu artinya penunjukan atau
pemilihan Allah, terhadap salah seorang dari hambanya-Nya dengan memberinya
wahyu. sedangkan arti temologis Nabi aadalah manusia biasa yang mendapatkan
keistimewaan menerima wahyu dari Allah Swt. Di aatara para abi ada yang di amanatkan
unutuk menyampaiakn wahyu yang diteriumanya, kepada umat manusia. Nabi yang
demikian itu di sebut Rasul.[12]
Dalam
agama islam beriman kepada para Rasul dan para Nabi adalah salah satu
dari rukun iman. Al Qur’an surah al-Baqarah(2:77) mengatakan:
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah
timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu
ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab,
nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan
orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan
shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia
berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam
peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah
orang-orang yang bertakwa.”(Q.S Al Baqarah:77).
2.5 Fitrah
Manusia Terhadap Agama
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah;
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Q.S. Ar-Rum: 30)
Ayat di atas menjelaskan tentang keadaan fitrah
manusia yang selalu condong untuk beragama, atau condong manusia itu bertuhan.
Pada ayat di atas, kata faaqim wajhaka (hadapkanlah wajahmu), yang
dimaksud adalah perintah untuk mempertahankan dan meningkatkan upaya menghadapkan diri kepada Allah, secara
sempurna karena selama ini kaum muslimin apalagi Nabi Muhammad e yang telah
menghadapkan wajah kepada tuntunan Agama-Nya, dari perintah yang tersirat di atas, tersirat juga perintah
untuk tidak menghiraukan gangguan kaum musyrikin.[13]
Kata fitrah terambil dari kata fathara yang
berarti mencipta. Sementara pakar menambahkan fitrah adalah “mencipta sesuatu
pertama kali / tanpa ada contoh sebelumnya”. Dengan demikian kata tersebut
dapat juga dipahami dengan denganasal kejadian, atau bawaan sejak
lahir.
Thahir Ibn Asyur dalam uraiannya tentang fitrah,
mengutip terlebih dahulu pendapat pakar tafsir Ibn Athiyyah yang memahami
fitrah sebagai “keadaan atau kondisi penciptaan yang terdapat dalam diri
manusia yang menjadikannya berpotensi melalui fitrah itu, mampu membedakan
ciptaan-ciptaan Allah serta mengenal tuhan dan syari’atnya. Fitah Menurut Ibn Asyur adalah unsur-unsur dan sistem yang Allah anugerahkan kepada setiap
makhluk. Fitrah manusia adalah apa yang diciptakan Allah dalam diri manusia
yang terdiri dari jasad dan akal (serta jiwa).
Ibnu Manzhur, seorang pakar Bahasa Arab, menyebutkan kata fitrah berarti
sesuatu pengetahuan tentang Tuhan yang diciptakan oleh Allah bagi manusia. Ia
berasal dari kata fathara yang berarti penciptaan awal yang belum ada
contoh sebelumnya. Di antaranya firman Allah dalam surat Fathir ayat 1
menyebutkan الْحَمْدُ
لِلَّهِ فَاطِرِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ(segala puji bagi Allah sebagai pencipta lagit dan bumi). Ibnu
‘Abbas menyebutkan bahwa ia tidak mengetahui makna fathir al-samawati wa
al-ardhi sampai pada suatu hari melihat dua orang arab bertengkar tentang
kepemilikan sumur. Salah seorang dari mereka menyebutkan ana fathartuha (saya
yang pertama membuatnya).
Sejalan dengan pendapat di atas, Al-Raghib al-Ashfahaniy—seorang pakar dan
penyusun kamus bahasa al-Qur’an—juga menyebutkan bahwa fitrah adalah
pengetahuan keimanan yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Dalam surat
al-Zukhruf ayat 87 disebutkan وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ(dan jika
engkau tanyakan kepada mereka siapa yang menciptakan mereka, maka mereka akan
menjawab Allah)
Agaknya ungkapan dua pakar Bahasa
Arab di atas sejalan dengan ungkapan hadis yang disampaikan oleh Abu Hurairah
sebagaimana dikutip al-Suyuthi:
Artinya: Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim, Ibn Munzhir, Ibn Hatim dan Ibn Mardawaih dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: “Tidak satupun bayi yang terlahir kedunia ini kecuali atas dasar fitrah. Lalu kedua orang tuanya yang menjadikannya menganut agama yahudi, nashrani atau majusi. Seperti halnya binatang yang lahir sempurna. Apakah kamu menemukan ada anggota badannya yang terpotong, kecuali jika kamu yang memotongnya?.” Kemudian Abu Hurairah berkata: bacalah fitrhatallahi (ayat 30 surat al-Rum).
Melalui ayat ini Allah menegaskan bahwa adanya fitrah keagamaan yang perlu dipertahankan oleh manusia. Bukankah awal ayat ini merupakan perintah untuk mempertahankan dan meningkatkan apa yang selama ini telah dilakukan oleh Rasul Saw., yakni menghadapkan wajah ke agama yang benar? Bukankah itu yang dinamai oleh ayat ini sebagai fitrah? Bukankah itu yang ditunjukkanya sebagai agama yang benar? Jika demikian, ayat ini berbicara tentang fitrah keagamaan.
Ayat di atas mempersamakan antara fitrah dengan agama
yang benar, sebagaimana dipahami dari lanjutan ayat yang menyatakan “itulah
agama yang lurus”. Jika pernyataan ini dikaitkan dengan pernyataan
sebelumnya bahwa Alllah yang telah menciptakan manusia atas fitrah
itu, ini berarti bahwa agama yang benar atau agama Islam adalah agama yang
sesuai dengan fitrah itu.
Sebagai bukti bahwa adanya fitrah beragama atau fitrah
ketauhidan yang diberikan kepada manusia adalah dengan adanya kesaksian manusia
pada saat sebelum ia dilahirkan ke atas bumi ini. Kesaksian itu adalah
menyatakan bahwa Allah sebagai rabb (Tuhan).[14]
MAKALAH PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP AGAMA |
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Agama itu
penghambaan manusia kepada Tuhannya. Dalam pengertian agama terdapat 3 unsur,
ialah Manusia, Penghambaan dan Tuhan.Dan jauh sebelum tersiarnya agama
Islam,dunia berada dalam kegelapan dan merebaknya tahayul dan khufarat yang
merusa kkehidupan ruhaiyah dan keagaamaan manusia pada umumnya. Maka muncul
berbagai macam kepercayaan agar dapat memenuhi kebutuhan rohani manusia,
Keberagaman ini
hanya memiliki satu tujuan yaitu membawa umatnya kekebahagiaan di dunia maupun
di akhirat nanti.
Namun demikian,
diketahui bahwa diantara agama-agama tersebut terdapat segi-segi perbedaan yang
secara sepesifik dimiliki oleh masing-masing. Segi-segi perbedaan yang spesifik
tersebut terdapat pada ajaran yang bersifat teologis-normatif. Yaitu ajaran
yang diyakini sebagai yang benar, tanpa memerlukan dalil-dalil yang harus
memperkuatnya. Ajaran tersebut dianggap sebagai yang ideal dan harus
dilaksanakan. Ajaran-ajaran yang demikian itu berkaitan dengan keyakinan (teologis)
dan ritualistik, yakni perbadatan. Terhadap ajaran-ajaran yang demikian itu,
masing-masing agama dianjurkan harus menghargai dan menghormatinya.
3.2 Saran
Kami sebagai penulis apabila dalam penulisan dan penyusunan ini terdapat
kekurangan dan kelebihan maka kritik dan saran dari pembaca dan pembimbing kami
harapkan sehingga dalam pembuatan makalah yang selanjutnya lebih baik dari yang
sebelumnya kami hanyalah manusia biasa yang tidak lepas dari kesalahan sehingga
tanpa dukungan dan saran pembimbing sangat jauh bagi kami untuk mencapai
kesempurnaan
DAFTAR
PUSTAKA
Muhammad. Abû al-Fadhl Jamâl al-Dîn bin Mukarram
bin Manzhûr al-Afrîqî al-Mishrî, 1990, Lisân al-‘Arab,Beirut: Dâr
Shâdir, Format PDF.
al-Ashfahâniy. Al-Râghib, Mufradât Alfâz al-Qur`ân, Maktabah
Syamilah
al-Qurthubiy, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur`ân, (naskah
di-tahqîq oleh Hisyâm Syamîr al-Bukhâriy), maktabah Syamilah
Najati.Muhammad Ustman, 1993, Jiwa dalam Pandangan
Para Filosof Muslim, Bandung: Pustaka Hidayah, Cet I
FOOTNOTE
[1] arit·me·ti·ka /aritmétika/ n pengkajian bilangan bulat positif melalui penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian, serta pemakaian hasilnya dl kehidupan sehari-hari. KBBI
[2] Dr. H. Abu Yasid, LL.M., Islam Akomodatif (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2004), cet. 1, hal 1
[3] re·li·gi·o·si·tas /réligiositas/ n pengabdian thd agama; kesalehan. KBBI
[4] ek·so·te·rik /éksotérik/ n pengetahuan yg boleh diketahui atau dimengerti oleh siapa saja. KBBI
[5] eso·te·ris /ésotéris/ a bersifat khusus (rahasia, terbatas). KBBI
[6] Drs. Atang Abd. Hakim, Metodologi Studi Islam (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), cet. 11, hal 3-4
[7] Kamus Besar Bahasa Indonesia
[8] http://vetysiputih.blogspot.co.id/2013/06/makalah-klasifikasi-agama.html
[9] Fungsi dan Peran Kelembagaan dalam Mengelola Keragaman Sosial Budaya untuk Pembangunan Nasional
[10]http://kisahimuslim.blogspot.co.id/2015/01/ada-berapa-banyak-agama-didunia-ini.html
[11] http://yusufrahmatullah.blogspot.co.id/2015/06/sumber-tiap-tiap-agama.html
[12] Muhammad AliAsh-Shabuni, Membela nabi, (Jakarta: Gema Insani Press, 1992)halm.27
[13] Muhammad. Abû al-Fadhl Jamâl al-Dîn bin Mukarram bin Manzhûr al-Afrîqî al-Mishrî, 1990, Lisân al-‘Arab,Beirut: Dâr Shâdir, Format PDF.
[14] al-Ashfahâniy.Al-Râghib, Mufradât Alfâz al-Qur`ân, Maktabah Syamilah al-Qurthubiy, al-Jâmi’ li Ahkâmal-Qur`ân, (naskah di-tahqîq oleh Hisyâm Syamîr al-Bukhâriy),maktabah Syamilah
FOOTNOTE
[1] arit·me·ti·ka /aritmétika/ n pengkajian bilangan bulat positif melalui penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian, serta pemakaian hasilnya dl kehidupan sehari-hari. KBBI
[2] Dr. H. Abu Yasid, LL.M., Islam Akomodatif (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2004), cet. 1, hal 1
[3] re·li·gi·o·si·tas /réligiositas/ n pengabdian thd agama; kesalehan. KBBI
[4] ek·so·te·rik /éksotérik/ n pengetahuan yg boleh diketahui atau dimengerti oleh siapa saja. KBBI
[5] eso·te·ris /ésotéris/ a bersifat khusus (rahasia, terbatas). KBBI
[6] Drs. Atang Abd. Hakim, Metodologi Studi Islam (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), cet. 11, hal 3-4
[7] Kamus Besar Bahasa Indonesia
[8] http://vetysiputih.blogspot.co.id/2013/06/makalah-klasifikasi-agama.html
[9] Fungsi dan Peran Kelembagaan dalam Mengelola Keragaman Sosial Budaya untuk Pembangunan Nasional
[10]http://kisahimuslim.blogspot.co.id/2015/01/ada-berapa-banyak-agama-didunia-ini.html
[11] http://yusufrahmatullah.blogspot.co.id/2015/06/sumber-tiap-tiap-agama.html
[12] Muhammad AliAsh-Shabuni, Membela nabi, (Jakarta: Gema Insani Press, 1992)halm.27
[13] Muhammad. Abû al-Fadhl Jamâl al-Dîn bin Mukarram bin Manzhûr al-Afrîqî al-Mishrî, 1990, Lisân al-‘Arab,Beirut: Dâr Shâdir, Format PDF.
[14] al-Ashfahâniy.Al-Râghib, Mufradât Alfâz al-Qur`ân, Maktabah Syamilah al-Qurthubiy, al-Jâmi’ li Ahkâmal-Qur`ân, (naskah di-tahqîq oleh Hisyâm Syamîr al-Bukhâriy),maktabah Syamilah