Makalah Sejarah Perkembangan Supervisi Pendidikan. Proses pendidikan di
dunia ini sudah lama berlangsung. Sebenarnya pendidikan itu sudah ada sejak
manusia itu ada. Pada zaman Yunani kuno sistem pendidikan yang sifatnya
sistematis seperti sekarang belum ada, yang ada ialah pendidikan yang bersifat
individual.
Nampaknya inisiatif untuk belajar timbul dari individu-individu yang ingin
mengetahui sesuatu. Satu-satunya materi yang dibutuhkan untuk dipelajari
adalah pelajaran untuk menulis ini yang terjadi sekitar 500 tahun sebelum
masehi. Kemudian pada tahun 400 sampai 350 tahun sebelum Masehi materi
pelajaran di tambah dengan belajar membaca.
Jadi yang dipelajari pada waktu itu adalah membaca dan menulis Baca Selengkapnya....
Download Makalah Sejarah Perkembangan Supervisi Pendidikan pdf
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hakikatnya, pendidikan merupakan upaya membangun budaya dan peradaban
bangsa. Oleh karena itu, UUD 1945 secara tegas mengamanatkan bahwa setiap
warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia.
Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi
manusia menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah
sangat serius menangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem pendidikan
yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan
mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Pendidikan adalah salah satu unsur paling penting dalam kehidupan manusia.
Pendidikan merupakan proses pendewasaan diri manusia itu sendiri serta
selain itu pendidikan juga merupakan proses pembentukan pribadi dan karakter
manusia.
Kemudian, pada satu fokus yang lebih khusus yaitu pendidikan
formal, manusia diberikan dasar-dasar pengetahuan sebagai pegangan dalam
menjalani hidup dan menghadapi kenyataan hidup dimana didalam pendidikan
formal dalam hal ini adalah sekolah menjadi suatu jenjang yang mungkin
memang sudah selayaknya dilalui dalam proses kehidupan manusia. Kemudian
dalam pendidikan sekolah itu, manusia juga selain melatih kedewasaan juga
mengasah intelektualitasnya dan kompetensinya dalam tanggung jawab dan
kesadaran.
B. Tujuan Makalah
1. Menjelaskan sejarah perkembangan Supervisi pada abad 18 dan 19
2. Menjelaskan perkembangan Supervisi pada zaman sekarang.
3. Menjelaskan perkembangan Supervisi pada masa mendatang.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah perkembangan Supervisi pada abad 18 dan 19 ?
2. Bagaimana perkembangan Supervisi pada zaman sekarang ?
3. Bagaimana prospek perkembangan Supervisi pada masa mendatang ?
BAB II PEMBAHASAN
A. Supervisi pada masa-masa awal
Proses pendidikan di dunia ini sudah lama berlangsung. Sebenarnya
pendidikan itu sudah ada sejak manusia itu ada. Pada zaman Yunani kuno
sistem pendidikan yang sifatnya sistematis seperti sekarang belum ada, yang
ada ialah pendidikan yang bersifat individual. Nampaknya inisiatif untuk
belajar timbul dari individu-individu yang ingin mengetahui sesuatu.
Satu-satunya materi yang dibutuhkan untuk dipelajari adalah pelajaran untuk
menulis ini yang terjadi sekitar 500 tahun sebelum masehi. Kemudian pada
tahun 400 sampai 350 tahun sebelum Masehi materi pelajaran di tambah dengan
belajar membaca. Jadi yang dipelajari pada waktu itu adalah membaca dan
menulis. yang mengajar bukanlah guru-guru, melaikan tutor, yang menuntut
keterampilan untuk melatih para siswa untuk menulis dan membaca.
Pendidikan mendapat perhatian yang sangat penting ialah pada zaman Sparta.
Pemerintah pada waktu itu sudah menyadari akan pentingnya pendidikan bagi
kemajuan bangsa dan negara. Pendidikan bertugas mengembangkan,
mempertahankan, dan melindungi Negara. Menyadari akan pentingnya pendidikan
timbullah supervisor yang disebut Paidonomous. Guru dan tutor tidak ada.
Yang melatih para siswa ialah para supervisor itu dengan hak kontrol yang
absolut.
Pada zaman Athena pendidikan lebih maju dan lebih dihargai dari pada
zaman-zaman sebelumnya. Perhatian dicurahkan pada pengembangan profesi dan
spesialis. Terjadilah pertemuan-pertemuan guru dengan siswa untuk
mendiskusikan sesuatu, pemikiran-pemikiran filsafat pun muncul. Ahli-ahli
pikir yang terkenal pada zaman itu ialah Socrates, Plato, dan Aristoteles.
Kerajaan Romawi mewarisi kebudayaan Yunani yakni kesenian, ilmu, dan
pendidikan maju dengan pesat. Sekitar tahun 140 sebelum Masehi didirikan
sekolah Grammar yang mempelajari bahasa latin. Grammar dipandang mampu atau
sebagai alat yang ampuh untuk meningkatkan daya pikir dan logika para siswa.
Begitu pula pada zaman ini perbaikan-perbaikan pengajaran dan kurikulum
sudah dimulai.
Pada zaman pertengahan disamping sekolah Grammar dan Sekolah Catechimus
(agama) didirikan pula Sekolah Membaca dan menulis tingkat dasar. Nampaknya
ada usaha dari pemerintah untuk memperluas kesempatan belajar bagi
masyarakat umum. Pada zaman ini supervisi diberikan kepada sekolah-sekolah
sebagai lembaga pendidikan dan guru-guru sebagai pelaksanaan pendidikan. Ada
dua macam supervisi pada zaman pertengahan, yaitu supervisi dari pihak
negara dan supervisi dari pihak agama. Supervisi dari pihak negara bertujuan
membina sekolah beserta aktivitas-aktivitasnya agar sejalan dengan keinginan
dan garis yang di berikan oleh negara. Sedangkan supervisi dari pihak agama
yang bertugas dari kalangan agama berkewajiban membina atau mengawasi materi
pendidikan agama dan moral. Kedua macam supervisi ini tidak banyak
memperhatikan kualitas pengajaran dan kondisi pendidikan.
Supervisi pendidikan pada zaman revolusi kaum protestan sekitar tahun 1600
mempunyai tujuan tersendiri sesuai dengan kondisi pada waktu itu. Para
Supervisor diberi tugas oleh para pengelolah pendidikan untuk membantu
mencetak ahli-ahli yang sanggup mengadakan pertentangan suci kepada para
filosuf dan ahli teologi Katolik.
Sejalan dengan perkembangan supervisi pendidikan di Negara-negara Eropa, di
Amerika Serikat pun mengalami perkembangannya yang lamban. Pada abad-17
mula-mula banyak pengusaha kota yang menolak kehadiran supervisor. Rupanya
sekolah-sekolah tidak mau dicampuri oleh orang luar, mereka takut kalau
otoritasnya berkurang, tetapi kemudian kapala-kepala sekolah itu mau
menerima mereka dengan catatan nama supervisor diganti dengan guru super.
Dengan nama baru ini mungkin dimaksudkan agar guru-guru super ini tetap
berada di bawah hirarki kepala sekolah. Perkembangan selanjutnya ialah hanya
kepala-kepala sekolah yang sudah senior/professional saja yang diberi
tanggung jawab untuk melaksanakan supervisi. Tetapi dengan besarnya
pendirian sekolah-sekolah baru pada abad ke-19, para supervisor dan kepala
sekolah yang senior/professional ini tidak dapat melakukan tugas terhadap
begitu banyak sekolah. Akhirnya supervisi diserahkan kepada kepala-kepala
sekolah namun tugas utama mereka tetap mengurusi ketatausahaan dan menegakan
disiplin, sedangkan supervisi adalah sebagai tugas terakhir.
B. Supervisi pada abad ke-18
Supervisi pada abad ke-18 dilakukan oleh panitia kantor atau panitia
sekolah atau anggota-anggota badan pendidikan. Mereka ini diangkat karena
kemahiran-kemahiranya akan metode-metode mengajar. Pada waktu-waktu tertentu
mereka datang berkunjung ke sekolah untuk melihat guru-guru mengajar. Mereka
melakukan inspeksi ke sekolah-sekolah, karena itu muncul istilah inspektur
bagi mereka. Tugas mereka adalah untuk megetahui sampai di mana kepandaian
guru-guru itu mengajar, bukan memperbaiki kekeliruan-kekeliruan yang dibuat
oleh para guru.
Namun para supervisor ini hanya merupakan alat pencatat saja bagi
kepentingan atasannya, mereka hanya menulis apakah guru-guru itu sudah
bekerja dengan benar atau masih salah. Hal itu mudah dikerjakan sebab apa
yang patut dilakukan guru sudah ditentukan sejak awal. Setiap sekolah sudah
mempunyai aturan-aturan dan standar yang harus dilakukan. Tugas supervisor
adalah mengontrol sekolah apakah sekolah itu sudah melaksanakan aturan dan
standar itu atau belum. Bila ternyata guru melakukan kekeliruan, supervisor
hanya mengeritik dan menegur saja, tidak menunjukan bagaimana memperbaiki
diri. Nampaknya kreatif guru juga kurang dihargai dan diperhatikan.
Kontrol pendidikan seperti ini juga dirasakan di Indonesia di abad itu.
para guru umumnya merasa takut bila didatangi supervisor yang lebih dikenal
sebagai kontroler. Mereka sering datang tiba-tiba, dengan tidak
memberitahukan terlebih dahulu. Mereka yang sebagian besar terdiri dari
penjajah bangsa Belanda secara penampilan sudah menakutkan. Kontrol seperti
ini dapat membuat sekolah berdisiplin tinggi, tetapi kreativitas guru-guru
atau sekolah cenderung mati. Yang melakukan supervisi di Amerika Serikat
ialah kebanyakan orang-orang yang menjadi anggota organisasi pendidikan atau
orang-orang yang cinta akan pendidikan, mereka itu terdiri dari para
pendeta, pengawas sekolah, para wali siswa, orang-orang pilihan, warga
negara tertentu dan anggota panitia. Tugas mereka melakukan inspeksi ke
sekolah-sekolah dengan perhatian utama ditujukan kepada efektivitas
pengajaran yaitu: menulis, membaca dan menghitung. Sebagai pecinta
pendidikan bukan ahli mendidik, mereka diragukan apakah dapat memperbaiki
pengajaran atau tidak.
C. Supervisi pada abad ke-19
Pada abad ke-19 kedudukan Pengawas sekolah sudah meningkat. Mereka secara
resmi dikatakan supervisor sekolah. mereka pada umumnya adalah para pegawai
kantor pengawas pendidikan yang di Indonesia dapat disamakan dengan Kantor
Perwakilan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, baik di tingkat Provinsi,
Kabupaten maupun Kecamatan. Hal ini disebabkan karena mereka kini sudah
berkembang menjadi orang-orang professional. Dengan demikian supervisi pada
abad ke-19 sudah bersifat professional.
Tugas para supervisor pada abad ini tidak lagi hanya mengontrol dan
mencatat kesalahan guru, tidak lagi bersifat otokrasi, melainkan
berangsur-angsur memperhatikan individualitas guru, kewajiban supervisor
semakin meluas. Kini tugas mereka adalah memperbaiki proses pendidikan,
menunjukkan kepada guru bagaimana mengajar dengan baik, membimbing guru
serta memberikan kesempatan mengeluarkan pendapat dan berdiskusi. Guru-guru
yang memiliki kemampuan kurang dan guru-guru yang baru selesai study dibantu
lewat penataran.
Dalam hal ini supervisor bertindak sebagai penyelenggara, sedangkan menatar
dilakukan oleh orang-orang yang lebih ahli (spesialis-spesialis). Sifat
penataran sebagian besar ditekankan kepada memberikan contoh-contoh nyata
sebagai guru dengan aktivitas-aktivitasnya yang baik (Lucio, 1979, 4-5).
Para penatar akan dicontoh kepribadiannya, cara membawa diri dalam proses
belajar mengajar, caranya mengajar, membimbing para siswa, menilai dan
sebagainya.
Supervisi pada abad ke-19 sudah dipandang penting bagi kemajuan pengajaran.
Oleh sebab itu supervisor lebih diatas tingkatannya dari kepalah sekolah.
Kedudukan supervisor lebih ditonjolkan karena kewajibannya dipandang lebih
utama dari pada kewajiban kepala sekolah yaitu memperbaiki, mempertahankan,
dan mengawasi proses pendidikan. Namu demikian keduanya baik supervisor
ataupun kepala sekolah melaksanakan fungsi supervisi. Tetapi supervisi dari
kepala sekolah tidak begitu lancar disebabkan oleh tugas-tugas ketatausahaan
sekolah. Pada abad ini supervisor-supervisor spesialis sudah mulai
dikembangkan seperti ahli dalam bidang kurikulum, ahli dalam administrasi,
ahli dalam keuangan dan sebagainya. Teknik-teknik supervisi juga mulai
dikembangkan dan ditingkatkan, termasuk teknik pembinaan guru yang bersifat
manusiawi.
D. Supervisi Ilmiah
Revolusi teknologi dan revolusi industri yang terjadi pada abad 18 dan 19
membuat perubahan pada dunia produksi, perdagangan, manajemen, dan juga di
dunia pendidikan. Pada tahun 1911 Fredrick Tylor yang di pandang sebagai
bapak manajemen ilmiah menerbitkan buku yang berjudul “Principle Of
Scientific Management” (Robins, 1982 hal.36) prinsip-prinsip manajemen
tersebut adalah:
(1) Setiap elemen kerja para petugas harus dilakukan secara
ilmiah
(2) Seleksi dan latihan petugas harus dilakukan secara ilmiah,
(3) Kerja sama manajemen dengan pekerja mengikuti metode ilmiah
(4) Ada kesamaan antara manajer dan pekerja.
Dari prinsip-prinsip tersebut dapat dipahami bahwa manajemen ilmiah
menghendaki tiap pekerja mengerjakan sesuatu yag sudah ditentukan dengan
jelas dan dengan cara yang sudah dipahami secara jelas pula. Sejalan dengan
prinsip manajemen ilmiah tersebut di atas Max Weber mengembangkan struktur
organisasi yang dia sebut birokrasi dengan ciri-ciri sebagai berikut (hoy,
1987 hal. 52):
(1) Spesialisasi
(2) Orientasi Imperonal
(3) Hirarki Otoritas,
(4) Peraturan-peraturan
(5) Orientasi prestasi kerja.
E. Supervisi Manusiawi
Pada tahun 1920 banyak protes diajukan terhadap metode dan kurikulum yang
diberikan secara otoriter dari para administrator sekolah. Mereka tidak
setuju kalau semua prinsip pendidikan ditentukan sendiri oleh pimpinan.
Hasil studi Hawthrone (Hoy 1979 hal.9) menunjukan sosial para pekerja
(guru-guru) yang baik akan meningkatkan keakraban kerja.
Kelompok ini akan
membentuk struktur sosial yang informal dengan norma, nilai dan
kesensitivannya yang semuanya memberi efek kepada perfomannya. Para penganut
aliran ini tidak setuju memperalat guru untuk mencapai maksud atasan. Mereka
percaya bahwa kepala sekolah, supervisor dan guru-guru bersama mempunyai
kemauan dan bertanggungjawab terhadap pengembangan pendidikan. Guru-guru
perlu dihormat. Dan hubungan baik secara vertical maupun secara horizontal
di sekolah perlu dikembangkan.
Dengan demikian diharapkan guru-guru akan lebih berprestasi dan akan
berdampak positif bagi peserta didik. Tugas supervisor bukanlah mencari
undang-undang atau peraturan yang akan dilaksanakan di sekolah serta
mengontrol guru agar menepati undang-undang itu. Tugas supervisor bukan
menginspeksi guru-guru, melainkan membimbing mereka.
Supervisi adalah suatu
proses pengembangan kompetensi guru secara maksimum sesuai dengan tingkat
kemampuannya, sehingga mencapai tingkat efisiensi kerja yang lebih tinggi.
Mereka didorong untuk berkembang, mereka dimotivasi untuk berinisiatif,
mereka diajak berpartisipasi menentukan kebijakan sekolah. Pandangan,
pendapat dan pikiran mereka dimanfaatkan. Dengan demikian tugas supervisor
adalah menciptakan iklim sekolah yang santai dan memperluas partisipasi
dikalangan personalia sekolah (Lucio 1979 hal.11), disamping itu juga tugas
memperbaiki staf pengajar. Yang dimaksud dengan iklim sekolah yang santai
adalah suatu iklim yang tidak tegang akibat kontrol yang ketat untuk
melaksanakan aturan-aturan sekolah secara tepat, melainkan suatu bentuk
hubungan kerja sama yang fleksibel, dapat berdisiplin bila suasana
membutuhkan dan tidak formal bila dikehendaki.
F. Supervisi pada zaman sekarang
Supervisi ini mempunyai ciri-ciri dinamis dan demokratis yang merefleksikan
vitalitas pemahaman kepemimpinan yang berbobot (Neagly, 1980 hal.1). Lebih
jauh karakteristik supervisi modern dikatakan sebagai berikut.
Pertama, menciptakan dan mempertahankan antar hubungan yang memuaskan diantara
semua anggota staf. Kondisi seperti ini merupakan dasar yang paling utama
dalam melaksanakan supervisi. Sebab supervisi adalah merupakan suatu proses
yang menyangkut aktivitas-aktivas individu didasari oleh pengenalan dan
hubungan yang akrab.
Kedua
ialah demokratis, istilah demokratis dikatakan mencerminkan dinamika, dapat
mengerti dan memahami, sensitif, dan memegang peranan kepemimpinan.
Supervisi yang dinamis ialah supervis yang aktif, kreatif, dan banyak
inisiatif dalam melaksanakan fungsinya. Suatu supervisi yang tidak hanya
mengamati, mengontrol, mengeritik dan menilai saja tetapi jauh lebih luas
dari pada itu. Supervisi seperti ini ikut merencanakan agar proses belajar
mengajar memberi hasil yang baik, membantu menciptakan kondisi belajar yang
baik, memonitoring guru-guru agar tidak sampai terlanjur jauh berbuat salah,
mencari sebab sebuah kesalahan, memberi saran dan membimbing. Supervisor
tidak hanya mencari kesalahan guru, tidak pula hanya memperbaiki kesalahan
guru, tetapi juga berusaha mengadakan preventif agar guru-guru sedikit
mungkin berbuat salah. Hal ini dilakukan dengan bermacam-macam cara sesuai
problem yang dihadapi, itulah sebabnya mengapa supervisor itu perlu aktif,
kreatif dan berinisiatif.
Untuk mempermudah pelaksanaan tugas, supervisor perlu mengerti atau
memahami kepribadian setiap guru. Setiap guru dan personalia sekolah
memiliki kepribadian yang unik. Supervisor harus memahami keunikan setiap
individu yang dibinannya. Pemahaman terhadap individu merupakan strategi
bagi supervisor dalam aksinya mempengaruhi, mengarahkan dan memotivasi
individu tersebut. Setiap guru membutuhkan teknik pembinaan tersendiri
sesuai keunikan mereka masing-masing.
Supervisor juga membutuhkan kesensitivan dalam berkomonikasi dengan guru
dan juga harus peka agar cepat tahu apa permasalahan yang dihadapi oleh
guru. Pengetahuan ini memberikan jalan baginya untuk mengatur strategi lebih
lanjut.
Supervisor dengan kepemimpinannya akan berusaha mengadakan kerjasama dengan
guru-guru dan personalia sekolah lainnya dalam usaha meningkatkan proses
belajar mengajar disekolah. Supervisor berusaha menciptakan suasana
kondusif, sehingga memungkinkan saling memberi dan saling menerima. Dalam
situasi seperti ini tidak ada satupun yang mendominasi kelompok. Setiap
anggota kelompok merasa berharga bisa dihargai dan diperhatikan. Situasi dan
perasaan seperti ini memungkinkan penyelesaian suatu masalah atau diskusi
bisa berjalan lancar.
Supervisi secara demokratis tersebut di atas tidak mudah dipraktekkan.
Dalam pertemuan-pertemuan pendidikan antara atasan sebagai supervisor dengan
bawahan di Indonesia sangat langkah dijumpai proses demokrasi. Pada umumnya
kelompok masih didominasi oleh pemimpin. Hal ini dibenarkan oleh hasil
penelitian Beeby (1979, Hal. 86) yang mengatakan bahwa sikap guru–guru di
Indonesia bersifat tradisional yang otoriter, yaitu menunggu instruksi
atasan untuk mengadakan perubahan.
Ketiga adalah komprehensif. Suatu yang supervisi berlangsung dari taman
kanak-kanak sampai dengan sekolah menengah tingkat atas yang mencangkup
beberapa sekolah untuk wilayah tertentu. Bentuk dan isi supervisi untuk
tingkat-tingkat sekolah itu tidak boleh berbeda-beda. Kesamaan ini
dimaksudkan untuk menjamin kontinuitas kurikulum sekolah dari taman
kanak-kanak sampai dengan sekolah menengah tingkat atas. Hal ini akan
memudahkan para siswa mengembangkan diri melalui kurikulum tersebut. Cukup
sulit bagi siswa kalau ia sudah biasa belajar dengan cara bervariasi beralih
ke cara yang monoton misalnya. Itulah sebabnya perlu diusahakan kesamaan
metode belajar mengajar dari tingkat sekolah yang paling rendah sampai
tingkat yang paling tinggi.
Kesamaan metode belajar mengajar disini tidak sama persis untuk semua
tingkat sekolah dan semua bidang studi melainkan yang sama adalah
prinsipnya. Misalnya semua menggunakan prinsip Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) Sehingga belajar dari siswa dari tingkat sekolah ke
tingkat yang lain menjadi lancar karena sudah biasa dengan KTSP. Begitu pula
materi yang dipelajari secara prinsip sama yaitu dapat menunjang pembentukan
manusia seutunya, hanya tingkat kesukaran yang perlu berbeda. Selain
komprehensif ditujukan kepada kurikukulum, juga komprehensif terhadap
personalia sekolah mencangkup kepalah sekolah, para guru, para pegawai
tatausaha dan para siswa diarahkan dalam pencapaian tujuan pendidikan.
Mark membuat perbandingan supervisi tradisional dengan supervisi modern
yang ia kutip dari Burton dan Brueckner (1978 hal. 12) yaitu supervisi
tradisional adalah (1) meginspeksi, (2) terpusat pada guru , (3) berkunjung
dan berdiskusi, (4) perencanaan yang sederhana, (5) memergoki dan otoriter
dan (6) biasanya satu orang. Sedangkan supervise modern ialah (1) pragmatis
dan menganalisis, (2) terpusat pada tujuan, materi, teknik, guru, siswa, dan
lingkungan, (3) melaksanakan beraneka ragam fungsi, (4) Perencanaan dan
organisasi yang jelas dengan tujuan yang khas, (5)memotivasi dan bekerja
sama, dan (6) oleh orang banyak. Perbandingan ini memperjelas apa yang
dimaksud dengan supervisi yang bersifat komprehensif. Ini merupakan
karakteristik terakhir dari supervisi modern menurut pandangan
Neagley.
Sergiovani membedakan supervisi tradisional dengan supervisi modern dari
segi perlakuan terhadap personalia sekolah yang dia sebut sebagai variable
perantara (mediating variables). Supervisi tradisional tidak memakai
variable ini sebaliknya supervisi modern menggunakannya dan lebih
berhasil.
Ada tiga variable dalam hubungan dengan supervisi pendidikan.
Variabel-variabel tersebut ialah variable awal (initiating variables) yang
mencangkup:
- Supervisor yang memegang referensi untuk teman-temannya, para bawahan dan dirinya sendiri
- Pola-pola perilaku administrasi dan supervisi
- Elemen-elemen struktur organisasi
- Sistem otoritas
- Tujuan sekolah dengan pola untuk mencapainya
Variabel kedua ialah variable perantara yang mencangkup:
- Sikap guru dan personalia sekolah lainnya terhadap jabatan dan antar hubungan mereka.
- Tingkat kepuasan bekerja.
- Komitmen staf terhadap tujuan sekolah.
- Gambaran tujuan sekolah yang dimiliki oleh guru-guru.
- Tingkat kesetian guru-guru.
- Kepercayaan dan keakraban antar personalia sekolah.
- Kemauan untuk mengontrol kepercayaan tersendiri.
- Fasilitas untuk berkomunikasi.
Variabel yang ketiga ialah variable kesuksesan sekolah yang mencakup:
- Tingkat performan guru-guru dan personalia sekolah lainnya.
- Tingkat performan para siswa.
- Tingkat perkembangan dan pertunbuhan para siswa.
- Peningkatan organisasi personalia sekolah.
- Laju presensi dan absensi staf.
- Laju absensi dan drop out para siswa.
- Kualitas hubungan sekolah dengan masyarakat.
- Kualitas hubungan personalia sekolah.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan Supervisi sudah ada pada sebelum abad 18 dan 19. Tugas para
supervisor pada abad 18 hanya menitikberatkan pada mengawasi sekolah saja.
Akan tetapi pada abad 19 tugas para supervisor sudah meningkat, yaitu
tidak hanya mengontro; dan mencatat kesalahan guru, tidak lagi bersikap
otoriter dan otokratis akan tetapi juga memperhatikan karakteristik
individualitas masing-masing guru .
Supervisi modern adalah supervisi yang memperhatikan antara hubungan
personalia sekolah, menghargai dan menghayati kepribadian, bakat dan
kemampuan mereka masing-masing. Penghargaan dan pengetahuan ini merupakan
suatu strategi dalam membina profesi mereka sebagai pendidik, yang
dilakukan dengan metode intelegensi praktis yang bersifat demokratis.
Supervisi dilakukan dengan cara komprehensif, yaitu dengan cara menyamakan
prinsip-prinsip yang di pakai dalam proses belajar mengajar dan
prinsip-prinsip materi dengan baik secara vertical maupun secara
horizontal.
Perbandingan supervisi tradisional dengan supervisi modern yang ia kutip
dari Burton dan Brueckner (1978 hal. 12) supervisi tradisional adalah
:
(1) meginspeksi,
(2) terpusat pada guru ,
(3) berkunjung dan berdiskusi,
(4) perencanaan yang sederhana,
(5) memergoki dan otoriter
(6) biasanya satu orang.
Sedangkan supervise modern ialah
(1) pragmatis dan menganalisis,
(2) terpusat pada tujuan, materi, teknik, guru, siswa, dan
lingkungan,
(3) melaksanakan beraneka ragam fungsi,
(4) Perencanaan dan organisasi yang jelas dengan tujuan yang
khas,
(5) memotivasi dan bekerja sama,
(6) oleh orang banyak.
B. Kritik Dan Saran
Dalam
makalah ini tentunya banyak kesalahan dan kekurangan, baik dalam segi
penulisan dan pemilihan kata-kata. Maka kami sebagai manusia biasa meminta
kepada para pembaca agar tidak segan-segan memberikan saran dan kritik yang
tentunya bisa menambah kemajuan kami dalam hal menuntut ilmu pengetahuan
demi kemajuan bangsa dan Negara Indonesia. Semoga makalah ini menambah
wawasan para pembaca dan juga bermanfaat bagi kita semua.
Alipandie, Imansjah, Didaktik Metodik Pendidikan Umum, Surabaya: Usaha
Nasional,1984,cet.1
Ismail SM., Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, Semarang :
RaSAIL Media Group, 2009, cet.4
Ngalim, Purwanto, Drs.M, 1987, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, PT
Remaja Rosdakarya, Bandung
Sagala, Syaiful, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Bandung : CV.
ALFABETA, 2008, cet. 4.
Sahertian, Piet A., Konsep Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan dalam
Rangka Pengembangan
Sumberdaya Manusia, Jakarta : PT RINEKA CIPTA, 2008,
Cet. 4.
Demikianlah Artikel Singkat tentang Makalah Sejarah Perkembangan Supervisi Pendidikan, Semoga bermanfaat buat Pembaca. Terima Kasih