Artikel Pendidikan - Menurut Lickona dalam rangka menginternalisasikan pendidikan karakter menuju akhlak yang mulia dalam diri setiap siswa, ada tahapan-tahapan strategi yang harus dilalui sebagaimana dalam gambar berikut ini:
a. Moral Knowing
Tahapan ini merupakan langkah pertama yang harus dilaksanakan dalam mengimlementasikan pendidikan karakter. Pada tahap ini siswa diharapkan mampu menguasai pengetahuan tentang nilai-nilai. Siswa diharapkan mampu membedakan nilai-nilai dalam akhlak mulia dan akhlak tercela, siswa diharapkan mampu memahami secara logis dan rasional tentang pentingnya akhlak mulia, dan siswa juga diharapkan mampu mencari sosok figur yang bisa dijadikan panutan dalam berakhlak mulia, misalnya Rasulullah saw.
William Kalpatrick menyebutkan bahwa moral knowing sebagai aspek pertama memiliki enam unsure, yaitu:
1) Kesadaran moral (moral awareness);
2) Pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral values);
3) Penentuan sudut pandang (perspective taking);
4) Logika moral (moral reasoning);
5) Keberanian mengambil menentukan sikap (decision making);
6) Pengenalan diri (self knowledge).
Keenam unsur ini adalah komponen-komponen yang harus diajarkan kepada siswa untuk mengisi ranah pengetahuan atau kognitif mereka.
b. Moral Feeling atau Moral Loving
Tahapan ini dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa cinta dan rasa butuh terhadap nilai-nilai akhlak mulia. Dalam tahapan ini yang menjadi sasaran guru adalah dimensi emosional siswa, hati, dan jiwa siswa. Guru berupaya menyentuh emosi siswa sehingga siswa sadar bahwa dirinya butuh untuk berakhlak mulia. Melalui tahap ini siswa juga diharapkan mampu menilai dirinya sendiri atau instropeksi diri.
Moral loving atau moral feeling merupakan penguatan aspek emosi siswa untuk menjadi manusia yang berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh siswa, yaitu kesadaran akan jati diri, meliputi:
1) Percaya diri (self esteem);
2) Kepekaan terhadap penderitaan orang lain (emphaty);
3) Cinta kebenaran (loving the good);
4) Pengendalian diri (self control);
5) Kerendahan hati (humility).
c. Moral Doing atau Moral Action
Tahap ini merupakan tahap puncak keberhasilan dalam internalisasi pendidikan karakter, yakni ketika siswa sudah mampu mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari secara sadar. Siswa semakin menjadi rajin beribadah, sopan, ramah, hormat, penyayang, jujur, disiplin, cinta kasih, adil, dan sebagainya. UNESCO-UNEVOC menyatakan sebagai berikut:
“The first challenge for the educator is to examine the level of teaching that is enaging the learner. There are basically three levels of teaching: facts and concept-knowing and understanding; valuing-reflecting on the personal level; acting-appliying skills and competencies”.
Hal ini menunjukkan bahwa tantangan pertama bagi seorang pendidik adalah untuk menguji tingkat pengajaran yang melibatkan siswa ada tiga tahap. Pertama, pengajaran yang berisi fakta dan konsep artinya belajar untuk mengetahui dan memahami. Kedua, sikap-nilai melalui refleksi; dan ketiga tindakan keterampilan untuk melakukan.
a. Moral Knowing
Tahapan ini merupakan langkah pertama yang harus dilaksanakan dalam mengimlementasikan pendidikan karakter. Pada tahap ini siswa diharapkan mampu menguasai pengetahuan tentang nilai-nilai. Siswa diharapkan mampu membedakan nilai-nilai dalam akhlak mulia dan akhlak tercela, siswa diharapkan mampu memahami secara logis dan rasional tentang pentingnya akhlak mulia, dan siswa juga diharapkan mampu mencari sosok figur yang bisa dijadikan panutan dalam berakhlak mulia, misalnya Rasulullah saw.
William Kalpatrick menyebutkan bahwa moral knowing sebagai aspek pertama memiliki enam unsure, yaitu:
1) Kesadaran moral (moral awareness);
2) Pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral values);
3) Penentuan sudut pandang (perspective taking);
4) Logika moral (moral reasoning);
5) Keberanian mengambil menentukan sikap (decision making);
6) Pengenalan diri (self knowledge).
Keenam unsur ini adalah komponen-komponen yang harus diajarkan kepada siswa untuk mengisi ranah pengetahuan atau kognitif mereka.
b. Moral Feeling atau Moral Loving
Tahapan ini dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa cinta dan rasa butuh terhadap nilai-nilai akhlak mulia. Dalam tahapan ini yang menjadi sasaran guru adalah dimensi emosional siswa, hati, dan jiwa siswa. Guru berupaya menyentuh emosi siswa sehingga siswa sadar bahwa dirinya butuh untuk berakhlak mulia. Melalui tahap ini siswa juga diharapkan mampu menilai dirinya sendiri atau instropeksi diri.
Moral loving atau moral feeling merupakan penguatan aspek emosi siswa untuk menjadi manusia yang berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh siswa, yaitu kesadaran akan jati diri, meliputi:
1) Percaya diri (self esteem);
2) Kepekaan terhadap penderitaan orang lain (emphaty);
3) Cinta kebenaran (loving the good);
4) Pengendalian diri (self control);
5) Kerendahan hati (humility).
c. Moral Doing atau Moral Action
Tahap ini merupakan tahap puncak keberhasilan dalam internalisasi pendidikan karakter, yakni ketika siswa sudah mampu mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari secara sadar. Siswa semakin menjadi rajin beribadah, sopan, ramah, hormat, penyayang, jujur, disiplin, cinta kasih, adil, dan sebagainya. UNESCO-UNEVOC menyatakan sebagai berikut:
“The first challenge for the educator is to examine the level of teaching that is enaging the learner. There are basically three levels of teaching: facts and concept-knowing and understanding; valuing-reflecting on the personal level; acting-appliying skills and competencies”.
Hal ini menunjukkan bahwa tantangan pertama bagi seorang pendidik adalah untuk menguji tingkat pengajaran yang melibatkan siswa ada tiga tahap. Pertama, pengajaran yang berisi fakta dan konsep artinya belajar untuk mengetahui dan memahami. Kedua, sikap-nilai melalui refleksi; dan ketiga tindakan keterampilan untuk melakukan.