Kata mukjizat terderivasi dari kata a’jaza-yu’jizu-i’jaz yang memiliki arti membuat seseorang atau sesuatu menjadi lemah dan tidak berdaya. Kata mukjizat merupakan isim fa’il (pelaku pekerjaan) yang terderivasi dari kata al-‘ajzu yang berarti antonim dari mampu (al-qudarah), sehingga mukjizat diartikan sebagai sesuatu yang melemahkan penentangnya ketika terdapat sebuah tantangan.
Pelakunya (yang melemahkan) dinamai mukjiz, dan bila kemampuannya melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga mampu membungkam lawan, maka dinamai Mukjizat (mujizatun). Tambahan ta’ marbūthah pada akhir kata itu mengandung makna mubalaghah (superlatif).
Mukjizat menurut al-Suyuti adalah suatu hal atau peristiwa luar biasa yang disertai tantangan, namun tantangan tersebut tidak mungkin dapat dipenuhi. Kemudian al-Suyuti membagi dua mukjizat yang dilihat dari sudut definisinya yaitu mujizah hissiyah dan mu’jizah ma’nawiyyah. Mu’jizah hissiyah berarti keluarbiasaan yang dimiliki oleh Nabi atau Rasul yang dapat dijangkau oleh panca indera dan ditunjukkan kepada masyarakat yang belum mampu menggunakan akal pikiran mereka, sebagai contoh mukjizat nabi Musa yang tongkatnya bisa menjadi ular dan lain sebagainya.
Sedangkan mu’jizah ma’nawiyyah (‘aqliyyah) berarti keluarbiasaan yang dimiliki oleh Nabi atau Rasul yang tidak dapat dijangkau oleh panca indera dan ditujukan pada masyarakkat yang tingkat kecerdasannya lebih tinggi. Seperti mukjizat al-Qur’an yang sifatnya bukan indrawi atau material tetapi dapat dipahami oleh akal. Karena sifatnya yang demikian, ia tidak dibatasi oleh tempat dan waktu. Mukjizat al- Qur’an dapat dijangkau oleh setiap orang yang menggunakan akalnya dimana dan kapan pun.
Quraish Shihab lebih lanjut menjelaskan bahwa pelaku yang melemahkan itu dalam Bahasa Arab dinamai dengan (mu’jiz). Bila kemampuan pelakunya dalam melemahkan pihak lain sangat menonjol sehingga mampu membungkam lawan-lawannya, maka ia dinamai (mujizatun).Tambahan pada akhir kata itu mengandung makna superlative (mubalagah).
Dengan demikian, Ijaz (kemukjizatan) al-Qur’an dapat didefinisikan sebagai suatu hal atau peristiwa luar biasa yang membuat manusia tidak mampu meniru atau menandingi al-Qur’an baik itu dari segi susunan kalimat, bahasa, ataupun dari segi makna dan kandungannya.
Pelakunya (yang melemahkan) dinamai mukjiz, dan bila kemampuannya melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga mampu membungkam lawan, maka dinamai Mukjizat (mujizatun). Tambahan ta’ marbūthah pada akhir kata itu mengandung makna mubalaghah (superlatif).
Mukjizat menurut al-Suyuti adalah suatu hal atau peristiwa luar biasa yang disertai tantangan, namun tantangan tersebut tidak mungkin dapat dipenuhi. Kemudian al-Suyuti membagi dua mukjizat yang dilihat dari sudut definisinya yaitu mujizah hissiyah dan mu’jizah ma’nawiyyah. Mu’jizah hissiyah berarti keluarbiasaan yang dimiliki oleh Nabi atau Rasul yang dapat dijangkau oleh panca indera dan ditunjukkan kepada masyarakat yang belum mampu menggunakan akal pikiran mereka, sebagai contoh mukjizat nabi Musa yang tongkatnya bisa menjadi ular dan lain sebagainya.
Sedangkan mu’jizah ma’nawiyyah (‘aqliyyah) berarti keluarbiasaan yang dimiliki oleh Nabi atau Rasul yang tidak dapat dijangkau oleh panca indera dan ditujukan pada masyarakkat yang tingkat kecerdasannya lebih tinggi. Seperti mukjizat al-Qur’an yang sifatnya bukan indrawi atau material tetapi dapat dipahami oleh akal. Karena sifatnya yang demikian, ia tidak dibatasi oleh tempat dan waktu. Mukjizat al- Qur’an dapat dijangkau oleh setiap orang yang menggunakan akalnya dimana dan kapan pun.
Quraish Shihab lebih lanjut menjelaskan bahwa pelaku yang melemahkan itu dalam Bahasa Arab dinamai dengan (mu’jiz). Bila kemampuan pelakunya dalam melemahkan pihak lain sangat menonjol sehingga mampu membungkam lawan-lawannya, maka ia dinamai (mujizatun).Tambahan pada akhir kata itu mengandung makna superlative (mubalagah).
Dengan demikian, Ijaz (kemukjizatan) al-Qur’an dapat didefinisikan sebagai suatu hal atau peristiwa luar biasa yang membuat manusia tidak mampu meniru atau menandingi al-Qur’an baik itu dari segi susunan kalimat, bahasa, ataupun dari segi makna dan kandungannya.