Supremasi Hukum Artinya

Artikel Pendidikan - Kondisi dan tuntutan reformasi saat ini tidak terlepas dari pengalaman dan kondisi masa lalu yang lebih menitik beratkan pada “pembangunan politik” (masa Orla) dan “pembangunan ekonomi” (masa Orba). Berdasarkan pengalaman masa lalu yang lebih mengutamakan “politik sebagai panglima” dan “ekonomi sebagai panglima”, maka wajarlah apabila di era reformasi ini ada tuntutan untuk lebih mengutamakan “hukum sebagai panglima”.

Kewajaran tuntutan ini seiring dengan maraknya tuntutan untuk menciptakan masyarakat yang tentram, adil dan damai. Suatu negara yang menjadikan hukum sebagai panglima disebut negara hukum. Secara sederhana, yang dimaksud dengan negara hukum adalah negara yang penyelenggaraan kekuasaan pemerintah dan lembaga–lembaga lain dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Dalam negara hukum, kekuasaan menjalankan pemerintahan berdasarkan kedaulatan (supremasi hukum) dan bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban hukum (Pasha, 2003 ).

Supremasi Hukum Artinya

Negara hukum menurut Masyarakat Transparansi Internasional (2005) memiliki ciri- ciri sebagai berikut:
(a) Ada pengakuan dan perlindungan hak asasi
(b) Ada peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak terpengaruh oleh kekuasaan atau kekuatan apapun
(c) Legalitas terwujud dalam segala bentuk.
Contoh: Indonesia adalah salah satu Negara terkorup di dunia.

Menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH (2008)1 ada dua belas ciri penting negara hukum di antaranya adalah supremasi hukum, persamaan dalam hukum, asas legalitas, pembatasan kekuasaan, organ eksekutif yang independent, peradilan bebas dan tidak memihak, peradilan tata usaha negara, peradilan tata negara, perlindungan hak asasi manusia, bersifat demokratis, sarana untuk mewujudkan tujuan negara, transparansi dan kontrol sosial.

Sedangkan menurut Prof. DR. Sudargo Gautama, SH (2008), ciri-ciri atau unsur-unsur dari negara hukum, meliputi:
(a) Terdapat pembatasan kekuasaan negara terhadap perorangan, maksudnya negara tidak dapat bertindak sewenang-wenang; Tindakan negara dibatasi oleh hukum, individual mempunyai hak terhadap negara atau rakyat mempunyai hak terhadap penguasa
(b) Azas Legalitas. Setiap tindakan negara harus berdasarkan hukum yang telah diadakan terlebih dahulu yang harus ditaati juga oleh pemerintah atau aparaturnya
(c) Pemisahan Kekuasaan. Agar hak-hak azasi itu betul-betul terlindung adalah dengan pemisahan kekuasaan yaitu badan yang membuat peraturan perundang undangan, melaksanakan dan mengadili harus terpisah satu sama lain tidak berada dalam satu tangan.

Adapun 7 (tujuh) unsur penting negara Hukum menurut UUD 1945yaitu :
1.Hukumnya bersumber pada pasal dan adanya pertingkatan hukum (stufenbouw desrecht-nya Hans Kelsen)
2. Sistemnya, yaitu sistem konstitusi. Alasannya: UUD 1945 yang terdiri dari Pembukaan, Batang tubuh dan Penjelasan hanya memuat aturan-aturan pokoknya saja, sedangkan peraturan lebih lanjut dibuat oleh organ negara, sesuai dengan dinamika pembangunan dan perkembangan serta kebutuhan masyarakat.
3. Kedaulatan rakyat. Dapat dilihat dari Pembukaan UUD 1945 dan pasal 2 (1) “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”
4. Persamaan hak/persamaan hukum (pasal 27 (1) UUD 1945)
5. Kekuasaan Kehakiman yang bebas dari kekuasaan lain (eksekutif)
6.Adanya organ pembentuk undang-undang (Presiden dan DPR)
7. Sistem pemerintahannya (Presiden) sebagai mandataris MPR.

Masalah negara hukum pada hakikatnya tidak lain merupakan persoalan tentang kekuasaan. Ada dua sentra kekuasaan, yaitu di satu pihak terdapat negara dengan kekuasaan yang menjadi syarat mutlak untuk dapat memerintah, dan di lain pihak nampak rakyat yang diperintah segan melepaskan segala kekuasaannya. Kita menyaksikan bahwa apabila penguasa di suatu negara hanya bertujuan untuk memperoleh kekuasaan sebesar-besarnya tanpa menghiraukan kebebasan rakyatnya, maka lenyaplah negara hukum.

Dengan demikian nyatalah betapa penting tujuan suatu negara. Mengutip pendapat Van Apeldoorn dalam Anggara (2008) menyatakan bahwa tujuan hukum ialah mengatur tata tertib masyarakat secara damai dan adil. Perdamaian di antara manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan manusia tertentu, kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta dan sebagainya terhadap yang merugikannya. Kepentingan dari perorangan dan kepentingan golongan manusia selalu bertentangan satu sama lain. Pertentangan kepentingan selalu menyebabkan pertikaian. Bahkan peperangan antara semua orang melawan semua orang, jika hukum tidak bertindak sebagai perantara untuk mempertahankan kedamaian.

Hukum mempertahankan perdamaian dengan menimbang kepentingan yang bertentangan secara teliti dan mengadakan keseimbangan diantaranya karena hukum hanya dapat mencapai tujuan (mengatur pergaulan hidup secara damai) jika ia menuju peraturan yang adil. Artinya, peraturan yang mengandung keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang dilindungi sehingga setiap orang memperoleh sebanyak mungkin yang menjadi bagiannya.

Disamping itu salah satu tujuan hukum adalah memperoleh setinggi-tingginya kepastian hukum (rechtzeker heid). Kepastian hukum menjadi makin dianggap penting bila dikaitkan dengan ajaran negara berdasar atas hukum. Telah menjadi pengetahuan klasik dalam ilmu hukum bahwa hukum tertulis dipandang lebih menjamin kepastian hukum dibandingkan dengan hukum tidak tertulis.

Rule of law sering diterjemahkan di Indonesia sebagai negara hukum. Namun, rule of law adalah istilah dari tradisi common law dan berbeda dengan persamaannya dalam tradisi hukum Kontinental, yaitu Rechtsstaat (negara yang diatur oleh hukum). Keduanya memerlukan prosedur yang adil (procedural fairness), due process dan persamaan di depan hukum, tetapi rule of law juga sering dianggap memerlukan pemisahan kekuasaan, perlindungan hak asasi manusia tertentu dan demokratisasi. 

Baru-baru ini, rule of law dan negara hukum semakin mirip dan perbedaan di antara kedua konsep tersebut menjadi semakin kurang tajam (Endangkomaras: 2010). Sedangkan syarat- syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintahan yang demokrasi menurut rule of law adalah:
(1) Adanya perlindungan konstitusional
(2) Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak
(3) Pemilihan umum yang bebas
(4) Kebebasan untuk menyatakan pendapat
(5) Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi
(6) Pendidikan kewarganegaraan.

Friedman (1959) membedakan rule of law menjadi dua yaitu: Pertama, pengertian secara formal (in the formal sence) diartikan sebagai kekuasaan umum yang terorganisasi (organized public power), misalnya negara. Kedua, secara hakiki/materiil (ideological sense), lebih menekankan pada cara penegakannya karena menyangkut ukuran hukum yang baik dan buruk (just and unjust law). Rule of law terkait erat dengan keadilan sehingga harus menjamin keadilan yang dirasakan oleh masyarakat. Rule of law merupakan suatu legalisme sehingga mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang objektif, tidak memihak, tidak personal dan otonom. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa rule of the law merupakan suatu pelaksanaan dari kekuasaan yang lebih menekankan pada prinsip keadilan.

Adapun prinsip-prinsip Rule of Law di Indonesia, yaitu: Pertama, Prinsip-prinsip rule of law secara formal tertera dalam pembukaan UUD 1945 yang menyatakan: (i) bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa,…karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan “peri keadilan”; (ii) …kemerdekaan Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, “adil” dan makmur; (iii) …untuk memajukan “kesejahteraan umum”,…dan “keadilan sosial”; (iv) …disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu “Undang-Undang Dasar Negara Indonesia”; (v) “…kemanusiaan yang adil dan beradab”; (vi)…serta dengan mewujudkan suatu “keadilan sosial” bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan demikian inti rule of law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakat terutama keadilan sosial.

Penjabaran prinsip-prinsip rule of law di Indonesia yang pertama secara formal termuat didalam pasal-pasal UUD 1945, yaitu: (a) Negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1 ayat 3); (b) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggaraakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (pasal 24 ayat 1); (c) Segala warga Negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan, serta menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (pasal 27 ayat 1); (d) Dalam Bab X A Tentang Hak Asasi Manusia, memuat 10 pasal, antara lain bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama dihadapan hukum (pasal 28 D ayat 1); dan (e) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (pasal 28 D ayat 2). Kedua, Prinsip-prinsip rule of law secara hakiki (materiil) erat kaitannya dengan (penyelenggaraan menyangkut ketentuan-ketentuan hukum) “the enforcement of the rules of law” dalam penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam penegakkan hukum dan implementasi prinsip-prinsip rule of law.

Secara kuantitatif, peraturan perundang-undangan yang terkait rule of law telah banyak dihasilkan di Indonesia. Namun implementasinya belum mencapai hasil yang optimal sehingga rasa keadilan sebagai perwujudan pelaksanaan rule of law belum dirasakan di masyarakat. Agar pelaksanaan rule of law bisa berjalan dengan yang diharapkan, maka: (1) Keberhasilan “the enforcement of the rules of law” harus didasarkan pada corak masyarakat hukum yang bersangkutan dan kepribadian masing-masing setiap bangsa; (2) Rule of law yang merupakan intitusi sosial harus didasarkan pada budaya yang tumbuh dan berkembang pada bangsa; (3) Rule of law sebagai suatu legalisme yang memuat wawasan social, gagasan tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan negara, harus ditegakkan secara adil juga memihak pada keadilan.

Sebagai negara hukum, Indonesia menerapkan sistem hukum yang merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum Agama, dan hukum Adat. Sebagian besar sistem hukum yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda. Hal ini dipengaruhi aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan bekas wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, diadopsi karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut agama Islam. 

Dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan, dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi. Hukum merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.

Pernyataan Indonesia sebagai negara hukum telah dinyatakan secara tegas dalam konstitusi. Dasar pijakan negara hukum Indonesia sekarang ini tertuang dengan jelas pada Pasal 1 Ayat ( 3 ) Undang-undang Dasar 1945 Perubahan Ketiga, yang berbunyi “ Negara Indonesia adalah negara hukum “. Dimasukkannya ketentuan ini ke dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 menunjukkan semakin kuatnya dasar hukum serta amanat negara, bahwa Negara Indonesia adalah dan harus merupakan negara hukum. Operasionalisasi konsep negara hukum Indonesia dituangkan dalam konstitusi negara, yaitu UUD 1945 selaku hukum dasar Negara yang menempati posisi sebagai hukum tertinggi negara dalam tertib hukum (legaloder) Indonesia. Di bawah UUD 1945 terdapat berbagai aturan hukum/peraturan-perundang-undangan yang bersumber dan berdasar pada UUD 1945.

Sedangkan perwujudannya adalah melalui pancasila dan UUD 1945, yaitu sebagai berikut:
(1) Norma hukum bersumber pada pancasila
(2) Sistemnya yaitu sistem konstitusi
(3) Kedaulatan adalah Demokrasi
(4) Prinsip kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahanya yaitu dalam pasal 27 ayat 1 UU 1945
(5) Adanya organ pembentuk UU ( presiden dan DPR )
(6) Sistem pemerintahanya adalah Presidensiil
(7) Kekuasaan kehakiman yang bebas dari kekuasaan lain
(8) Hukum bertujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
(9) Adanya jaminan akan Hak asasi dan kewajiban dasar manusia.

Dengan demikian jelaslah bahwa Indonesia adalah negara Hukum yang harus menjujung tinggi hukum sebagai cita-cita negara. Pemerintah beserta aparaturnya dan warga Indonesia harus tunduk pada hukum tanpa terkecuali. Rasa keadilan, ketenteraman dan damai harus ditegakkan demi terwujudnya cita-cita sebagai negara hukum. Untuk itu, segala bentuk pelanggaran harus diselesaikan dan hukum harus ditegakkan seadil-adilnya.