Artikel Islam - Sejak Islam datang ke tanah air, zakat telah menjadi salah satu sumber dana untuk kepentingan pengembangan agama Islam. Dalam perjuangan bangsa Indonesia ketika menentang penjajahan Barat dahulu, zakat terutama bagian sabilillah-nya merupakan sumber dana perjuangan. Setelah mengetahui hal ini, pemerintah Hindia Belanda berusaha untuk melemahkan (dana) kekuatan rakyat yang bersumber dari zakat itu, yakni melarang semua pegawai pemerintah dan priyai prbumi ikut serta membantu pelaksanaan zakat, sehingga pelaksanaan zakat mengalami hambatan.
Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaannya, zakat kembali menjadi perhatian para ekonom dan ahli fiqih bersama pemerintah dalam menyusun ekonomi Indonesia. Hal ini terbukti dengan dicantumkannya pasal-pasal dalam UUD 1945 yang berhubungan dengan kebebasan menjalankan syari’at agama (pasal 29) dan pasal 34 UUD 1945 yang menyatakan bahwa fakir miskin dan anaka-anak terlantar dipelihara oleh negara.
Sejalan dengan berdirinya negara Republik Indonesia, banyak sekali dukungan yang menginginkan zakat dimasukkan sebagai salah satu komponen sistem perekonomian keuangan Indonesia, baik itu dari pemerintah maupun dari kalangan anggota parlemen. Mereka menginginkan agar masalah zakat diatur dengan peraturan perundang-undangan dan diurus langsung oleh pemerintah dan negara.
Dalam penyusunan ekonomi Indonesia, di samping komponen yang telah ada dalam sistem adat kita yaitu gotong royong dan tolong menolong, pengertian zakat seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an besar manfaatnya kalau dipahami dengan seksama. Mengenai pelaksanaannya, diperlukan perubahan sehingga memenuhi keperluan masa kini dan keadaan di Indonesia.
Perhatian pemerintah terhadap lembaga zakat ini, secara kualitatif, mulai meningkat pada tahun 1968. Pada tahun itu pemeritah mengeluarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 4 tentang pembentukan Badan Amil Zakat No. 5/1968 tentang pembentukan Baitul Maal (Balai Harta Kekayaan) di Tingkat Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kotamadya. Setahun sebelumnya yakni pada tahun 1967 pemerintah telah menyiapkan RUU Zakat yang akan dimajukan kepada DPR untuk disahkan menjadi undang-undang. Rencana Undang-Undang Zakat yang disiapkan oleh Menteri Agama ini, diharapkan akan didukung oleh Menteri Sosial (karena erat hubungannya dengan pelaksanaan pasal 34 UUD 1945) dan Menteri Keuangan.
Potensi Zakat
Potensi zakat adalah kemampuan zakat dalam upaya pemanfaatan zakat untuk digunakan dan dimanfaatkan secara optimal. Potensi zakat apabila digunakan dengan pemanfaatan dan mekanisme yang tepat tentu dapat digunakan untuk mengentaskan kemiskinan dikalangan umat muslim. Potensi zakat dimasing-masing daerah akan berbeda sesuai dengan struktur dan tingkat kemajuan suatu daerah tersebut. Semakin maju suatu daerah maka akan semakin besar potensi zakat yang dapat digali.
Untuk mengetahui besar potensi zakat digunakan metode perkiraan potensi zakat yang digunakan berdasarkan asumsi dimana kadar zakat minimal 2,5% dari masing-masing sektor ekonomi daerah (PDRB) seperti berikut :
1. Kadar zakat pertanian adalah 2,5% dari nilai PDRB sektor pertanian
2. Kadar zakat pertambangan adalah 2,5 % dari nilai PDRB sektor pertambangan
3. Kadar zakat sektor lainnya adalah masing-masing 2,5%
Berdasarkan asumsi di atas hasil perkiraan potensi zakat tertinggi yang pernah dicapai Kota Medan pada tahun 2005 mencapai sebesar 281,79 dan pada tahun-tahun lain relatif turun karena adanya perubahan nilai PDRB. Dari tabel terlihat bahwa sektor ekonomi yaitu sektor perdagangan, tranportasi dan telekomunikasi yang memiliki potensi zakat terbesar di daerah ini.
Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaannya, zakat kembali menjadi perhatian para ekonom dan ahli fiqih bersama pemerintah dalam menyusun ekonomi Indonesia. Hal ini terbukti dengan dicantumkannya pasal-pasal dalam UUD 1945 yang berhubungan dengan kebebasan menjalankan syari’at agama (pasal 29) dan pasal 34 UUD 1945 yang menyatakan bahwa fakir miskin dan anaka-anak terlantar dipelihara oleh negara.
Sejalan dengan berdirinya negara Republik Indonesia, banyak sekali dukungan yang menginginkan zakat dimasukkan sebagai salah satu komponen sistem perekonomian keuangan Indonesia, baik itu dari pemerintah maupun dari kalangan anggota parlemen. Mereka menginginkan agar masalah zakat diatur dengan peraturan perundang-undangan dan diurus langsung oleh pemerintah dan negara.
Dalam penyusunan ekonomi Indonesia, di samping komponen yang telah ada dalam sistem adat kita yaitu gotong royong dan tolong menolong, pengertian zakat seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an besar manfaatnya kalau dipahami dengan seksama. Mengenai pelaksanaannya, diperlukan perubahan sehingga memenuhi keperluan masa kini dan keadaan di Indonesia.
Perhatian pemerintah terhadap lembaga zakat ini, secara kualitatif, mulai meningkat pada tahun 1968. Pada tahun itu pemeritah mengeluarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 4 tentang pembentukan Badan Amil Zakat No. 5/1968 tentang pembentukan Baitul Maal (Balai Harta Kekayaan) di Tingkat Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kotamadya. Setahun sebelumnya yakni pada tahun 1967 pemerintah telah menyiapkan RUU Zakat yang akan dimajukan kepada DPR untuk disahkan menjadi undang-undang. Rencana Undang-Undang Zakat yang disiapkan oleh Menteri Agama ini, diharapkan akan didukung oleh Menteri Sosial (karena erat hubungannya dengan pelaksanaan pasal 34 UUD 1945) dan Menteri Keuangan.
Potensi Zakat
Potensi zakat adalah kemampuan zakat dalam upaya pemanfaatan zakat untuk digunakan dan dimanfaatkan secara optimal. Potensi zakat apabila digunakan dengan pemanfaatan dan mekanisme yang tepat tentu dapat digunakan untuk mengentaskan kemiskinan dikalangan umat muslim. Potensi zakat dimasing-masing daerah akan berbeda sesuai dengan struktur dan tingkat kemajuan suatu daerah tersebut. Semakin maju suatu daerah maka akan semakin besar potensi zakat yang dapat digali.
Untuk mengetahui besar potensi zakat digunakan metode perkiraan potensi zakat yang digunakan berdasarkan asumsi dimana kadar zakat minimal 2,5% dari masing-masing sektor ekonomi daerah (PDRB) seperti berikut :
1. Kadar zakat pertanian adalah 2,5% dari nilai PDRB sektor pertanian
2. Kadar zakat pertambangan adalah 2,5 % dari nilai PDRB sektor pertambangan
3. Kadar zakat sektor lainnya adalah masing-masing 2,5%
Berdasarkan asumsi di atas hasil perkiraan potensi zakat tertinggi yang pernah dicapai Kota Medan pada tahun 2005 mencapai sebesar 281,79 dan pada tahun-tahun lain relatif turun karena adanya perubahan nilai PDRB. Dari tabel terlihat bahwa sektor ekonomi yaitu sektor perdagangan, tranportasi dan telekomunikasi yang memiliki potensi zakat terbesar di daerah ini.