1. Definisi Zakat Profesi
Wahbah al-Zuhaili menyatakan bahwa kegiatan penghasilan atau pendapatan yang diterima seseorang melalui usaha sendiri, dan juga yang terkait dengan pemerintah seperti pegawai negeri atau pegawai swasta yang mendapatkan gaji atau upah dalam waktu yang relatif tetap, seperti sebulan sekali. Penghasilan atau pendapatan yang semacam ini dalam istilah fiqh dikatakan al-maal al-mustafaad.
Sementarai itu, fatwa Ulama yang dihasilkan pada waktu Muktamar Internasional Pertama tentang zakat di Kuwait pada tanggal 29 Rajab 1404 H yang bertepatan dengan tanggal 30 April 1984 M bahwa kegiatan yang menghasilkan kekayaan bagi manusia sekarang adalah kegiatan profesi yang menghasilkan amal yang bermanfaat, baik dilakukan sendiri, maupun bersama-sama semuanya itu menghasilkan pendapatan atau gaji.
Kekayaan tersebut apabila telah mencukupi nisabnya wajib dizakatkan. Namanya zakat profesi. Menurut imam Taqiyuddin al-Husaini menyebutkan dalam kitabnya Kifayah al-Akhyar, zakat berarti tumbuh, berkat dan banyak kebaikan”. Menurut Yusuf Qardhawi secara etimologis kata zakat berasal dari kata “zaka”, yang berarti suci, baik, berkah, terpuji, bersih, tumbuh, dan berkembang. Sedangkan dari segi istilah fikih berarti “sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-oarang yang berhak” disamping berarti “mengeluarkan jumlah tertentu itu sendiri”.
Menurut “Ibn Faris dalam Mu‟jam al Maqayis fi al Lughah, zakat memiliki akar kata yang mengacu pada makna al nama ‟( النماء )dan al-ziyadah( الزيادة ) yang berarti pertumbuhan dan pertambahan, menurutnya, hal ini bukannya tidak beralasan, karena dengan zakat diharapkan harta seseorang terus tumbuh dan bertambah, baik dalam bentuk nyata di dunia maupun di akhirat. Ahli bahasa lain, Ibn Manzhur menambahkan, bahwa zakat juga mengandung makna asal al-shalah ( الصلاح ) yang bermakna kebaikan serta altathir ( التطهر ) yang berarti penyucian.
Menurut Mahjuddin zakat profesi atau jasa, disebut sebagai كسب yang artinya : zakat yang dikeluakan dari sumber usaha profesi atau pendapatan jasa. Istilah profesi, disebut sebagai profession dalam bahasa inggris, yang dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan tetap dengan keahlian tertentu, yang dapat menghasilkan gaji, honor, upah atau imbalan. Ada beberapa profesi yang dapat menjadi sumber zakat; antara lain
a. Profesi dokter yang dapat dikategorikan sebagai the medical profession
b. Profesi pekerja tekhnik (insinyur) yang dapat dikategorikan sebagai the engineering profession
c. Profesi guru, dosen, guru besar atau tenaga pendidik yang dapat dikategorikan sebagai the teaching profession.
d. Profesi advokat (pengacara), konsultan, wartawan, pegawai dan sebagainya.
Menurut Yusuf al-Qardhawi zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan yang didapat dari pekerjaan yang dikerjakan sendiri dikarenakan kecerdasannya atau keterampilannya sendiri seperti dokter, penjahit, tukang kayu dan lainya atau dari pekerjaan yang tunduk pada perseroan atau perseorangan dengan mendapat upah, gaji, honorariaum seperti pegawai negeri sipil.
Kemudian menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia No. 3 Tahun 2003 yang dimaksud dengan “penghasilan” adalah setiap pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lain yang diperoleh dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara, pegawai atau karyawan, maupun tidak rutin seperti dokter, pengacara,konsultan, dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya.
Dari defenisi zakat profesi Yang dikemukakan oleh beberapa ahli fiqih penulis dapat menyimpulkan bahwa zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan, gaji, jasa, upah atau honorarium yang diperoleh dengan cara halal apabila telah sampai nisab dan haulnya.
2. Syarat-syarat profesi yang wajib dizakati
Secara umum, dari beberapa hal yang penulis kutip dalam pernyataan al Qardawi, dapat disimpulkan juga, bahwa penghasilan atau profesi yang wajib dizakati selain yang sudah disebutkan syara’ dan hadits Nabi secara ekplisit, maka dibagi menjadi dua bagian, yaitu kasbu al ‘amal dan mihanu al-hurrah. Kasbu al‘amal adalah pekerjaan seseorang yang tunduk pada perseroan atau perseorangan dengan mendapatkan upah. Mihanu al hurrah adalah pekerjaan bebas, tidak terikat pada orang lain (al Qardawi, 1996: 459). Dari istilah di atas dapat dipetakan, mihan al hurrah dapat saja meliputi penghasilan yang diperoleh melalui berikut ini: konsultan, notaris, advocat, dokter spesialis, dan lain sebagainya. Dari ulasan tersebut, seakan dapat dipahami bahwa al Qardawi berpendapat; kategori zakat profesi (yang wajib dizakati) adalah segala macam pendapatan yang didapat bukan dari harta yang sudah dikenakan zakat(al Qardawi, 1996: 459).
Artinya, zakat profesi didapat dari hasil usaha manusia yang mendatangkan pendapatan dan sudah mencapai nishab. Bukan dari jenis harta kekayaan yang memang sudah ditetapkan kewajibannya melalui al Qurandan hadits Nabi, seperti hasil pertanian, peternakan, perdagangan, harta simpanan (uang, emas, dan perak), dan harta rikaz. Intinya, kewajiban zakat profesi merupakan kewajiban baru dari hasil ijtihad ulama yang belum ditetapkan sebelumnya, melalui dalil al Quran yang umum ataupun melalui inspirasi Sunnah yang sejalan dengan prinsip al Quran tersebut.16
3. Nisab dan Haul Zakat Profesi
Islam tidak mewajibkan zakat atas seluruh harta benda, sedikit atau banyak, tetapi mewajibkan zakat atas harta benda yang mencapai nisab, bersih dari hutang, serta lebih dari kebutuhan pokok pemiliknya. Hal itu untuk menetapkan siapa yang tergolong seorang kaya yang wajib zakat karena zakat hanya dipungut dari orang-orang kaya tersebut, dan untuk menetapkan arti “lebih” (‘afw) yang dijadikan al Quran sebagai sasaran zakat tersebut. Allah berfirman “mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan”, maka katakanlah: “yang lebih dari keperluan” (QS al Baqarah: 219).
Oleh karena itu Rasulullah juga bersabda: “kewajiban zakat hanya bagi orang kaya”. Hal itu sudah ditegaskan dalam syarat-syarat kekayaan yang wajib zakat.
Bila zakat wajib dikeluarkan bila cukup batas nisab, maka berapakah besar nisab dalam kasus ini? Ketika membahas tentang nishab zakat profesi ini, pada mulanya al Qardawi mengutip pendapat Muhammad al Ghazali, yang cenderung menqiyaskan zakat profesi dengan zakat al zuru’ (zakat tanaman dan buah-buahan). al Qardawi berpendapat bahwa orang memperoleh gaji dan pendapatan dalam bentuk uang, maka yang paling baik adalah menetapkan nishab gaji itu berdasarkan nishab uang (al Qardawi, 1996: 482). Oleh karenanya, berdasarkan pendapat al Qardawi tersebut nishab dan prosentase zakat profesi adalah disamakan dengan zakat uang, emas, dan perak senilai 85 gram dan kadarnya 2,5%. Sistem yang dipergunakan dalam pengeluaran zakatnya adalah dengan mengumpulkan gaji atau penghasilan yang diterima berkali-kali dalam waktu tertentu sampai mencapai nisab (85 gr emas) (al Qardawi, 1973: 484). Hal ini dapat ditemukan pada kasus nishab pertambangan, di mana ulama-ulama fiqh berpendapat hasil yang diperoleh dari waktu ke waktu yang tidak pernah terputus di tengah akan melengkapi untuk mencapai nishab. Maka dari itu, dapat ditentukan bahwa satu tahun merupakan suatu kesatuan, menurut pandangan syari’at dan menurut pandangan ahli perpajakan. Oleh karenanya, ketentuan setahun diberlakukan dalam zakat. Maka zakat penghasilan bersih dari seorang pegawai dan golongan profesi dapat diambil dari dalam setahun penuh jika pendapatan tersebut sudah mencapai nishab.
Masih menurut al Qardawi, zakat profesi tersebut diambilkan dari sisa pendapatan bersih setahun, yang dimaksudkan supaya bila ada hutang dan biaya hidup terendah serta yang menjadi tanggungan seseorang bias dikeluarkan. Karena biaya terendah kehidupan seseorang merupakan kebutuhan pokok seseorang. Senada dengan al Qardawi, Nukthoh Arfawi Kurde mengatakan bahwa pendapatan bersih adalah pendapatan kotor dikurangi jumlah pengeluaran untuk kehidupan layak untuk makanan, pakaian, cicilan rumah tangga.
Wahbah al-Zuhaili menyatakan bahwa kegiatan penghasilan atau pendapatan yang diterima seseorang melalui usaha sendiri, dan juga yang terkait dengan pemerintah seperti pegawai negeri atau pegawai swasta yang mendapatkan gaji atau upah dalam waktu yang relatif tetap, seperti sebulan sekali. Penghasilan atau pendapatan yang semacam ini dalam istilah fiqh dikatakan al-maal al-mustafaad.
Sementarai itu, fatwa Ulama yang dihasilkan pada waktu Muktamar Internasional Pertama tentang zakat di Kuwait pada tanggal 29 Rajab 1404 H yang bertepatan dengan tanggal 30 April 1984 M bahwa kegiatan yang menghasilkan kekayaan bagi manusia sekarang adalah kegiatan profesi yang menghasilkan amal yang bermanfaat, baik dilakukan sendiri, maupun bersama-sama semuanya itu menghasilkan pendapatan atau gaji.
Kekayaan tersebut apabila telah mencukupi nisabnya wajib dizakatkan. Namanya zakat profesi. Menurut imam Taqiyuddin al-Husaini menyebutkan dalam kitabnya Kifayah al-Akhyar, zakat berarti tumbuh, berkat dan banyak kebaikan”. Menurut Yusuf Qardhawi secara etimologis kata zakat berasal dari kata “zaka”, yang berarti suci, baik, berkah, terpuji, bersih, tumbuh, dan berkembang. Sedangkan dari segi istilah fikih berarti “sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-oarang yang berhak” disamping berarti “mengeluarkan jumlah tertentu itu sendiri”.
Menurut “Ibn Faris dalam Mu‟jam al Maqayis fi al Lughah, zakat memiliki akar kata yang mengacu pada makna al nama ‟( النماء )dan al-ziyadah( الزيادة ) yang berarti pertumbuhan dan pertambahan, menurutnya, hal ini bukannya tidak beralasan, karena dengan zakat diharapkan harta seseorang terus tumbuh dan bertambah, baik dalam bentuk nyata di dunia maupun di akhirat. Ahli bahasa lain, Ibn Manzhur menambahkan, bahwa zakat juga mengandung makna asal al-shalah ( الصلاح ) yang bermakna kebaikan serta altathir ( التطهر ) yang berarti penyucian.
Menurut Mahjuddin zakat profesi atau jasa, disebut sebagai كسب yang artinya : zakat yang dikeluakan dari sumber usaha profesi atau pendapatan jasa. Istilah profesi, disebut sebagai profession dalam bahasa inggris, yang dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan tetap dengan keahlian tertentu, yang dapat menghasilkan gaji, honor, upah atau imbalan. Ada beberapa profesi yang dapat menjadi sumber zakat; antara lain
a. Profesi dokter yang dapat dikategorikan sebagai the medical profession
b. Profesi pekerja tekhnik (insinyur) yang dapat dikategorikan sebagai the engineering profession
c. Profesi guru, dosen, guru besar atau tenaga pendidik yang dapat dikategorikan sebagai the teaching profession.
d. Profesi advokat (pengacara), konsultan, wartawan, pegawai dan sebagainya.
Menurut Yusuf al-Qardhawi zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan yang didapat dari pekerjaan yang dikerjakan sendiri dikarenakan kecerdasannya atau keterampilannya sendiri seperti dokter, penjahit, tukang kayu dan lainya atau dari pekerjaan yang tunduk pada perseroan atau perseorangan dengan mendapat upah, gaji, honorariaum seperti pegawai negeri sipil.
Kemudian menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia No. 3 Tahun 2003 yang dimaksud dengan “penghasilan” adalah setiap pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lain yang diperoleh dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara, pegawai atau karyawan, maupun tidak rutin seperti dokter, pengacara,konsultan, dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya.
Dari defenisi zakat profesi Yang dikemukakan oleh beberapa ahli fiqih penulis dapat menyimpulkan bahwa zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan, gaji, jasa, upah atau honorarium yang diperoleh dengan cara halal apabila telah sampai nisab dan haulnya.
2. Syarat-syarat profesi yang wajib dizakati
Secara umum, dari beberapa hal yang penulis kutip dalam pernyataan al Qardawi, dapat disimpulkan juga, bahwa penghasilan atau profesi yang wajib dizakati selain yang sudah disebutkan syara’ dan hadits Nabi secara ekplisit, maka dibagi menjadi dua bagian, yaitu kasbu al ‘amal dan mihanu al-hurrah. Kasbu al‘amal adalah pekerjaan seseorang yang tunduk pada perseroan atau perseorangan dengan mendapatkan upah. Mihanu al hurrah adalah pekerjaan bebas, tidak terikat pada orang lain (al Qardawi, 1996: 459). Dari istilah di atas dapat dipetakan, mihan al hurrah dapat saja meliputi penghasilan yang diperoleh melalui berikut ini: konsultan, notaris, advocat, dokter spesialis, dan lain sebagainya. Dari ulasan tersebut, seakan dapat dipahami bahwa al Qardawi berpendapat; kategori zakat profesi (yang wajib dizakati) adalah segala macam pendapatan yang didapat bukan dari harta yang sudah dikenakan zakat(al Qardawi, 1996: 459).
Artinya, zakat profesi didapat dari hasil usaha manusia yang mendatangkan pendapatan dan sudah mencapai nishab. Bukan dari jenis harta kekayaan yang memang sudah ditetapkan kewajibannya melalui al Qurandan hadits Nabi, seperti hasil pertanian, peternakan, perdagangan, harta simpanan (uang, emas, dan perak), dan harta rikaz. Intinya, kewajiban zakat profesi merupakan kewajiban baru dari hasil ijtihad ulama yang belum ditetapkan sebelumnya, melalui dalil al Quran yang umum ataupun melalui inspirasi Sunnah yang sejalan dengan prinsip al Quran tersebut.16
3. Nisab dan Haul Zakat Profesi
Islam tidak mewajibkan zakat atas seluruh harta benda, sedikit atau banyak, tetapi mewajibkan zakat atas harta benda yang mencapai nisab, bersih dari hutang, serta lebih dari kebutuhan pokok pemiliknya. Hal itu untuk menetapkan siapa yang tergolong seorang kaya yang wajib zakat karena zakat hanya dipungut dari orang-orang kaya tersebut, dan untuk menetapkan arti “lebih” (‘afw) yang dijadikan al Quran sebagai sasaran zakat tersebut. Allah berfirman “mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan”, maka katakanlah: “yang lebih dari keperluan” (QS al Baqarah: 219).
Oleh karena itu Rasulullah juga bersabda: “kewajiban zakat hanya bagi orang kaya”. Hal itu sudah ditegaskan dalam syarat-syarat kekayaan yang wajib zakat.
Bila zakat wajib dikeluarkan bila cukup batas nisab, maka berapakah besar nisab dalam kasus ini? Ketika membahas tentang nishab zakat profesi ini, pada mulanya al Qardawi mengutip pendapat Muhammad al Ghazali, yang cenderung menqiyaskan zakat profesi dengan zakat al zuru’ (zakat tanaman dan buah-buahan). al Qardawi berpendapat bahwa orang memperoleh gaji dan pendapatan dalam bentuk uang, maka yang paling baik adalah menetapkan nishab gaji itu berdasarkan nishab uang (al Qardawi, 1996: 482). Oleh karenanya, berdasarkan pendapat al Qardawi tersebut nishab dan prosentase zakat profesi adalah disamakan dengan zakat uang, emas, dan perak senilai 85 gram dan kadarnya 2,5%. Sistem yang dipergunakan dalam pengeluaran zakatnya adalah dengan mengumpulkan gaji atau penghasilan yang diterima berkali-kali dalam waktu tertentu sampai mencapai nisab (85 gr emas) (al Qardawi, 1973: 484). Hal ini dapat ditemukan pada kasus nishab pertambangan, di mana ulama-ulama fiqh berpendapat hasil yang diperoleh dari waktu ke waktu yang tidak pernah terputus di tengah akan melengkapi untuk mencapai nishab. Maka dari itu, dapat ditentukan bahwa satu tahun merupakan suatu kesatuan, menurut pandangan syari’at dan menurut pandangan ahli perpajakan. Oleh karenanya, ketentuan setahun diberlakukan dalam zakat. Maka zakat penghasilan bersih dari seorang pegawai dan golongan profesi dapat diambil dari dalam setahun penuh jika pendapatan tersebut sudah mencapai nishab.
Masih menurut al Qardawi, zakat profesi tersebut diambilkan dari sisa pendapatan bersih setahun, yang dimaksudkan supaya bila ada hutang dan biaya hidup terendah serta yang menjadi tanggungan seseorang bias dikeluarkan. Karena biaya terendah kehidupan seseorang merupakan kebutuhan pokok seseorang. Senada dengan al Qardawi, Nukthoh Arfawi Kurde mengatakan bahwa pendapatan bersih adalah pendapatan kotor dikurangi jumlah pengeluaran untuk kehidupan layak untuk makanan, pakaian, cicilan rumah tangga.