Hubungan Zakat Dengan Kemiskinan

Artikel IslamHubungan Zakat Dengan Kemiskinan, Zakat, Kerja, dan Pengentasan Kemiskinan, Strategi Pemberdayaan Zakat. Islam meletakkan kewajiban pada setiap orang yang memiliki harta melebihi kebutuhan hidup layak supaya menunaikan zakat. Disamping itu, seorang muslim dianjurkan menginfaqkan sebagian hartanya untuk membantu karib kerabat, anak yatim dan orang miskin di sekitarnya. Lebih dari itu, seorang muslim semestinya merasa terpanggil untuk memikirkan kemaslahatan agama dan umat Islam pada umumnya.

Andaikan seluruh umat Islam (muzaki) membayarkan zakat fitrah maka akan didapatkan sejumlah perkalian jumlah penduduk beragama Islam (muzaki) x 2,5 kg beras atau penghasilan pertanian lainnya. Kemudian andaikan seluruh karyawan atau pegawai beragama Islam (muzaki) berzakat, maka juga akan didapatkan 2,5 persen dari penghasilannya dan kemudian dikalikan dengan jumlahnya, maka akan didapatkan angka yang cukup memadai.

Belum lagi jika kemudian dikaitkan dengan sedekah dan infaq. Jika hal ini juga dilakukan dan kemudian bisa dimenej yang memadai, maka tentunya akan didapatkan angka yang cukup memadai untuk pemberantasan kemiskinan. Potensi zakat sangat besar untuk diberdayakan untuk modal usaha kalangan masyarakat kecil miskin. Berdasarkan hasil dari pengkajian BAZNAS, dari potensi hasil zakat profesi saja dalam satu tahun di Indonesia bisa mencapai 32 triliyun rupiah. Bahkan menurut Eri Sudewo (2007), penanganan kemiskinan dengan mendorong perkembangan zakat lebih baik dibandingkan dengan berhutang ke luar negeri. Oleh sebab itu kesadaran untuk membayar zakat harus terus disuarakan demi membangun tanah air.

Zakat, Kerja, dan Pengentasan Kemiskinan
Dalam Islam, zakat adalah ibadah sosio-economy yang memiliki posisi yang sangat penting, strategis, dan menentukan (Yusuf Qardhawi: Al-Ibadah, 1993) baik dari sisi doktrin Islam maupun dari sisi pembangunan ekonomi umat. Dalam Al-Quran terdapat 82 ayat yang mensejajarkan shalat dengan kewajiban zakat. Berdasarkan ayat ini kesadaran berzakat merupakan suatu keharusan bagi orang Islam yang diwujudkan melalui upaya memperhatikan hak fakir miskin dan para mustahik (orang yang berhak mendapatkan zakat) lainnya (QS 9:60). Kesadaran berzakat juga dipandang sebagai orang yang membersihkan, menyuburkan dan mengembangkan hartanya serta mensucikan jiwanya (QS 9:103 dan QS 30:39). Kalau para ulama, dai dan juru dakwah dapat mensosialisakan ini tentu umat Islam tidak akan enggan membayar zakat.

Kewajiban zakat dan dorongan untuk terus menerus berzakat yang demikian mutlak dan tegas dikarenakan dalam ibadah ini terkandung berbagai hikmah dan manfaat (signifikansi) yang demikian besar dan mulia baik bagi muzaki, mustahik (orang yang menerima zakat) maupun masyarakat keseluruhan. Karena zakat merupakan upaya untuk mengatasi kemiskinan, maka dana zakat tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya konsumtif, karena para fakir dan miskin nantinya hanya menggantungkan harapannya kepada zakat. Dana zakat itu bisa untuk biaya pendidikan orang-orang miskin dan modal usaha.

Bekerja merupakan keharusan mutlak yang harus dilakukan oleh seorang muslim, guna memperoleh rezeki yang telah disediakan Allah. Seorang muslim diperintahkan untuk berjalan ke berbagai penjuru dunia untuk meraih rezeki yang halal. Sebagaimana firman Allah: 
Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagimu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya (QS 67:15).

Bekerja adalah senjata utama untuk memerangi kemiskinan, modal pokok mencapai kekayaan dan faktor dominan dalam menciptakan kemakmuran dunia. Ini berarti seorang muslim harus memiliki ilmu dan ketrampilan agar dapat bekerja dan membuka lapangan kerja serta menumbuhkan semangat untuk bekerja/jiwa entrepreneur

Strategi Pemberdayaan Zakat
Kehadiran Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah adalah untuk menjawab berbagai tantangan aktual yang dihadapi umat Islam dengan memanfaatkan kekuatan yang ada pada umat Islam itu sendiri. Terutama lembaga pengelola zakat harus berubah dari pengelolahan zakat secara tradisional kepada cara yang lebih professional dengan perumusan strategistrategi. Salah satu strategi yang perlu diciptakan adalah menciptakan persepsi orang (terutama muzaki dan mustahik) tentang zakat dan pengelolahannya. Mustahik yang diberikan zakat harus mempunyai tanggung jawab dan bukan hanya merupakan pemberian semata sebagai balas kasihan atau simpati, tetapi lebih dari itu adalah agar mereka dapat menggunakan zakat tersebut untuk mengembangkan dirinya lebih mandiri yang akhirnya terlepas dari rantai kemiskinan.

Secara umum kita dapat membangun strategi yang digunakan dalam pemberdayaan zakat diantaranya:
a. Peningkatan perekonomian secara langsung dengan memberikan modal usaha. Strategi ini digunakan untuk para mustahik yang produktif secara kemampuan berusaha seperti dagang, jasa (tukang sepatu, penerima upah bajak sawah, dll) yang membutuhkan modal.
b. Peningkatan perekonomian secara pemberian skill dan ketrampilan melalui workshop atau training kepada mustahik yang masih produktif.
c. Peningkatan perekonomian melaluai pemberian modal usaha untuk mustahik yang ingin meningkatkan kemandirian dalam perekonomian.
d. Peningkatan perekonomian melalui membuka lapangan kerja bagi mustahik yang tidak mempunyai kemampuan mengurus wirausaha sendiri.

Berdasarkan penciptaan strategi diatas diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan ummat, dan senantiasa meningkatkan usaha para mustahik dalam menggunakan dana zakat itu agar tepat guna dan berdaya guna