Syarat Sahnya dan Syarat Wajibnya Puasa Menurut Imam Mazhab Syafi'i

Syarat-syarat Sahnya Puasa [1: 438]

Maksudnya, jika terpenuhi syarat-syarat ini maka sah puasanya, ada empat:

Islam, disyaratkan harus muslim seluruh siang harinya. Jika murtad meskipun sekejab dan satu kali saja, batal puasanya. Berakal, disyaratkan harus berakal atau mumayyis selama seharian penuh. Jika gila meskipun sekejab dan satu kali saja, maka batal puasanya dan tidak berdosa jika tidak membuat sebab (sengaja membuat dirinya gila) dan tidak ada qodlo baginya. Adapun pingsan ataupun mabuk maka perincianya di pembahasan tentang yang membatalkan puasa.

Bersih dari haidl dan nifas, disyaratkan wanita harus suci selama seharian penuh. Jika haidl pada akhir hari mekipun setetes, maka batal puasanya, demikian juga jika wanita suci di tengah-tengah hari, tetapi disunnahkan imsak (menahan diri dari dari yang membatalkan puasa).

Diharamkan bagi wanita yang haild atau nifas untuk imsak dengan niat puasa, tetapi tidak wajib melakukan perkara yang membatalkan puasa (misalnya makan dan minum) karena tidak adanya niat.

Mengetahui waktu diperbolehkannya puasa, maksudnya bukan hari-hari yang dilarang puasa di dalamnya.

Syarat Sahnya dan Syarat Wajibnya Puasa Menurut Imam Mazhab Syafi'i

Syarat-syarat Wajibnya Puasa [1:438-439]

Maksudnya, jika syarat-syarat ini terpenuhi maka wajib berpuasa, ada lima:

1. Islam

Orang kafir tidak diperintah berpuasa di dunia ini. Adapun orang murtad, maka wajib baginya qodlo bila ia masuk Islam lagi karena untuk memberatkan baginya.

2. Mukallaf

Maksudnya baligh dan berakal. Adapun anak kecil, maka wajib bagi walinya untuk memerintahnya berpuasa ketika berumur 7 tahun dan memukulnya ketika berumur 10 tahun bila meninggalkan puasa bila anak kecil ini mampu untuk berpuasa.

3. Mampu berpuasa

Menurut hissi (perasaan indera) dan menurut syara’

a) Hissi

tidak wajib puasa bagi orang yang sangat tua dan orang sakit yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya lagi.

b) Syara’

tidak wajib puasa bagi wanita haidl dan nifas.

4. Sehat

Puasa tidak wajib bagi orang yang sakit. Tidak wajib baginya tabyit niat (niat puasa di malam hari) jika ditemukan sakit sebelum fajar, jika sakit tidak ditemukan sebelum fajar maka wajib baginya tabyit dan puasa, kemudian jika sakitnya datang lagi maka berbukalah.

Batasan sakit yang diperbolehkan untuk berbuka: yaitu sakit yang dikhawatirkan menimbulkan kematian atau mundurnya kesembuhan atau bertambahnya penyakit. Sakit yang seperti ini dinamakan mahdhurattayammum.

5. Bermukim

Tidak wajib puasa bagi musafir (orang yang berpergian) yang jauh kira-kira 82 km dengan perjalanan yang mubah bukan haram. Dan disyaratkan -agar diperbolehkan berbuka di perjalanan- agar bepergiannya berangkat sebelum terbitnya fajar. Wajib niat tarokhkhush (mengambil kemurahan) ketika berbuka bagi musafir dan orang yang sakit yang diharapkan bisa sembuh dan orang yang dikalahkan oleh rasa lapar, agar dapat membedakan antara berbuka yang mubah dengan lainnya.

Puasa itu lebih utama bagi musafir kecuali bila memberatkan baginya jika memberatkan maka berbuka itu lebih utama.