RUKUN, WAJIB DAN SUNNAH PUASA MENURUT IMAM Mazhab Syafi'i
F.
Rukun-rukun Puasa [1: 439-441]
1. Rukun yang pertama: niat, sama saja
itu puasa fardlu atau sunnah.
Tidak mencukupi sahur
sebagai ganti dari niat, meskipun bertujuan untuk kekuatan berpuasa selama
tidak tergetar dihatinya puasa dengan sifat-sifatnya yang wajib menyinggungnya
di dalam niat: yaitu imsak dan ta’yin (menentukan jenis puasa).
Ketahuilah bahwa puasa
itu imsak dari perkara yang membatalkannya. Sifat-sifat puasa adalah keadaan
puasa itu dari romadlon, dari nadzar atau dari kifarat [3: 249].
Wajib berniat setiap
hari karena puasa setiap hari itu ibadah yang terpisah. Tidak cukup niat satu
kali untuk sebulan menurut pendapat yang mu’tamad. Tetapi disunnahkan berniat
sekali untuk satu bulan karena ada dua faidah:
· Sahnya puasa hari yang lupa tabyit niat
di dalamnya menurut madzhab Imam Malik.
· Mendapat pahala yang penuh jikalau
meninggal sebelum penuh sebulan, karena mengambil ibarat dari niatnya.
2. Rukun yang kedua: meninggalkan
perkara yang membatalkan puasa, ia ingat dan pilihan sendiri (tidak dipaksa)
serta tidak jahil ma’dzur (bodoh yang karena ada udzur/alasan). Maka tidak
batal puasanya orang yang melakukan perkara yang membatalkan puasa karena lupa
atau dipaksa atau bodoh yang ma’dzur.
Jahil ma’dzur: yaitu salah satu dari dua
orang berikut:
1. Orang yang tumbuh besar tapi jauh
dari ulama’.
2. Orang yang baru masuk Islam.
G.
Wajibnya Puasa Romadlon [1: 441-442]
Puasa Romadlon menjadi wajib sebab salah
satu dari lima perkara ini:
Dua perkara di atas jalan yang umum, maksudnya
wajib bagi keseluruhan jika perkara tersebut sudah tetap menurut Qodli. Tiga
perkara di atas jalan yang khusus, maksudnya bagi orang terentu saja.
Yang di atas umum:
1. Sebab
sempurnanya bulan sya’ban 30 hari.
2. Sebab
ru’yah hilal (terlihatnya bulan baru) dengan persaksian satu orang yang adil
(persaksiannya diterima), yaitu bila memenuhi syarat-syarat persaksian berikut:
laki-laki, merdeka, rosyid (cerdik), mempunyai muruah (harga diri), terjaga
(tidak sedang tidur atau ngantuk), dapat berbicara, dapat mendengar, dapat
melihat, tidak melakukan dosa besar, tidak terus-menerus melakukan dosa kecil
atau sering melakukan dosa kecil, tetapi taatnya mengalahkan ma’siatnya.
Orang yang melihat hilal tadi harus adil
dan bersaksi tentang melihat hilal tadi di hadapan Qodli, meskipun sedang
mendung, dengan berkata: Saya bersaksi bahwa sesungguhnya saya telah meilihat
hilal atau sesungguhnya hilal telah muncul [3: 243].
H.
Sunnah-sunnah Puasa dan Romadlon [1: 443-446]
1. Menyegerakan
berbuka jika sudah diyakini matahari telah tenggelam, berbeda bila masih
diragukan, maka wajib berhati-hati dengan mengakhirkan berbuka.
2. Sahur,
walaupun dengan mengalirkan air, disunnahkan sahur meskipun masih kenyang
(belum lapar dan belum haus) dan sahur dengan ruthob (kurma basah) dan tamar
(kurma kering) seperti berbuka. Waktu sahur masuk sejak pertengahan malam.
3. Mengakhirkan
sahur, sekira tidak terlalu akhir, sunnah menahan diri dari makan sebelum fajar
kira-kira 50 ayat (15 menit)
4. Berbuka
dengan ruthob secara ganjil, dahulukan ruthob, jika tidak ada maka busr (kurma
belum masak), lalu tamar, lalu air zamzam, lalu air biasa, lalu hulwu (yang
manis-manis, sedap, yaitu yang tidak tersentuh api seperti madu, susu dan
zabib), lalu halwa (kue atau gula-gula, yaitu yang tersentuh api).
5. Mendatangkan
doa berbuka (setelah selesai berbuka [5: 142])
6. Memberi
makan berbuka orang yang berpuasa karena di dalamnya terdapat pahala yang
besar.
7. Mandi
janabah sebelum fajar karena keluar dari khilaf dan supaya memulai puasanya
dalam keadaan suci.
8. Mandi
setiap malam dari malam-malam romadlon setelah maghrib agar semangat untuk
qiyam (sholat sunnah).
9. Menjaga
sholat tarawih sejak malam yang awal hingga malam terakhir.
10. Sangat
kukuh dalam menjaga sholat witir. Bagi witir romadlon ada tiga kekhususan:
·
Disunnahkan jamaah
·
Disunnahkan jahr (dengan suara keras)
·
Disunnahkan qunut pada separuh terakhir
romadlon menurut pendapat yang mu’tamad.
11. Memperbanyak
membaca Al Quran dengan tadabbur (menghayati ma’nanya)
12. Memperbanyak
amalan-amalan sunnah, seperti sholat rawatib, sholat dluha, sholat tasbih dan
sholat awwabin.
13. Memperbanyak
amalan-amalan sholihah, seperti shodaqoh, silaturrrohim, menghadiri majelis
ilmu, i’tikaf, memakmurkan (meramaikan) masjid, dan menghadap Alloh dengan
menjaga hati dan anggota tubuh, serta memperbanyak doa-doa ma’tsur (yang
berasal dari Nabi).
14. Ijtihad
(bersungguh-sungguh beribadah) pada 10 hari terakhir, taharri (mengusahakan
mendapatkan) lailatul qodar di dalam 10 hari terakhir dan di dalam malam
ganjilnya lebih kukuh.
Lailatul
Qodar: dinamakan begini karena agungnya ketetapannyanya, karena Alloh
menetapkan apa-apa yang di dalamnya sekehendakNya. Ada 40 pendapat tentang
Lailatul Qodar. Imam Syafi’i condong (lebih mengharapkan) bahwa lailatul qodar
adalah malam 21 atau 23. Menurut jumhur (sebagian besar ulama) adalah malam 27.
Sebagian ulama memilih bahwa lailatul qodar itu berpindah-pindah pada 10 malam
terakhir. Hikmah disamarkannya: menghidupkan seluruh malam-malam dengan ibadah.
Kekhususannya: tidak terbuahinya nutfah kafir pada malam itu, sebagian
keajaiban alam malakut terbuka dan beramal di dalamnya lebih baik dari amal
1000 bulan yang tidak ada lailatul qodarnya. Tanda-tandanya: malam itu
tengah-tengah (tidak panjang, tidak pendek), matahari terbit pada hari itu secara
putih dan tidak banyak sinarnya sebab
15. Mengusahakan
dengan sungguh berbuka dengan yang halal
16. Memperluas
belanja keluarga
17. Meninggalkan
menertawakan dan mencaci-maki (misuh). Jika seseorang dicaci-maki, maka
ingatlah di dalam hatinya bahwa ia sedang berpuasa karena untuk menahan diri
dari memasukkan cacat pada puasanya. Disunnahkan mengucapkan dengan lisan “saya
berpuasa” jika tidak khawatir riya’ karena untuk mencegah percekcokan dan
menolak dengan cara baik.