Hukum-hukum Puasa Menurut Imam Mazhab Syafii


C. Hukum-hukum Puasa [1: 434 - 437]

1. Wajib, yaitu:
   a. Puasa romadlon
   b. Puasa qodlo
   c. Puasa kifarat, seperti kifarat dhihar, membunuh atau jima’ di bulan romadlon
   d. Puasa di dalam haji dan umroh sebagai ganti dari penyembelihan dalam fidyah
   e. Puasa di dalam pelaksanaan meminta hujan ( الاستسقاء ) jika diperintah oleh hakim
   f. Puasa nadzar
HUKUM-HUKUM PUASA

2. Sunnah
Tentang faidah puasa sunnah ini, tertulis dalam kitab Fathul Mu’in:


Artinya: Tentang puasa sunnah, baginya keutamaan dan pahala yang tidak ada yang dapat menghitungnya kecuali Alloh. Karena hal ini Alloh menyandarkan puasa kepadaNya, bukan ibadah yang lain. Alloh berfirman (dalam hadist qudsi): “Setiap amal anak Adam diperuntukkan baginya kecuali puasa, karena ia untukKu dan Aku yang akan membalasnya. Di dalam Bukhori dan Muslim, “Barangsiapa berpuasa sehari karena menegakkan agama Alloh maka Alloh Ta’ala menjauhkan tubuhnya dari neraka selama 70 tahun” [3: 299 – 300].
Hikmah disyariatkannya puasa sunnah: menambah ibadah dan pendekatan ke Alloh sehingga dicintai Alloh. Sesungguhnya cintanya Alloh pada hamba, dekatnya hamba ke Tuhannya akan memutusnya dari maksiat, mendekatkannya pada ketaatan pada Alloh, membuatnya bergegas melakukan kebajikan. Dengan ini tingkah manusia menjadi istiqomah dan kehidupannya menjadi baik [2: 97].

Puasa sunnah dibagi menjadi tiga:
A. Puasa yang berulang setiap tahun, misalnya:
  1.      Puasa hari ‘arofah (عرفة ) yaitu tanggal 9 dzul hijjah bagi yang tidak sedang haji, puasa ini dapat menghapus dosa satu tahun sebelum dan sesudahnya. Bagi yang sedang haji tidak disunnahkan puasa arofah, bahkan disunnahkan tidak berpuasa karena mengikuti Nabi SAW, dan juga supaya menguatkan berdoa pada hari itu [2: 98, 7: 199].
  2.       Puasa hari tasu’a (تاسوعاء ), yaitu tanggal 9 muharrom,
  3.     Puasa hari ‘asyura (عاشوراء ), yaitu tanggal 10 muharrom, puasa ini dapat menghapus dosa setahun sebelumnya.
  4.       Puasa tanggal 11 muharrom.
  5.     Puasa enam hari bulan syawal, yang lebih utama dilakukan setelah hari raya idul fitri secara berurutan, keutamaannya: barang siapa puasa romadlon kemudian diikuti puasa 6 hari bulan syawal maka seperti puasa setahun. Tidak disyaratkan 6 hari berurutan, sudah mendapatkan kesunnahan meskipun terpisah-pisah [2: 100].
  6.       Puasa bulan-bulan mulia (الأشهر الحرم) yaitu: dzul qo’dah, dzul hijjah, muharrom dan rojab.
  7.       Puasa 10 hari yang pertama bulan dzul hijjah selain idul adlha.

Puasa tanggal 8 dzulhijjah dituntut karena: untuk hati-hati hari arofah, karena masuk 10 hari yang pertama. Seperti itu juga puasa arofah dituntut dari dua arah dari hari arofah sendiri dan karena masuk 10 hari yang pertama bulan dzulhijah, tetapi puasa sebelum arofah itu disunnahkan bagi orang sedang haji dan selainnya [7: 199].

B. Puasa yang berulang setiap bulan, misalnya:
      1.      Hari-hari putih (أيام البيض), yaitu tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan arab.
Puasa tiga hari ini seperti puasa sebulan penuh, karena kebaikan itu 10 kalilipat semisalnya. Khusus tanggal 13 dzul hijjah maka diganti tanggal 16, karena tanggal 13 itu hari tasyriq yang diharamkan berpuasa [3: 304]
Karena puasa 3 hari seperti puasa sebulan penuh, disunnahkan puasa 3 hari setiap bulan, meskipun bukan hari-hari putih, barang siapa puasa hari-hari putih maka dia memperoleh dua kesunnahan [7: 200].
      2.     Hari-hari gelap (أيام السود), yaitu tanggal 28, 29 dan 30 setiap bulan arab, jika bulan tersebut tidak 30 hari maka tanggal 27, 28 dan 29.

C. Puasa yang berulang setiap minggu yaitu puasa hari senin dan kamis.
Puasa sunnah yang utama: puasa sehari, ifthor (berbuka = tidak puasa) sehari yaitu puasanya Nabi Daud alaihissalam.

3. Makruh, yaitu:
      a.       Puasa hari jum’at atau sabtu atau ahad saja, jikalau puasa dua hari dari ketiganya atau seluruhnya maka tidak makruh.
     b.      Puasa dahr (setahun penuh kecuali hari-hari yang diharamkan puasa) bagi orang yang khawatir bahaya atau hilangnya hak yang wajib, hak yang mandub (sunnah) baginya atau bagi orang lain.
Jika tidak khawatir akan hal tersebut, maka puasa dahr hukumnya sunnah [5: 145].

4. Haram, ada dua bagian:
      a.       Haram tetapi sah, yaitu puasanya istri tanpa ada ijin dari suaminya dan puasanya budak tanpa ada ijin dari tuannya.
      b.      Haram dan tidak sah, ada lima contoh:
1.      Puasa hari raya idul fitri yaitu tanggal 1 syawal
2.      Puasa hari raya idul adha yaitu tanggal 10 dzul hijjah
3.      Puasa hari tasyriq yaitu tanggal 11, 12 dan 13 dzul hijjah.
4.      Puasa separuh akhir bulan sya’ban yaitu tanggal 16, 17, 18 dan seterusnya hingga akhir bulan.
5.      Puasa hari ragu-ragu (الشك ), yaitu hari ke 30 bulan sya’ban ketika orang-orang lagi omong-omong tentang hilal telah terlihat sehingga muncul keraguan hilal sudah terlihat apa belum atau ada orang menyaksikan hilal tetapi kesaksiannya tidak diterima misal wanita atau anak-anak.
Masalah:
Kapankah diperbolehkan puasa hari syak atau separuh akhir sya’ban?
Diperbolehkan puasa keduanya di dalam tiga keadaan:
  • Jika puasanya itu wajib, seperti qodlo atau nadzar
  • Jika puasanya itu sunnah yang menjadi kebiasaan (adat atau wiridan), seperti puasa senin dan kamis. Adat dapat ditetapkan meskipun hanya satu kali.
  • Jika menyambung separuh yang akhir dengan hari sebelumnya yaitu dengan puasa hari ke 15, maka boleh puasa hari 16, jika puasa hari 16 maka boleh puasa hari 17, demikian seterusnya hingga akhir bulan sya’ban. Jika tidak puasa sehari saja maka haram puasa hari-hari selanjutnya.