MATA KULIAH : Seminar karya Ilmial Ke SD-an Tema Proposal/Usulan : Penerapan Model Discovery Learning

MATA KULIAH : Seminar karya Ilmial Ke SD-an. Tema Proposal/Usulan : Penerapan Model Discovery Learning. Judul : 1. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Perubahan Wujud Benda dan 2. Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS di Sekolah Dasar.

MATA KULIAH : Seminar karya Ilmial Ke SD-an Tema Proposal/Usulan : Penerapan Model Discovery Learning

Seminar karya Ilmial Ke SD-an Tema Proposal/Usulan : Penerapan Model Discovery Learning

A. Pendahuluan
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sebagai kajian akademik merupakan perkembangan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan praktik bidang pendidikan. Pendidikan merupakan suatu ilmu pengetahuan bukanlah hanya bagaimana mengajarkan ilmu pengetahuan kepada peserta didik, akan tetapi juga harus mengajarkan tentang makna dan nilai-nilai atas ilmu pengetahuan itu untuk kepentingan kehidupannya kearah yang lebih baik. IPS di Sekolah Dasar adalah mata pelajaran yang mempelajari manusia dalam semua aspek kehidupan dan interaksinya dalam masyarakat. Tujuan pengajaran IPS adalah memperkenalkan siswa kepada pengetahuan tentang kehidupan masyarakat manusia secara sistematis (Suhanadji dan Waspodo, 2003:1).

Pendidikan IPS sebagai salah satu program pendidikan, dihadapkan pada tantangan untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia yang mampu berbuat dan berkiprah dalam kehidupan masyarakat modern. Fokus kajian utama pendidikan ilmu pengetahuan sosial adalah interaksi di dalam masyarakat. IPS sebagai salah satu bidang studi yang memiliki tujuan membekali siswa untuk mengembangkan penalarannya di samping aspek nilai dan moral, banyak memuat materi sosial yang bersifat hafalan sehingga pengetahuan dan informasi yang diterima siswa sebatas produk hafalan. Al Muchtar (dalam Gunawan, 2011:163) menyebutkan bahwa kondisi pendidikan IPS pada saat ini menunjukkan beberapa kelemahan, baik dilihat dari proses maupun hasil belajar, antara lain aspek metodologis. Dalam aspek metodologis pendekatan ekspositoris sangat menguasai seluruh proses belajar. Aktivitas guru lebih menonjol daripada kegiatan siswa dan belajar terbatas pada hafalan.
Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan seseorang untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan mengembangkan potensi yang dimilikinya agar dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun orang lain dalam kehidupannya. Pendidikan bertujuan untuk membantu para siswa dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya.

Dengan menempuh pendidikan, seseorang dapat terhindar dari rendahnya kemampuan kognitif dan kemiskinan. Pendidikan menjadi pembeda antara seseorang dengan orang yang lainnya, dilihat dari pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan. Kemajuan sebuah negara dapat dilihat dari sistem pendidikannya, kualitas pendidikannya, baik dari kualitas tenaga pengajarnya maupun kualitas peserta didiknya.

Oleh sebab itu, pendidikan sangat dibutuhkan bagi manusia sebagai proses pengajaran dan pelatihan agar mencapai tujuan tersebut. Proses pengajaran yang baik harus mengacu pada kurikulum yang berlaku. Kurikulum adalah rangkaian rencana isi yang akan menjadi sejumlah tahapan belajar yang didesain untuk siswa dengan petunjuk institusi pendidikan yang isinya berupa proses. Kurikulum yang berlaku di Indonesia saat ini adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP merupakan salah satu bentuk perkembangan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada sekolah dan satuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi, tuntutan, dan kebutuhan masing-masing. KTSP diterapkan pada satuan pendidikan, dalam praktiknya pendidikan dapat berlangsung dalam lingkungan formal, informal, dan nonformal.

Khusus pada pendidikan formal terdapat beberapa jenjang pendidikan di negeri ini yang terdiri dari sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA) dan perguruan tinggi (PT). Proses pembelajaran dari setiap jenjang tersebut tentunya memperhatikan fase perkembangan dan tingkat kemampuan setiap peserta didik seperti kognitif, psikomotor dan afektif. Khususnya pada jenjang sekolah dasar (SD) kemampuan kognitifnya akan berbeda dengan jenjang pendidikan yang lebih tinggi lainnya. Proses pembelajaran materi IPA pada sekolah dasar akan lebih sederhana dan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Hal itu dimaksudkan agar pembelajaran lebih bermakna dan siswa lebih memahami dengan baik.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka permasalah dalam penelitian ini adalah :
  1. Apakah dengan menggunakan model pembelajaran discovery learning dapat meningkatkan Hasil Belajar siswa pada Materi Perubahan Wujud Benda
  2. Bagaimana penerapan model discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar IPS Di Sekolah Dasar
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang hendak di capai adalah :
  1. Untuk mengetahui  Model Pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan Hasil Belajar siswa pada Materi Perubahan Wujud Benda
  2. Untuk mengetahui bagaimana penerapan model Discovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar IPS Di Sekolah Dasar
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah diuraikan di atas, maka peneliti mengharapkan sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Memberikan gambaran yang jelas tentang penggunaan model Pembelajaran discovery learning sebagai upaya peningkatan hasil belajar siswa di kelas.

2.Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
1. Peningkatan hasil belajar siswa.
2. Termotivasi sehingga bersemangat dan senang dalam mengikuti proses belajar.
3. Memupuk pribadi yang aktif dan kreatif.

b. Bagi Guru
1. Sebagai referensi bagi peneliti untuk meningkatkan hasil belajar siswa khususnya di Sekolah Dasar.
2. Model pembelajaran discovery learningakan mempermudah guru dalam mengembangkan kompetensi yang dimiliki siswa baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik.

c. Bagi Sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran di Sekolah Dasar.

d. Bagi Peneliti
1. Menambah pengetahuan tentang penelitian tindakan kelas.
2. Peningkatan pengetahuan dan penguasaan menggunakan model pembelajaran discovery learning pada pembelajaran Di Sekolah Dasar.

E. Hipotesis
Menurut Narbuko, Cholid (2001:13) hipotesis merupakan jawaban dengan sifat sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pernyataan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori.

Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang merupakan jaawaban sementara atas masalah yang Input Guru / peneliti belum memanfaatkan model Discovery Learning Siswa yang di teliti Hasil Belajar siswa masih rendah Proses memanfaatkan model Discovery Learning SIKLUS I Memanfaatkan model Discovery Learning yang dijelaskan guru, siswa mendengarkan dan mempraktekkan Output Diharapkan melalui Pemanfaatan Model Discovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa SIKLUS II Memanfaatkan model Discovery Learning yang dijelaskan guru, siswa mengikuti dan mencoba dengan bermain dirumuskan. Lain hal menurut Sugiyono (2009:64) Hipotesis sebagai suatu jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pernyataan.

Berdasarkan pengertian diatas, peneliti sependapat dengan teori Narbuko,Cholid, yaitu hipotesis merupakan jawaban dengan sifat sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah dinyatakan dalam bentuk pernyataan.

F. Defenisi Operasional
1. Model pembelajaran
Model pembelajaran adalah suatu pola yang menggambarkan perilaku pembelajaran untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. (Joyce & Weil, dalam Rusman :2013)

2. Guided Discovery learning
Guided discovery learning merupakan pembelajaran yang dimulai dengan memberikan pertanyaan yang menantang lalu siswa berkontribusi sendiri terhadap perkembangan pengetahuannya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalahnya. (Hmelo-Silver, dkk., 2007).
Kaitannya dengan pendidikan, Hamalik (Takdir,2012:29) memyatakan bahwa discovery adalah proses pembelajaran yang menitik beratkan pada mental intelektual pada anak didik dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi.
Model discovery learning didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Ide dasar Bruner adalah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas.Model

3. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru. (Nasution, dalam Mulyana,2015)

G. Kajian Pustaka
A. Belajar dan Pembelajaran
1. Pengertian Belajar
Dalam konteks pendidikan, hampir semua aktivitas yang dilakukan adalah aktivitas belajar. Sumadi Suryabrata (2003:5) menjelaskan pengertian belajar dengan menidentifikasikan ciri-ciri yang disebut belajar, yaitu belajar adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri individu yang belajar, baika aktual maupun potensial, perubahan itu pada pokoknyaadalah diperolehnya kemampuan baru, yang berlaku dala waktu relatif lama, perubahan itu terjadi karena usaha.

Belajar merupakan komponen dari ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan tujuan menambah dan mengumpulkan sejumlah ilmu pengetahuan. Sudirman (2004:380) menyatakan belajar adalah mencari makna, makna diciptakanoleh peserta didik dari apa yang mereka lihat, mereka dengar dan dari yang dirasakan dan alami, jadi belajar sangat dipengaruhi oleh pengalaman objek dengan dunia fisik dan lingkungannya.

Slameto (2003:2) belajar adalah suatu usaha yang dilakukan oleh sesorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Menurut Slameto (2004:5) jenis-jenis belajar sebagai berikut :

Belajar Bagian, dilakukan oleh seseorang bila ia dihadapkan pada materi belajar yang bersifat luas. Dalam hal ini individu memecah seluruh materi pelajaran menjadi bagian-bagian yang satu sama lain berdiri sendiri.

Belajar Dengan Wawasan, belajar seperti ini mereorganisasi pola-pola tingkah laku yang telah terbentuk menjadi satu tingkah laku yang ada hubungannya dengan penyelesaian suatu persoalan.
Belajar Diskriminatif, suatu usaha untuk memilih beberapa sifat dan kemudian menjadikannya sebagai pedoman dalam bertingkah laku.

B. Hasil Belajar
Belajar dan mengajar merupakan konsep yang tidak dapat dipisahkan. Belajar merujuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subyek dalam belajar. berakhirnya suatu proses pembelajaran, makas iswa akan memperoleh suatu hasil belajar. Hasil belajar merupaka hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Sedangkan mengajar merujuk pada apa yang seharusnya dilakukan seorang guru sebagai pengajar. hasil belajar merupakan hal yang tidak dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan guru.

Merujuk pemikiran Gagne (dalam Suprijono Agus,2010:5) Hasil Belajar berupa :
Informasi verbal yaitu mengungkapkan pengetahuan dalam bentukbahasa, baik lisan maupun tertulis.
Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambing
Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkanaktivitas kognitifnya sendiri
Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerakjasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.
Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkanpenilaian terhadap objek tersebut.

C.Model Pembelajaran Discovery Learning
1. Definisi/konsep
Kaitannya dengan pendidikan, Hamalik (Takdir, 2012:29) menyatakan bahwa discovery adalah proses pembelajaran yang menitik beratkan pada mental intelektual pada anak didik dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi. Model discovery learning didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Ide dasar Bruner adalah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas. Model Discovery Learning merupakan suatu pembelajaran dimana siswa harus berperan aktip dalam suatu pembelajaran sehingga pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri, dan siswa mampu mengetahui sendiri informasi yang sudah mereka miliki.

Model discovery learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih). Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. discoverydilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi.

Disimpulkan bahwa model discovery learningadalah suatu model pembelajaran yang menitikberatkan pada aktivitas siswa, sementara guru hanya sebagai pembimbing/fasilitator yang mengarahkan siswa menemukan konsep, dalil dan prosedur. Dengan teknik tersebut, siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi. Dengan demikian, pembelajaran discovery ialah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba sendiri. Metode discovery learning sebagai sebuah teori belajar dapat didefinisikan sebagai belajar yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan untuk mengorganisasi sendiri.

2. Kelebihan dan Kekurangan  Penerapan Discovery Learning
Kelebihan penerapan discovery learning ( Kemendikbud, 2013:32)
  • Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilanketerampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.
  • Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan, dan transfer.
  • Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
  • Model ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.
  • Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
  • Membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
  • Berpusat pada siswa dan gutu berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
  • Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keraguan-raguan) karena mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
  • Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
  • Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru.
  • Mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.
  • Mendorong siswa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri
  • Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik.
  • Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang
  • Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya.
  • Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.
  • Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar
  • Dapat mengembangkan siswa belajar mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
Kekurangan penerapan discovery learning ( Kemendikbud ,2013:32)
  • Menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berpikiran mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.
  • Tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
  • Harapan-harapan yang tarkandung dalam model ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama
  • Pengajaran dengan modeldiscovery learninglebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
  • Pada beberapa disiplin ilmu, kurang fasilitas untuk mengukur gagas yang dikemukakan oleh para siswa.
  • Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.

3. Langkah-langkah Penerapan Model Discovery Learning
Discovery learning adalah suatu model untuk mengambanfgkan cara belajar siswa aktif dengan menenemukan sendiri, menyelediki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan. Menurut Syah (2004:224) dalam mengaplikasikandiscovery learningdi kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut :

a) Stimulation
(Stimulasi/Pemberian Rangsangan) Pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan tanda tanya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah ada persiapan pemecahan masalah.

b) Problem Statement
(Pernyataan/Identitas Masalah) Setelah dilakukan stimulasi, langkah selanjutnya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah), Syah (2004:244)

c) Data Collection (Pengumpulan Data)
Ketika eksplorasi berlangsung, guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis, Syah (2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Dengan demikian siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection)berbagai informasi yang relevan, membaca literatur.

d) Data Processing (Pengolahan Data)
Semua informasi hasil bacaan diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu. Data processingdisebut juga dengan pengkodean/kategorisasi yang berfungsi pada pembentukan konsep dan generalisasi.

e) Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikaan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan data hasil processing, Syah (2004:244). Verificationmenurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.

f) Generalisation (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)
Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan verifikasi, Syah (2004:244). Setelah menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.

H. Metodelogi Penelitian
1. Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian kelas (PTK). PTK adalah cara guru memperbaiki proses pembelajaran yang mereka lakukan dengan mengevaluasi pengalaman guru itu sendiri (Wiriaatmadja, 2006). Sedangkan menurut (Sanjaya, 2009) PTK adalah proses menyelesaikan masalah-masalah yang muncul di dalam pembelajaran dengan melakukan tindakan yang nyata dan terencana, kemudian menganalisis hasil dari tindakan tersebut. Meningkatkan kualitas pembelajaran adalah salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru profesional. Dalam melaksanakan PTK harus didukung oleh kondisi guru atau pemimpin sekolah yang kondusif, artinya perlu dukungan dari berbagai pihak agar PTK ini dapat berhasil.

2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes dan non tes, yaitu:
a. Tes
Tes dapat diartikan sebagai himpunan pertanyaan yang harus dijawab, pertanyaan-pertanyaan yang harus dipilih, atau tugas-tugas yang harus dilakukan oleh peserta tes dengan tujuan untuk mengukur suatu aspek tertentu dari peserta tes (Poerwanti dkk, 2008:43).

Pada penelitian ini, tes yang digunakan berupa lembar soal dalam bentuk lembar tugas siswa (LTS) yang bertujuan untuk mengetahui apakah program pengajaran berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan atau memerlukan perubahan/penyesuaian. Instrumen tes digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran menggunakan model pembelajaran discovery learning. Instrumen ini berupa soal-soal latihan yang mengacu pada tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.

b. Observasi
Observasi merupakan kegiatan melihat sesuatu secara cermat untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang studi dari objek sesuatu itu. Observasi dilakukan oleh teman sejawat di kelas yang diteliti. Observer mengamati hasil belajar siswa selama pembelajaran berlangsung dan mengetahui sejauh mana penguasaan siswa terhadap materi yang telah dikuasainya. hal ini di maksudkan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa. Data dari lembar observasi yang diperoleh dari setiap pertemuan pada masing-masing siklus yang berupa skor hasil belajar akan digunakan sebagai refleksi atas kegiatan pembelajaran yang telah berlangsung.

3. Intrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi, pedoman wawancara, catatan lapangan dan format penilaian tes hasil belajar. Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data dengan melakukan pengamatan terhadap kegiatan yang berlangsung, segala sesuatu yang terjadi pada proses pembelajaran tersebut. Wawancara dilakukan terhadap guru yang bersangkutan. Pedoman wawancara ini berupa pertanyaan-pertanyaan kepada guru mengenai kegiatan belajar mengajar, mengenai kesulitan-kesulitan mengajar yang dialami oleh guru tersebut. Catatan lapangan digunakan selama proses pembelajaran, dan berfungsi untuk mencatat apa saja yang terjadi ketika model discovery learning ini diterapkan. Dan bentuk tes tertulis ini yaitu berupa tes essay atau uraian. Tes ini terdiri dari sejumlah pertanyaan dalam bentuk uraian yang harus dijawab dalam bentuk uraian tertulis atau berupa kalimat-kalimat bebas yang disusun sendiri. Tes tertulis berfungsi untuk mengukur kemampuan tentang suatu konsep atau kinerja.

4. Teknik Pengolahan Data
Teknik pengolahan data yang digunakan oleh peneliti, sesuai dengan instrumen yang telah ditentukan, yaitu observasi, wawancara, catatan lapangan dan tes. Data yang diolah dalam penelitian ini merupakan data pelaksanaan tindakan dan data hasil belajar siswa.
Data pelaksanaan tindakan yang dimaksud pada penelitian ini mengenai proses berlangsungnya penerapan model discovery learning pada materi perubahan wujud benda yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan catatan lapangan. Sedangkan hasil belajar siswa diperoleh dari penilaian setelah kegiatan pembelajaran yang diperoleh dari format observasi dan tes tertulis.
Sedangkan analisis data adalah proses mencari, menyusun secara sistematis data yang diperoleh berdasarkan teknik pengolahan data sehingga temuannya dapat dipahami dan diinformasikan kepada orang lain (Bogdan dalam Sugiyono, 2005). Langkah-langkah menganalisis data terdiri dari reduksi data, penyajian data dan kesimpulan (Sugiyono, 2007).

I. Jadwal Penelitian
A. Tempat Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini akan dilakukan di SD Negeri 1 Sakti  Kecamatan Sakti Kabupaten Pidie Aceh

B. Waktu Penelitian
Pada kegiatan penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan pada semester Ganjil 2017/2018.

C. Subyek Penelitian
Berdasarkan judul penelitian yaitu  Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Perubahan Wujud Benda dan Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS di Sekolah Dasar yang berjumlah 43 siswa, terdiri dari 25 siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan dengan latar belakang pekerjaan orang tua mayoritas Pegawai Negeri Sipil, Wirasawasta dan Petani.

J. Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Penelitian mengenai penerapan model discovery leraning pada materi perubahan wujud benda secara keseluruhan berdampak positif terhadap peningkatan hasil belajar siswa kelas IV SDN Sakti. Hal ini diketahui berdasarkan data-data yang diperoleh dari pelaksanaan semua siklus dari siklus I sampai siklus III. Setelah dilakukan tindakan selama tiga siklus akhirnya target penelitian dapat tercapai. Target penelitian ini meliputi target proses dan target hasil. Pemaparan hasil proses terdiri dari 2 kegiatan, yaitu kinerja guru dan aktivitas siswa. Adapun paparan data yang diperoleh selama proses belajar-mengajar adalah hasil observasi kinerja guru, hasil observasi aktivitas siswa dan ketuntasan hasil belajar siswa. Setiap yang diobservasi beserta hasil belajar siswa harus mencapai target yang telah ditentukan setelah dilakukannya tindakan. Target tersebut adalah 85%.

Kinerja guru dibagi kedalam 2 bagian, yaitu kinerja guru pada saat menyusun rencana pembelajaran dan pada saat pelaksanaan pembelajaran. Adapun persentase yang diperoleh pada hasil observasi kinerja guru dalam merencanakan pembelajaran adalah 74%. Sedangkan pada siklus II aspek-aspek yang belum dilaksanakan menjadi berkurang.

Hal tersebut membuat peningkatan pada hasil observasi kinerja guru saat merencanakan pembelajaran, yakni mencapai persentase 89%. Selanjutnya mengalami peningkatan kembali setelah dilakukannya tindakan hingga ketiga kalinya, yakni mencapai persentase 96%. Sedangkan untuk kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran pada siklus I adalah 60%, siklus II 82%, dan siklus III 98%. Pada tahap perencanaan guru menyusun RPP dengan memperhatikan standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk merumuskan tujuan pembelajaran.

Kemudian guru melakukan pemilihan materi ajar yang akan digunakan pada pembelajaran. Selanjutnya menyusun langkah kegiatan pembelajaran dengan menerapkan tahapan dalam menggunakan model discovery learning, disertai dengan LKS dan soal serta kunci jawaban untuk mengevaluasi siswa sehingga dapat mengukur dan mengetahui hasil belajar siswa. Setelah dilakukan perencanaan pembelajaran, kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran pemaparannya adalah sebagai berikut. Pertama guru mengkondisikan siswa untuk siap belajar dan memberikan apersepsi kepada siswa serta menyampaikan tujuan pembelajaran.

Kemudian guru menghubungkan apersepsi yang diberikan kepada masalah yang akan diberikan kepada siswa untuk dicari solusi penyelesaiaan masalah tersebut serta menginformasikan tugas-tugas kepada siswa. Untuk mencari solusi pemecahan masalah yang telah diberikan sebelumnya dan menyelesaikan tugas-tugas tersebut, guru membagi siswa kedalam 4 kelompok dengan masing-masing anggota kelompok berjumlah 6-7 orang, kelompok ini berbeda anggotanya dari kelompok yang dibentuk pada siklus I. Selanjutnya setiap kelompok diberi LKS oleh guru untuk diselesaikan dengan teman satu kelompoknya dan guru berkeliling untuk memantau proses penyelesaian LKS tersebut. Selain itu guru juga membantu siswa memberi penguatan terhadap konsep yang telah dipahami oleh siswa. Kemudian pada akhir pelaksanaan guru melakukan evaluasi terhadap pembelajaran yang telah dilakukan dan membantu siswa untuk merefleksi semua proses pembelajaran yang telah dilaluinya.

Selain itu, untuk aktivitas siswa berdasarkan data yang telah diperoleh, selama tiga siklus ini telah mengalami peningkatan dari setiap siklusnya. Rangkuman hasil observasi aktivitas siswa selama tiga siklus adalah sebagai berikut. Siklus I mencapai persentase yang cukup baik yakni 73%. Pada siklus II mengalami peningkatan hingga mencapai persentase, yaitu 81%. Setelah dilakukan tindakan pada siklus III, aktivitas siswa mengalami peningkatan kembali, yaitu mencapai 96%. Aspek yang dijadikan penilaian pada observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran tentang perubahan wujud benda ini adalah aspek tanggung jawab, sikap sosial, mengemukakan pendapat, dan bekerjasama dengan orang lain. Aspek tanggung jawab terdiri dari mengikuti pembelajaran dengan sungguh-sungguh, menyelesaikan setiap tugas yang diberikan tepat waktu.

Aspek sikap sosial terdiri dari, Ikut terlibat aktif pada setiap kegiatan, menghargai setiap pendapat yang dikemukakan. Aspek mengemukakan pendapat terdiri dari memiliki keberanian berbicara di depan siswa lain, menyampaikan pendapat dengan suara yang lantang. Dan aspek bekerjasama dengan orang lain terdiri dari, menyelesaikan tugas dengan baik, disiplin selama kegiatan diskusi dan proses pembelajaran. Pada siklus I, pada umumnya indikator dari keempat aspek tersebut yang belum dilaksanakan adalah ikut terlibat aktif pada setiap kegiatan, memiliki keberanian berbicara di depan siswa lain, dan belum disiplin selama kegiatan diskusi dan proses pembelajaran berlangsung.

Namun, pada siklus II siswa sudah mulai ikut terlibat aktif pada setiap kegiatan. Hanya saja untuk keberanian berbicara di depan siswa lain belum terlalu nampak, ada beberapa siswa yang sudah berani berbicara di depan. Selama proses pembelajaran siklus II berlangsung pun sudah ada peningkatan terhadap kedisiplinan siswa, hal tersebut terlihat pada nilai persentase aktivitas siswa. Sedangkan pada siklus III, hampir seluruh siswa sudah mulai berani berbicara di depan siswa lain, bahkan kedisiplinan siswa jauh lebih meningkat dibandingkan dengan siklus-siklus sebelumnya. Namun, meskipun secara keseluruhan aktivitas sudah jauh lebih baik dibandingkan ketika siklus I dilaksanakan masih saja ada siswa yang belum memiliki keberanian yang penuh untuk berbicara di depan siswa lain, dan kedisiplinannya pun masih belum begitu baik.

Hal tersebut dikarenakan karakter siswa yang tentunya berbeda-beda, tidak semua siswa akan dengan mudah mengikuti pembelajaran dengan sebaik mungkin. Walaupun begitu penilaian terhadap aktivitas siswa yang dilaksanakan selama tiga siklus tetap mengalami peningkatan hingga mencapai target yang telah ditentukan. Selain itu, siswa juga lebih cepat dalam menyelesaikan tugas yang ada dalam LKS.

Hasil belajar pada penelitian ini terus mengalami peningkatan yang cukup baik pada setiap siklusnya, karena penelitian ini dilakukan berlandaskan teori perkembangan kognitif yang dikembangkan oleh Jean Piaget bahwa siswa SD pada usia 7-11 tahun berada pada periode operasional konkrit. Artinya, pembelajaran yang diberikan pada siswa SD dengan usia tersebut harus bersifat konkrit (nyata). Keberhasilan ini dapat dibuktikan dari berbagai data pelaksanaan tindakan dari siklus I sampai siklus III. Adapun penilaian hasil belajar siswa dalam siklus I adalah sebanyak 7 siswa atau 26,92% yang telah mencapai nilai kriteria ketuntasan minimal, sedangkan 19 siswa atau 73,07% yang belum mencapai nilai kriteria ketuntasan minimal, yang tentunya masih jauh dari yang diharapkan.

Berdasarkan temuan pada siklus II, pelaksanaan pembelajaran dengan model discovery learning dikatakan cukup memuaskan. Guru melakukan perbaikan pembelajaran berdasarkan hasil analisis dan refleksi pada siklus sebelummya. Dimana guru dapat memotivasi siswa dengan memberikan penguatan, menjelaskan materi maupun pembentukan kelompok dilakukan dengan dipahami oleh siswa. Hal ini ditunjukkan saat siswa bekerja dalam kelompoknya, aktivitas siswa sudah meningkat dibandingkan pada pembelajaran sebelumnya.

Dalam mengerjakan LKS pun sebagaian besar kelompok sudah dapat mengerjakan permasalahan yang harus diselesaikan. Namun dalam mempresentasikan hasil diskusi masih didominasi oleh siswa yang pintar. Adapun penilaian hasil belajar pada siklus II ini mengalami peningkatan dibanding dengan hasil belajar pada siklus I, siswa yang nilainya mencapai kriteria ketuntasan minimal bertambah menjadi 17 siswa atau 65,38% dan yang belum mencapai nilai kriteria ketuntasan minimal ada 9 orang atau 34,61%. Sehingga siklus II mengalami peningkatan dari siklus I, yakni 38,46%.

K. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada siswa kelas IV SD N 1 Sakti Kecamatan Sakti Kabupaten Pidie Aceh pada materi perubahan wujud benda dengan penerapan model discovery learning diperoleh kesimpulan pada perencanaan, pelaksanaan, dan peningkatan hasil belajar siswa. Perencanaan pembelajaran dengan model discovery learning untuk meningkatkan hasil belajar siswa tentang materi perubahan wujud benda di kelas IV SD N 1 Sakti Kecamatan Sakti Kabupaten Pidie Aceh, perencanaan pembelajaran dapat dibuat secara optimal sesuai dengan tahapan model discovery learning.

  • Adapun tahapannya adalah sebagai berikut:
  • Observasi untuk menemukan masalah,
  • Merumuskan masalah,
  • Mengajukan hipotesis,
  • Merencanakan pemecahan masalah melalui percobaan atau cara lain,  
  • Melaksanakan percobaan,
  • Melaksanakan pengamatan dan pengumpulan data,
  • Analisis data, dan
  • Menarik kesimpulan atas percobaan yang telah dilakukan atau penemuan. Setelah dilaksanakan tindakan hingga tiga siklus, kinerja guru terhadap perencanaan pembelajaran mencapai target yang telah ditentukan dengan persentase 97%.
L.  Daftar Pustaka
Ahmadi Abu dan Tri Joko Prasetya. 1997. StrategiBelajar Mengajar. Bandung: Pustaka   Setia.
Arikunto Suharsimi, Suhardjono, Supardi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Baharuddin dan Wahyuni Nur. 2007. Teori Belajar & Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-ruzz Media.
Putrayasa, I., Syahruddin, H. & Margunayasa, I. (2014). Pengaruh Model Pembelajaran   Discovery
Learning Dan Minat Belajar Terhadap Hasil Belajar Ipa Siswa, II(1), hlm 1-11.
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Gunawan Rudy.2011. Pendidikan IPS Filosofi, Konsep dan Aplikasi. Bandung:Alfabeta.
Julianto, Suprayitno & Supriyono. 2011. Teori dan Implementasi Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surabaya: Unesa University Press.
Kunandar. 2008. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Roestiyah. 1998. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Sanjaya, Wina. (2009). Penelitian tindakan kelas. Jakarta: Kencana.
Sa’ud, Udin. (2011). Inovasi pendidikan. Bandung: ALFABETA.
Sugiyono. (2005). Memahami penelitian kualitatif. Bandung: ALFABETA.
Sujana, A. (2014). Pendidikan IPA, Bandung: Rizqi Press.
Suryosubroto. (2009). Proses belajar mengajar di sekolah. Jakarta: PT. RINEKA CIPTA.
Sudjana Nana. 1989. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
Suhanadji dan Waspodo Tjipto S. 2003. Pendidikan IPS. Surabaya: Insan Cendekia.
Suryosubroto. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Takdir Mohammad Ilahi. 2012. Pembelajaran Discovery Strategy & Mental Vocational Skill. Jogjakarta: DIVA Press.
Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Wiriaatmadja, Rochiati. (2005). Metode penelitian tindakan kelas. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.