Emosi adalah semua jenis perasaan yang ada dalam diri seseorang. Kata emosi
cenderung menidentikkan dengan kata Afektif. Sementara sebagian ahli kejiwaan
dan kedokteran mengidentikkan emosi dengan Libido artinya Nafsu.
Apapun istilah atau nama lain daripada emosi, namun yang paling perlu dipahami
adalah bahwa Emosi memiliki peran yang besar dan sangat penting dalam dinamika
kepribadian (kejiwaan) setiap individu dan pengendalian tingkah laku
seseorang.
Samsu Yusuf mencontohkan sebagai berikut :
- Emosi dapat memperkuat semangat. Apabila seseorang merasa puas dan senang atas hasil yang dicapai.
- Emosi dapat melemahkan semangat. Apabila timbul rasa kecewa atas kegagalan.
- emosi dapat menghambat atau mengganggu konsentrasi beajar, ketika ada kegagalan, ketegangan perasaan misalnya gugup, kecewa, ketakutan.
- Emosi mengganggu penyesuaian sosial, misalnya iri hati dan cemburu
- Suasana emosional yang dialami pada masa kecil, akan mempengaruhi sikapnya baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain.
Karakteristik dan Klasifikasi Emosi
Sebagai gejala kejiwaan emosi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Barsifat subyektif.
2. Fluktuatif (naik turun tidak tetap)
3. Banyak bersangkutan dengan pengenalan melalui indrawi.
Emosi dapat dipilah menjadi dua kelompok yaitu :
Emosi sensori, emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar terhadap
tubuh. Contoh : rasa dingin, manis, sakit, lelah, lapar, kenyang, dan
lain-lain.
Emosi psikis, emosi yang disebabkan oleh alasan-alasan kejiwaan yakni :
Perasaan intelektual : rasa yang berkaitan dengan kebenaran contohnya gembira
memperoleh sesuatu yang benar, puas atas suatu karya ilmiah. Perasaan social
misalnya rasa solidaritas, empati, simpati, kasih sayang. Perasaan keindahan
(estetis) misalnya kagum, terpesona dan lain-lain. Perasaan susila : berkaitan
dengan nilai buruk (etika). Contoh : rasa bersalah, rasa tentram, rasa
bertanggung jawab dan lain-lain. Perasaan Ketuhanan : rasa mengenal memiliki
Tuhan, naluri keagamaan.
Kecerdasan Emosi (EQ)
Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk memotivasi dan mengelola emosi
dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain.
Kecerdasan Emosi (EQ) semakin perlu dicermati karena kehidupan manusia
semakin komplek. Hal ini rupanya membawa dampak yang buruk terhadap
konstelasi kehidupan emosional individu. Hasil survey Daniel Goleman
menunjukkan kecenderungan yang sama di seluruh dunia, bahwa generasi
sekarang lebih banyak mengalami kesulitan emosional daripada generasi
sebelumnya. Mereka lebih kesepian dan pemurung, lebih beringas dan kurang
menghargai sopan santun, lebih gugup mudah cemas, lebih meledak-ledak
(impulsif dan regresif).
Goleman juga menemukan banyak juga orang yang gagal dalam hidupnya bukan
karena rendahnya kecerdasan intelektualnya, namun karen kurang memiliki
kecerdasan emosional. Sebaliknya tidak sedikit orang yang berhasil dalam
kehidupan meskipun IQ-nya rata-rata saja, tetapi kecerdasan emosionalnya
(EQ) tinggi.
Jeanne Seagel mencontohkan beberapa kasus tentang peranan kecerdasan emosi
terhadap seseorang.
- Kasus Ina, menggambarkan orang yang ber-EQ rendah akibatnya sulit bergaul dan kesepian.
- Kasus Hilman, IQ-nya tinggi tetapi EQ-nya rendah, ia hanya menjadi seorang reparasi alat panggang roti.
- Tono seorang dokter gigi yang sering ditinggalkan pasien-pasiennya dikarenakan cerewet dan sering bicara kasar. EQ sang dokter rendah sekali.