Panduan Zakat Fitrah

Ramadhan - Zakat secara bahasa berarti an namaa’ (tumbuh), az ziyadah (bertambah), ash sholah (perbaikan), menjernihkan sesuatu dan sesuatu yang dikeluarkan dari pemilik untuk menyucikan dirinya. Fithri sendiri berasal dari kata ifthor, artinya berbuka (tidak berpuasa). Zakat disandarkan pada kata fithri karena fithri (tidak berpuasa lagi) adalah sebab dikeluarkannya zakat tersebut.

Ada pula ulama yang menyebut zakat ini juga dengan sebutan “fithroh”, yang berarti fitrah/ naluri. Imam Nawawi mengatakan bahwa untuk harta yang dikeluarkan sebagai zakat fithri disebut dengan “fithroh”243. Istilah ini digunakan oleh para pakar fikih.

Sedangkan menurut istilah, zakat fithri berarti zakat yang diwajibkan karena berkaitan dengan waktu ifthor (tidak berpuasa lagi) dari bulan Ramadhan.

Hikmah Disyari’atkan Zakat Fitrah
Hikmah disyari’atkannya zakat fithri adalah: (1) untuk berkasih sayang dengan orang miskin, yaitu mencukupi mereka agar jangan sampai memintaminta di hari ‘ied, (2) memberikan suka cita kepada orang miskin supaya mereka pun dapat merasakan gembira di hari ‘ied, dan (3) membersihkan kesalahan orang yang menjalankan puasa akibat kata yang sia-sia dan katakata yang kotor yang dilakukan selama berpuasa sebulan. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,


“Rasulullah shallallahu ‹alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri untuk mensucikan orang yang berpuasa dari bersenda gurau dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi makan orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya dianggap sebagai sedekah biasa.”

Hukum Zakat Fitrah
Zakat Fitrah adalah shodaqoh yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim pada hari berbuka (tidak berpuasa lagi) dari bulan Ramadhan. Bahkan Ishaq bin Rohuyah menyatakan bahwa wajibnya zakat fithri seperti ada ijma’ (kesepakatan ulama) di dalamnya.

Bukti dalil dari wajibnya zakat fithri adalah hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri dengan satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum bagi setiap muslim yang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun dewasa. Zakat tersebut diperintahkan untuk dikeluarkan sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat ‘ied.”

Perlu diperhatikan bahwa shogir (anak kecil) dalam hadits ini tidak termasuk di dalamnya janin. Karena ada sebagian ulama (seperti Ibnu Hazm) yang mengatakan bahwa janin juga wajib dikeluarkan zakatnya. Hal ini kurang tepat karena janin tidaklah disebut shogir dalam bahasa Arab juga secara ‘urf (kebiasaan yang ada).

Yang Berkewajiban Membayar Zakat Fitrah
Zakat Fitrah ini wajib ditunaikan oleh: (1) setiap muslim, (2) yang mampu mengeluarkan zakat fithri.
Menurut mayoritas ulama, batasan mampu di sini adalah mempunyai kelebihan makanan bagi dirinya dan yang ditanggung nafkahnya pada malam dan siang hari ‘ied. Jadi apabila keadaan seseorang seperti ini berarti dia dikatakan mampu dan wajib mengeluarkan zakat fithri.

Orang seperti ini yang disebut ghoni (berkecukupan) sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa meminta-minta padahal dia memiliki sesuatu yang mencukupinya, maka sesungguhnya dia telah mengumpulkan bara api.” Mereka berkata, ”Wahai Rasulullah, bagaimana ukuran mencukupi tersebut?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Seukuran makanan yang mengenyangkan untuk sehari-semalam.

Dari syarat di atas menunjukkan bahwa kepala keluarga wajib membayar zakat fithri orang yang ia tanggung nafkahnya. Menurut Imam Malik, ulama Syafi’iyah dan mayoritas ulama, suami bertanggung jawab terhadap zakat fithri si istri karena istri menjadi tanggungan nafkah suami.

Kapan Seseorang Mulai Terkena Kewajiban Membayar Zakat Fithri?
Seseorang mulai terkena kewajiban membayar zakat fithri jika ia bertemu terbenamnya matahari di malam hari raya Idul Fithri. Jika dia mendapati waktu tersebut, maka wajib baginya membayar zakat fithri. Inilah yang menjadi pendapat Imam Asy Syafi’i.254 Alasannya karena zakat fithri berkaitan dengan hari fithri, hari tidak lagi berpuasa. Oleh karena itu, zakat ini dinamakan demikian (disandarkan pada kata fithri) sehingga hukumnya juga disandarkan pada waktu fithri tersebut.

Bentuk Zakat Fitrah
Bentuk zakat Fitrah adalah berupa makanan pokok seperti kurma, gandum, beras, kismis, keju dan semacamnya. Inilah pendapat yang benar sebagaimana dipilih oleh ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa. Namun hal ini diselisihi oleh ulama Hanabilah yang membatasi macam zakat fithri hanya pada dalil (yaitu kurma dan gandum). Pendapat yang lebih tepat adalah pendapat pertama, tidak dibatasi pada dalil saja.

Perlu diketahui bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri dengan satu sho’ kurma atau gandum karena saat itu keduanya menjadi makanan pokok penduduk Madinah. Seandainya bukan makanan pokok mereka, tentu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan membebani mereka mengeluarkan zakat fithri yang bukan makanan yang biasa mereka makan. Sebagaimana juga dalam membayar kafarah diperintahkan seperti itu. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka kafarah (melanggar) sumpah itu ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu.” (QS. Al Maidah: 89). Zakat fithri pun merupakan bagian dari kafarah karena di antara tujuan zakat ini adalah untuk menutup kesalahan karena berkata kotor dan sia-sia.

Ukuran Zakat Fithri
Para ulama sepakat bahwa kadar wajib zakat fithri adalah satu sho’ dari semua bentuk zakat fithri kecuali untuk qomh (gandum) dan zabib (kismis) sebagian ulama membolehkan dengan setengah sho’.258 Dalil dari hal ini adalah hadits Ibnu ‘Umar yang telah disebutkan bahwa zakat fithri itu seukuran satu sho’ kurma atau gandum. Dalil lainnya adalah dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan, “Dahulu di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kami menunaikan zakat fithri berupa 1 sho’ bahan makanan, 1 sho’ kurma, 1 sho’ gandum atau 1 sho’ kismis.”259 Dalam riwayat lain disebutkan, “Atau 1 sho’ keju.” Satu sho’ adalah ukuran takaran yang ada di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Para ulama berselisih pendapat bagaimanakah ukuran takaran ini. Lalu mereka berselisih pendapat lagi bagaimanakah ukuran timbangannya.261 Satu sho’ dari semua jenis ini adalah seukuran empat cakupan penuh telapak tangan yang sedang262. Ukuran satu sho’ jika diperkirakan dengan ukuran timbangan adalah sekitar 3 kg.263 Ulama lainnya mengatakan bahwa satu sho’ kira-kira 2,157 kg.264 Artinya jika zakat fithri dikeluarkan 2,5 kg seperti kebiasan di negeri kita, sudah dianggap sah. Wallahu a’lam.

Bolehkah Mengeluarkan Zakat Fithri dengan Uang?
Ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa tidak boleh menyalurkan zakat fithri dengan uang yang senilai dengan zakat. Karena tidak ada satu pun dalil yang menyatakan dibolehkannya hal ini. Sedangkan ulama Hanafiyah berpendapat bolehnya zakat fithri diganti dengan uang. Pendapat yang tepat dalam masalah ini adalah tidak bolehnya zakat fithri dengan uang sebagaimana pendapat mayoritas ulama. Abu Daud mengatakan, “Imam Ahmad ditanya dan aku pun menyimaknya. Beliau ditanya oleh seseorang, “Bolehkah aku menyerahkan beberapa uang dirham untuk zakat fithri?” Jawaban Imam Ahmad, “Aku khawatir seperti itu tidak sah. Mengeluarkan zakat fithri dengan uang berarti menyelisihi perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam”. Dalam kisah lainnya masih dari Imam Ahmad, “Ada yang berkata pada Imam Ahmad, “Sejumlah orang mengatakan bahwa ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz membolehkan menunaikan zakat fithri dengan uang seharga zakat.” Jawaban Imam Ahmad, “Mereka meninggalkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas mereka mengatakan bahwa si fulan telah mengatakan demikian?! Padahal Ibnu ‘Umar sendiri telah menyatakan,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri (dengan satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum ...).265” Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Ta’atlah kepada Allah dan Rasul Nya.” Sungguh aneh, segolongan orang yang menolak ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam malah mengatakan, “Si fulan berkata demikian dan demikian”.”

Penerima Zakat Fithri
Para ulama berselisih pendapat mengenai siapakah yang berhak diberikan zakat fithri. Mayoritas ulama berpendapat bahwa zakat fithri disalurkan pada 8 golongan sebagaimana disebutkan dalam surat At Taubah ayat 60.
Sedangkan ulama Malikiyah, Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya dan Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa zakat fithri hanyalah khusus untuk fakir miskin saja.269 Karena dalam hadits disebutkan, “Zakat fithri sebagai makanan untuk orang miskin.”
Alasan lainnya dikemukan oleh murid Ibnu Taimiyah, yaitu Ibnu Qayyim Al Jauziyah. Beliau rahimahullah menjelaskan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi petunjuk bahwa zakat fithri hanya khusus diserahkan pada orang-orang miskin dan beliau sama sekali tidak membagikannya pada 8 golongan penerima zakat satu per satu. Beliau pun tidak memerintahkan untuk menyerahkannya pada 8 golongan tersebut. Juga tidak ada satu orang sahabat pun yang melakukan seperti itu, begitu pula orang-orang setelahnya.”270

Waktu Pengeluaran Zakat Fithri
Perlu diketahui bahwa waktu pembayaran zakat fithri ada dua macam: (1) waktu afdhol yaitu mulai dari terbit fajar pada hari ‘idul fithri hingga dekat waktu pelaksanaan shalat ‘ied; (2) waktu yang dibolehkan yaitu satu atau dua hari sebelum ‘ied sebagaimana yang pernah dilakukan oleh sahabat Ibnu ‘Umar.
Yang menunjukkan waktu afdhol adalah hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Barangsiapa yang menunaikan zakat fithri sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya dianggap sebagai sedekah biasa.”

Sedangkan dalil yang menunjukkan waktu dibolehkan yaitu satu atau dua hari sebelum adalah disebutkan dalam shahih Al Bukhari, “Dan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma memberikan zakat fithri kepada orang-orang yang berhak menerimanya dan dia mengeluarkan zakatnya itu sehari atau dua hari sebelum hari raya ‘Idul Fithri.”

Ada juga sebagian ulama yang membolehkan zakat fithri ditunaikan tiga hari sebelum ‘Idul Fithri. Riwayat yang mendukung hal ini adalah dari Nafi’, ia berkata, “’Abdullah bin ‘Umar memberikan zakat fitrah kepada amil zakat fithri dua atau tiga hari sebelum hari raya Idul Fitri.”

Sebagian ulama berpendapat bahwa zakat fithri boleh ditunaikan sejak awal Ramadhan. Ada pula yang berpendapat boleh ditunaikan satu atau dua tahun sebelumnya.275 Namun pendapat yang lebih tepat dalam masalah ini, dikarenakan zakat fithri berkaitan dengan waktu fithri (‘Idul Fithri), maka tidak semestinya diserahkan jauh hari sebelum ‘Idul Fithri.

Ibnu Qudamah Al Maqdisi rahimahullah mengatakan, “Seandainya zakat fithri jauh-jauh hari sebelum ‘Idul Fithri telah diserahkan, maka tentu saja hal ini tidak mencapai maksud disyari’atkannya zakat fithri yaitu untuk memenuhi kebutuhan si miskin di hari ‘ied. Ingatlah bahwa sebab diwajibkannya zakat fithri adalah hari fithri, hari tidak lagi berpuasa. Sehingga zakat ini pun disebut zakat fithri. ... Karena maksud zakat fithri adalah untuk mencukupi si miskin di waktu yang khusus (yaitu hari fithri), maka tidak boleh didahulukan jauh hari sebelum waktunya.