Artikel Pendidikan - Teori-Teori Tentang masuknya agama dan kebudayaan islam ke indonesia. Pembahasan tentang teori kedatangan islam di Nusantara, memiliki beberapa pendapat di kalangan beberapa ahli. Pendapat tersebut berkisar pada tiga masalah pokok, yakni asal-muasal islam berkembang di wilayah Nusantara, pembawa dan pendakwah islam dan kapan sebenarnya islam mulai muncul di Nusantara. Ada sejumlah teori yang membicarakan mengenai asala-muasal Islam yang berkembang di Nusantara yaitu teori gujarat, teori persia, dan teori arabia.
Teori Gujarat
Teori ini dikemukaka oleh sejumlah sarjana Belanda, antara lain Pijnappel, Snouck Hurgronje dan Moquette. Teori ini mengatakan bahwa Islam yang berkembang di Nusantara buka berasal dari Persia atau Arabia, melainkan dari orang-orang Arab yang bermigrasi dan menetap di wilayah India dan kemudian membawanya ke Nusantara. Teori Gujarat ini mendasarkan pendapatnya melalui teori mazhab dan teori nisan. Menurut teri ini, ditemukan adanya persamaan Mazhab yang dianut oleh umat Islam Nusantara dengan umat Islam di Gujarat. Mazhab yang dianut oleh kedua komunitas Muslim ini adalah mazhab Syafi’i. Pada saat yang bersamaan teori mazhab ini dikuatkan oleh teori nisan, yakni ditemukannya model dan bentuk nisan pada makam-makam baik di Pasai, Semenanjung Malaya dan di Gresik, yang bentuk dan modelnya sama dengan yang ada di Gujarat. Karena bukti-bukti itu, mereka memastikan Islam yang berkembang di Nusantara pastilah berasal dari sana.
Teori Bengal
Teori ini mengatakan bahwa Islam Nusantara berasal dari daerah Bengal. Teori ini dikemukakan oleh S.Q.Fatimi. Teori Bengalnya Fatimi ini juga didasarkan pada teori nisan. Menurut Fatimi model dan bentuk nisan Malik Al-Shalih, raja Pasai, berbeda sepenuhnya dengan batu nisan yang terdapat di Gujarat. Bentuk dan model dari nisan itu justru mirip dengan batu nisan yang ada di Bengal. Oleh karena itu, menurutnya pastilah Islam juga berasal dari sana. Namun demikian teori nisan Fatimi ini kemudian menjadi lemah dengan diajukannya teori mazhab. Mengikuti teori Mazhab, ternyata terdapat perbedaan mazhab yang dianut oleh umat Islam Bengal yang bermazhab Hanafi, sementara Islam Nusantara menganut Mazhab Syafi’i. Dengan demikian teori Bengal ini menjadi tidak kuat.
Teori Coromandel dan Malabar
Teori ini dikemukakan oel Marrison dengan mendasarkan pada pendapat yang di pegangi oleh Thomas W.Arnold. Teori Coromandel dan Malabar yang mengatakan bahwa Islam yang berkembang di Nusantara berasal dari Coromandel dan Malabar adalah juga dengan menggunakan penyimpulan diatas teori mazhab. Ada persamaan Mazhab yang dianut umat Islam Nusantara dengan umat Islam Coromandel dan Malabar yaitu Mazhab Syafi’i. Dalam pada itu menurut Marrison, ketika terjadi islamisasi Pasai tahun 1292, Gujarat masih merupakan kerajaan Hindu. Untuk itu tidak mungkin kalau asal-muasal penyebaran Islam berasal dari Gujarat.
Teori Arabia
Masih menurut Thomas W. Arnold, Coromandel dan Malabar nukam satu-satunya tempat asal Islam ketika mereka dominan dalam perdagangan Barat - Timur sejak awal-awal abad Hijriah atau abad ke-7 atau 8 Masehi. Hal ini didasarkan pada sumber-sumber Cina mengatakan bahwa menjelang akhir abad ke-7 seorang pedagang Arab menjadi pemimpin sebuah pemukiman Arab-Muslim di pesisir pantai Barat-Sumatra.
Teori Persia
Teori ini mendasarkan pada teori mazhab. Ditemukan adanya peninggalan mazhab keagamaan di Sumatra dan Jawa yang bercoral Syi’ah. Juga disebutkan adanya ulama fiqih yang dekat dengan Sultan yang memiliki keturunan Persia. Seorang berasal dari Shiraz dan seorang lagi berasal dari Lifaham.
Teori Mesir
Teori yang dikemukakan oleh Kajizer ini uga mendasarkan pada teori mazhab, dengan mengatakan bahwa ada persamaan mazhab yang dianut oleh penduduk Mesir Nusantara, yaitu mazhab Syafi’i. Teori Arab-Mesir ini juga dikuatkan oleh Niemann dan de Hollander. Tetapi keduanya memberikan revisi, bahwa bukan Mesir sebagai sumber Islam Nusantara, melainkan Hadramaut. Sementara itu dalam seminar yang diselenggarakan tahun 1969 dan 1978 tentang kedatangan Islam ke Nusantara menyimpulkan bahwa Islam langsung datang dari Arabia, tidak melalui dari India.
Mengenai siapakah yang menyebarkan Islam ke wilayah Nusantara, Azyumardi Azra mempertimbangkan tiga teori :
Teori Da’i
Penyebar Islam adalah para guru dan penyebar profesional (para da’i). Mereka secara khusus memiliki misi untuk menyebarkan agama Islam. Kemungkinan ini didasarkan pada riwayat-riwayat yang dikemukakan historiografi Islam klasik, seperti misalnya hikayat raja-raja Pasai (ditulis setelah 1350), sejarah Melayu (ditulis setelah 1500) dan Hikayat Merong Mahawangsa (ditulis setelah 1630).
Teori Pedagang
Islam disebarkan oleh para pedagang. Mengenai peran pedagang dalam penyebaran Islam kebanyakan dikemukakan oleh sarjana Barat. Menurut mereka para pedagang Muslim menyebarkan Islam sambil melakukan usaha perdagangan. Elaborasi lebih lanjut dari teori pedagang adalah bahwa para pedagang Muslim tersebut melakukan perkawinan dengan wanita setempat dimana mereka bermukim dan menetap. Dengan pembentukan keluarga Muslim, maka nukleus komunitas-komunitas Muslim pun terbentuk.
Teori Gujarat
Teori ini dikemukaka oleh sejumlah sarjana Belanda, antara lain Pijnappel, Snouck Hurgronje dan Moquette. Teori ini mengatakan bahwa Islam yang berkembang di Nusantara buka berasal dari Persia atau Arabia, melainkan dari orang-orang Arab yang bermigrasi dan menetap di wilayah India dan kemudian membawanya ke Nusantara. Teori Gujarat ini mendasarkan pendapatnya melalui teori mazhab dan teori nisan. Menurut teri ini, ditemukan adanya persamaan Mazhab yang dianut oleh umat Islam Nusantara dengan umat Islam di Gujarat. Mazhab yang dianut oleh kedua komunitas Muslim ini adalah mazhab Syafi’i. Pada saat yang bersamaan teori mazhab ini dikuatkan oleh teori nisan, yakni ditemukannya model dan bentuk nisan pada makam-makam baik di Pasai, Semenanjung Malaya dan di Gresik, yang bentuk dan modelnya sama dengan yang ada di Gujarat. Karena bukti-bukti itu, mereka memastikan Islam yang berkembang di Nusantara pastilah berasal dari sana.
Teori Bengal
Teori ini mengatakan bahwa Islam Nusantara berasal dari daerah Bengal. Teori ini dikemukakan oleh S.Q.Fatimi. Teori Bengalnya Fatimi ini juga didasarkan pada teori nisan. Menurut Fatimi model dan bentuk nisan Malik Al-Shalih, raja Pasai, berbeda sepenuhnya dengan batu nisan yang terdapat di Gujarat. Bentuk dan model dari nisan itu justru mirip dengan batu nisan yang ada di Bengal. Oleh karena itu, menurutnya pastilah Islam juga berasal dari sana. Namun demikian teori nisan Fatimi ini kemudian menjadi lemah dengan diajukannya teori mazhab. Mengikuti teori Mazhab, ternyata terdapat perbedaan mazhab yang dianut oleh umat Islam Bengal yang bermazhab Hanafi, sementara Islam Nusantara menganut Mazhab Syafi’i. Dengan demikian teori Bengal ini menjadi tidak kuat.
Teori Coromandel dan Malabar
Teori ini dikemukakan oel Marrison dengan mendasarkan pada pendapat yang di pegangi oleh Thomas W.Arnold. Teori Coromandel dan Malabar yang mengatakan bahwa Islam yang berkembang di Nusantara berasal dari Coromandel dan Malabar adalah juga dengan menggunakan penyimpulan diatas teori mazhab. Ada persamaan Mazhab yang dianut umat Islam Nusantara dengan umat Islam Coromandel dan Malabar yaitu Mazhab Syafi’i. Dalam pada itu menurut Marrison, ketika terjadi islamisasi Pasai tahun 1292, Gujarat masih merupakan kerajaan Hindu. Untuk itu tidak mungkin kalau asal-muasal penyebaran Islam berasal dari Gujarat.
Teori Arabia
Masih menurut Thomas W. Arnold, Coromandel dan Malabar nukam satu-satunya tempat asal Islam ketika mereka dominan dalam perdagangan Barat - Timur sejak awal-awal abad Hijriah atau abad ke-7 atau 8 Masehi. Hal ini didasarkan pada sumber-sumber Cina mengatakan bahwa menjelang akhir abad ke-7 seorang pedagang Arab menjadi pemimpin sebuah pemukiman Arab-Muslim di pesisir pantai Barat-Sumatra.
Teori Persia
Teori ini mendasarkan pada teori mazhab. Ditemukan adanya peninggalan mazhab keagamaan di Sumatra dan Jawa yang bercoral Syi’ah. Juga disebutkan adanya ulama fiqih yang dekat dengan Sultan yang memiliki keturunan Persia. Seorang berasal dari Shiraz dan seorang lagi berasal dari Lifaham.
Teori Mesir
Teori yang dikemukakan oleh Kajizer ini uga mendasarkan pada teori mazhab, dengan mengatakan bahwa ada persamaan mazhab yang dianut oleh penduduk Mesir Nusantara, yaitu mazhab Syafi’i. Teori Arab-Mesir ini juga dikuatkan oleh Niemann dan de Hollander. Tetapi keduanya memberikan revisi, bahwa bukan Mesir sebagai sumber Islam Nusantara, melainkan Hadramaut. Sementara itu dalam seminar yang diselenggarakan tahun 1969 dan 1978 tentang kedatangan Islam ke Nusantara menyimpulkan bahwa Islam langsung datang dari Arabia, tidak melalui dari India.
Mengenai siapakah yang menyebarkan Islam ke wilayah Nusantara, Azyumardi Azra mempertimbangkan tiga teori :
Teori Da’i
Penyebar Islam adalah para guru dan penyebar profesional (para da’i). Mereka secara khusus memiliki misi untuk menyebarkan agama Islam. Kemungkinan ini didasarkan pada riwayat-riwayat yang dikemukakan historiografi Islam klasik, seperti misalnya hikayat raja-raja Pasai (ditulis setelah 1350), sejarah Melayu (ditulis setelah 1500) dan Hikayat Merong Mahawangsa (ditulis setelah 1630).
Teori Pedagang
Islam disebarkan oleh para pedagang. Mengenai peran pedagang dalam penyebaran Islam kebanyakan dikemukakan oleh sarjana Barat. Menurut mereka para pedagang Muslim menyebarkan Islam sambil melakukan usaha perdagangan. Elaborasi lebih lanjut dari teori pedagang adalah bahwa para pedagang Muslim tersebut melakukan perkawinan dengan wanita setempat dimana mereka bermukim dan menetap. Dengan pembentukan keluarga Muslim, maka nukleus komunitas-komunitas Muslim pun terbentuk.