Segi bahasa dan susunan redaksi (I’jaz Lughowi)
Tuhan ketika akan memberikan tuntunan kepada manusia, mau tidak mau haruslah berbicara dengan Bahasa yang bisa dipahami manusia. Jadi Tuhan yang non-historis harus masuk dalam kehidupan manusia yang historis. Hal ini tidaklah merendahkan derajat Tuhan, tapi membuktikan ke Maha Bijaksanaan Tuhan terhadap makhluk-Nya. Dari segi Bahasa dan sastranya, al-Qur’an mempunyai gaya Bahasa yang khas yang berbeda dari gaya Bahasa masyarakat Arab pada umumnya, baik dari pemilihan huruf dan kalimat yang keduanya memiliki makna yang dalam. Quraish Shihab, mengutip dari seorang pakar Bahasa Arab yaitu Umar bin Jinni (932-1002) mengatakan bahwa pemilihan kosakata dalam al-Qur’an bukanlah suatu kebetulan, melainkan mempunyai nilai falsafah Bahasa yang tinggi.
Oleh karena bangsa Arab telah mencapai taraf yang begitu jauh dalam bahasa dan seni sastra bahkan mereka terkenal dengan sebutan ahli sastra, karena sebab itulah al-Qur’an menantang mereka. Padahal mereka memiliki kemampuan bahasa yang tidak biasa dicapai orang lain seperti kemahiran dalam berpuisi, syair atau prosa (natsar), memberikan penjelasan dalam langgam sastra yang tidak sampai oleh selain mereka. Keunggulan bahasa al-Qur’an membuat bangsa Arab dikala itu tak berdaya menghadapinya, tak ada satupun yang mampu menandinginya. Lebih dari itu, dengan jelas al-Qur’an menantang mereka untuk menghadirkan kitab yang sama seperti al-Qur’an. Tapi yang terjadi malah sebaliknya, banyak tokoh kafir Quraisy yang beriman dan mengakui keunggulan al-Qur’an. Seperti al-Walid bin al-Mughirah, Atabali bin Rabi’ah dan masih banyak lagi.
Sedangkan model penyusunannya (ta’lif wa an-Nazhm) Al-Qur’an tidak diturunkan dalam satu waktu, tapi ia diturunkan secara berangsur-angsur selama sekitar dua puluh tiga tahun, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat Arab ketika itu. Ketika sebuah ayat atau surat diturunkan kepada Rasulullah saw., beliau langsung menugaskan kepada tim penulis wahyu untuk menuliskannya, seraya berkata: “Letakkan ayat ini, di tempat ini, dalam surat ini.”
Sebagaimana diketahui pula bahwa Nabi Muhammad adalah seorang ummi yang tidak mampu membaca dan menulis, Muhammad saw. juga seorang manusia yang tidak mengetahui kejadian atau wahyu yang akan diturunkan esok hari. Keadaan ini terus berjalan hingga akhirnya penurunan Al-Qur’an sampai pada tahap puncaknya, dengan susunan dan urutan yang sangat menakjubkan sebagaimana yang terlihat sekarang ini.
Al-Qur’an tersusun begitu rapi dan indah. Di sana ada keterkaitan antara satu surat dengan surat lainnya, ada ketersambungan antara ayat dengan ayat lainnya, ada keterpautan antara kalimat dengan kalimat lainnya, ada kecocokan antara kata dengan kata. Dengan susunan seperti ini, Al-Qur’an merupakan satu kesatuan yang utuh. Keindahan susunannya menegaskan bahwa ia adalah bagian dari segi kemukjizatan al-Qur’an yang tak terbantahkan.
Al-Qur’an datang dengan berbagai macam ilmu dan pengetahuan antara lain ilmu akidah, ibadah, muamalah, perundang-undangan, akhlak, pendidikan, politik, ekonoini, sosial, qashas, jadal, munazharah dan sebagainya. Dalam bidang akidah inisalnya, al-Qur’an dengan tegas menyatakan tentang keesaan Allah Swt. Dia tersucikan dari sifat-sifat kelemahan. Al-Qur’an secara eksplisit juga menjelaskan tentang kemustahilan Allah mempunyai anak, Dia adalah Dzat yang sempurna dan paripurna, tak ada satupun yang mampu menandinginya. Keterangan ini dapat dilihat dari beberapa inisalnya dalam firman firman Allah Swt. berikut:
Terjemahnya:
“Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan dia yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Baqarah: 163).
Terjemahnya:
“Dia Pencipta langit dan bumi. bagaimana dia mempunyai anak padahal dia tidak mempunyai isteri. dia menciptakan segala sesuatu; dan dia mengetahui segala sesuatu.” (QS. al-An’am: 101)
Terjemahnya:
“Katakanlah: "Hai manusia, Sesungguhnya teIah datang kepadamu kebenaran (Al Quran) dari Tuhanmu, sebab itu barangsiapa yang mendapat petunjuk Maka Sesungguhnya (petunjuk itu) untuk kebaikan dirinya sendiri. dan barangsiapa yang sesat, Maka Sesungguhnya kesesatannya itu mencelakakan dirinya sendiri. dan Aku bukanlah seorang Penjaga terhadap dirimu".” (QS. Yunus: 108)
Segi Isyarat Ilmiah (I'jaz Ilmi)
Banyak orang terjebak dalam kesalahan ketika mereka menginginkan agar al-Qur’an mengandung segala teori ilmiah. Setiap lahir teori baru mereka mencarikan untuknya kemungkinan dalam ayat. Lalu ayat ini mereka takwilkan sesuai dengan teori ilmiah mereka. Sumber kesalahan tersebut ialah bahwa teoriteori ilmu pengetahuan itu selalu baru dan timbul sejalan dengan hukum kemajuan. Dengan demikian, ilmu pengetahuan selalu berada dalam kekurangan abadi. Terkadang diliputi kekaburan dan disaat lain diliputi kesalahan, itulah ilmu penghetahuan yang selalu berubah mengikuti zaman dimana ia berada.
Segi sejarah dan pemberitaan yang ghaib (I'jaz Tarikhiy)
Surah-surah dalam al-Qur’an mencakup banyak berita tentang hal ghaib. Kapabilitas al-Qur’an dalam memberikan informasi tentang hal yang ghaib seakan menjadi prasyarat utama yang jadi penopang eksistensinya sebagai kitab mukjizat. Dan diantara contohnya adalah:
a. Sejarah atau keghaiban dimasa lampau.
Al-Qur’an sangat jelas dan fasih sekali dalam menjelaskan cerita masa lalu seakan-akan menjadi saksi mata yang langsung mengikuti jalannya cerita. Dan tidak ada satupun dari kisah-kisah tersebut yang tidak terbukti kebenarannya. Diantaranya adalah: Kisah Nabi Musa & Firaun, Ibrahim, Nabi Yusuf, bahkan percakapan antara anak-anak Adam as.
b. Keghaiban masa kini
Diantaranya terbukanya niat jahat orang munafik di masa rasulullah. Allah SWT berfirman :
Terjemahnya:
“Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, Padahal ia adalah penantang yang paling keras.” (QS. al-Baqarah: 204)
Segi petunjuk penetapan hukum ( I'jaz Tasyri'i)
Allah meletakkan dalam diri manusia naluri yang bekerja dalam jiwa dan mempengaruhi kecenderungan hidupnya. Belum tentu tiap-tiap manusia memiliki akal sehat yang mampu menjaga naluri-nalurinya tersebut. Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam pemenuhan kebutuhannya membutuhkan orang lain, begitupun sebaliknya. Kerjasama antar manusia merupakan tuntutan sosial yang diharuskan dalam peradaban manusia. Dalam pengerjaannya dibutuhkan suatu peraturan yang mengatur masing-masing hak individu dan memelihara kehormatannya.
Dalam menetapkan hokum, al-Qur’an menggunakan du cara, yaitu mujmal atau global dan terperinci. Mujmal digunakan dalam aspek-aspek ibadah yang hanya menerangkan pokok-pokok hukum saja. Sedangkan perinciannya dilakukan oleh Nabi lewat hadis-hadis dan oleh para mujtahid. Yang kedua hukum yang terperinci. Seperti hukum warisan, tawanan perang, hubungan umat islam dan lain-lain.
Ihwal kejadian alam semesta
Al-Qur’an juga mengisyaratkan bahwa langit dan bumi tadinya merupakan satu gumpalan melalui firman-Nya:
Terjemahnya:
“Tidakkah orang-orang kafir memperhatikan bahwa langit dan bumi tadinya merupakan satu yang padu (gumpalan,), kemudian Kami memisahkannya dan Kami jadikan dari air segala sesuatu yang hidup. Maka mengapa mereka tidak juga beriman?”. (QS. Al-Anbiya’: 30).
Al-Qur’an tidak menjelaskan bagaimana proses terjadinya pemisahan itu, namun apa yang dijelaskan di atas tentang keterpaduan alam semesta kemudian pemisahannya dibenarkan oleh hasil pengamatan dari para ilmuwan. Ekspansi itu, menurut fisikawan Rusia George Gamow (1904-1968), melahirkan sekitar seratus miliar galaksi yang masing-masing rata-rata memiliki 100 miliar bintang. Akan tetapi, sebelumnya, bila ditarik ke belakang kesemuanya merupakan satu gumpalan yang terdiri dari atas neutron. Inilah yang disebutkan oleh al-Qur’an dengan memerintahkan orang-orang yang tidak percaya untuk melihat dan mempelajari alam semesta ini yang tadinya bersatu itu, kemudian dipisahkan oleh-Nya. Pengamatan tersebut diharapkan dapat mengantarkan mereka kepada keimanan akan kebesaran Allah Swt.
Hal yang menarik tentang alam raya lainnya yang disebutkan dalam al-Qur’an adalah apa yang dikenal dewasa ini dengan istilah “The Expanding Universe”. Seperti yang diketahui, alam semesta penuh dengan gugusan bintangbintang yang biasa disebut galaksi yang rata rata memiliki 100.000.000.000 (seratus miliar) bintang dari berjarak jutaan tahun perjalanan cahaya dari bumi.
Dibumi kita dipenuhi oleh ruang angkasa atau langit. Langit ditinggikan berarti ia bergerak ke arah tegak lurus pada seluruh permukaan bumi. Karena bumi ini bulat, berarti langit yang memutari bumi itu harus mengembang dari segala arah. Demikian ayat al-Ghãsyiyah ini bertemu maknanya dan dipertegas oleh firman-Nya:
Terjemahnya:
“Dan langit Kami bangun dengan kekuasaan (Kami), dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskan/mengembangkannya.” (QS. Adz-Dzariyat/51:47).”
Dan kita boleh bertanya, “Dari mana Nabi Muhammad SAW. mengetahui informasi di atas?” Tidak ada jawaban yang paling logis, kecuali bahwa “Yang demikian itu adalah informasi yang bersumber dari Tuhan Yang menciptakan alam raya ini.”
Segi Pemberitaan Gaib
Secara garis besar, pemberitaan gaib yang diinformasikan al-Qur’an dapat dibagi dalam dua bagian pokok. Pertama: gaib masa yang akan datang dan belum terjadi saat diinformasikan al-Qur’an. Hal ini ada yang kemudian terbukti dan ada juga yang belum terbukti. Kedua: gaib masa lalu yang telah menjadi sejarah, lalu diungkap oleh al-Qur’an, dan ternyata kemudian setelah sekian abad/lama terbukti kebenarannya.
a. Pemberitaan gaib masa datang yang belum terjadi saat diinformasikan Al-Qur’an
Pemberitaan gaib masa datang yang belum terjadi saat diinformasikan alQur’an ada yang kemudian terbukti, seperti firman Allah dalam QS. al-Qamar/54: 45:
Terjemahnya:
“Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang.” Melalui ayat ini, Allah memberitahu Nabi Muhammad saw. bahwa kaum musyrikin Quraisy akan dapat beliau kalahkan. Ayat ini diturunkan semasa Rasul masih tinggal di kota Makkah. Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada tahun 8 H mereka dikalahkan secara total dalam peristiwa Fath al-Makkah.
Adapun gaib masa datang yang belum terbukti, seperti firman-Nya dalam QS. al-Naml/27: 82;
Terjemahnya:
“Dan apabila perkataan telah jatuh atas mereka, Kami keluarkan sejenis binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka, bahwa sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami.”
Semua binatang, berakal atau tidak, lelaki/jantan atau perempuan/betina, adalah dabbat. ia terambil dari kata dabba yang berarti berjalan perlahan.
Namun, tidak dapat dipastikan apa maksudnya, apalagi kapan dia datang. Yang jelas ayat ini antara lain menyatakan bahwa bila telah sangat dekat kiamat Allah mengeluarkan dabbat yang berbicara kepada manusia dengan suatu bentuk pembicaraan yang dipahami manusia sebagai pertanda kuasa Allah dan bahwa kiamat akan segera datang.
b. Pemberitaan gaib masa lalu yang telah ditelan sejarah dan terbukti kebenarannya
Pemberitaan gaib al-Qur’an yang terjadi masa lampau dan telah ditelan sejarah, kemudian diinformasikan al-Qur’an dan terbukti kebenarannya, cukup banyak. Salah satu diantaranya adalah informasinya tentang kesudahan Firaun yang mengejar-ngejar Nabi Musa a.s. dan akhirnya penguasa Mesir yang kejam itu tenggelam di Laut Merah, sebagaimana dinyatakan dalam QS Yunus/10: 90-92:
Terjemahnya:
“Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Firaun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Firaun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orangorang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami”
Masih banyak contoh-contoh lain yang dapat dikemukakan dan telah terbukti kebenarannya melalui penelitian yang justru banyak dilakukan oleh ilmuwan non-Muslim. Perlu dicatat bahwa Al-Qur’an tidak menentukan aspek apa saja yang merupakan mukjizat yang ditantangkannya kepada masyarakat. Al-Qur’an hanya menggunakan kata mislihi yakni serupa dengannya Misliyah keserupaan itu dapat mencakup banyak hal dan dapat mencakup banyak hal dan dapat disesuaikan dengan perkembangan serta kondisi setiap masyarakat
Tuhan ketika akan memberikan tuntunan kepada manusia, mau tidak mau haruslah berbicara dengan Bahasa yang bisa dipahami manusia. Jadi Tuhan yang non-historis harus masuk dalam kehidupan manusia yang historis. Hal ini tidaklah merendahkan derajat Tuhan, tapi membuktikan ke Maha Bijaksanaan Tuhan terhadap makhluk-Nya. Dari segi Bahasa dan sastranya, al-Qur’an mempunyai gaya Bahasa yang khas yang berbeda dari gaya Bahasa masyarakat Arab pada umumnya, baik dari pemilihan huruf dan kalimat yang keduanya memiliki makna yang dalam. Quraish Shihab, mengutip dari seorang pakar Bahasa Arab yaitu Umar bin Jinni (932-1002) mengatakan bahwa pemilihan kosakata dalam al-Qur’an bukanlah suatu kebetulan, melainkan mempunyai nilai falsafah Bahasa yang tinggi.
Oleh karena bangsa Arab telah mencapai taraf yang begitu jauh dalam bahasa dan seni sastra bahkan mereka terkenal dengan sebutan ahli sastra, karena sebab itulah al-Qur’an menantang mereka. Padahal mereka memiliki kemampuan bahasa yang tidak biasa dicapai orang lain seperti kemahiran dalam berpuisi, syair atau prosa (natsar), memberikan penjelasan dalam langgam sastra yang tidak sampai oleh selain mereka. Keunggulan bahasa al-Qur’an membuat bangsa Arab dikala itu tak berdaya menghadapinya, tak ada satupun yang mampu menandinginya. Lebih dari itu, dengan jelas al-Qur’an menantang mereka untuk menghadirkan kitab yang sama seperti al-Qur’an. Tapi yang terjadi malah sebaliknya, banyak tokoh kafir Quraisy yang beriman dan mengakui keunggulan al-Qur’an. Seperti al-Walid bin al-Mughirah, Atabali bin Rabi’ah dan masih banyak lagi.
Sedangkan model penyusunannya (ta’lif wa an-Nazhm) Al-Qur’an tidak diturunkan dalam satu waktu, tapi ia diturunkan secara berangsur-angsur selama sekitar dua puluh tiga tahun, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat Arab ketika itu. Ketika sebuah ayat atau surat diturunkan kepada Rasulullah saw., beliau langsung menugaskan kepada tim penulis wahyu untuk menuliskannya, seraya berkata: “Letakkan ayat ini, di tempat ini, dalam surat ini.”
Sebagaimana diketahui pula bahwa Nabi Muhammad adalah seorang ummi yang tidak mampu membaca dan menulis, Muhammad saw. juga seorang manusia yang tidak mengetahui kejadian atau wahyu yang akan diturunkan esok hari. Keadaan ini terus berjalan hingga akhirnya penurunan Al-Qur’an sampai pada tahap puncaknya, dengan susunan dan urutan yang sangat menakjubkan sebagaimana yang terlihat sekarang ini.
Al-Qur’an tersusun begitu rapi dan indah. Di sana ada keterkaitan antara satu surat dengan surat lainnya, ada ketersambungan antara ayat dengan ayat lainnya, ada keterpautan antara kalimat dengan kalimat lainnya, ada kecocokan antara kata dengan kata. Dengan susunan seperti ini, Al-Qur’an merupakan satu kesatuan yang utuh. Keindahan susunannya menegaskan bahwa ia adalah bagian dari segi kemukjizatan al-Qur’an yang tak terbantahkan.
Al-Qur’an datang dengan berbagai macam ilmu dan pengetahuan antara lain ilmu akidah, ibadah, muamalah, perundang-undangan, akhlak, pendidikan, politik, ekonoini, sosial, qashas, jadal, munazharah dan sebagainya. Dalam bidang akidah inisalnya, al-Qur’an dengan tegas menyatakan tentang keesaan Allah Swt. Dia tersucikan dari sifat-sifat kelemahan. Al-Qur’an secara eksplisit juga menjelaskan tentang kemustahilan Allah mempunyai anak, Dia adalah Dzat yang sempurna dan paripurna, tak ada satupun yang mampu menandinginya. Keterangan ini dapat dilihat dari beberapa inisalnya dalam firman firman Allah Swt. berikut:
Terjemahnya:
“Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan dia yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Baqarah: 163).
Terjemahnya:
“Dia Pencipta langit dan bumi. bagaimana dia mempunyai anak padahal dia tidak mempunyai isteri. dia menciptakan segala sesuatu; dan dia mengetahui segala sesuatu.” (QS. al-An’am: 101)
Terjemahnya:
“Katakanlah: "Hai manusia, Sesungguhnya teIah datang kepadamu kebenaran (Al Quran) dari Tuhanmu, sebab itu barangsiapa yang mendapat petunjuk Maka Sesungguhnya (petunjuk itu) untuk kebaikan dirinya sendiri. dan barangsiapa yang sesat, Maka Sesungguhnya kesesatannya itu mencelakakan dirinya sendiri. dan Aku bukanlah seorang Penjaga terhadap dirimu".” (QS. Yunus: 108)
Segi Isyarat Ilmiah (I'jaz Ilmi)
Banyak orang terjebak dalam kesalahan ketika mereka menginginkan agar al-Qur’an mengandung segala teori ilmiah. Setiap lahir teori baru mereka mencarikan untuknya kemungkinan dalam ayat. Lalu ayat ini mereka takwilkan sesuai dengan teori ilmiah mereka. Sumber kesalahan tersebut ialah bahwa teoriteori ilmu pengetahuan itu selalu baru dan timbul sejalan dengan hukum kemajuan. Dengan demikian, ilmu pengetahuan selalu berada dalam kekurangan abadi. Terkadang diliputi kekaburan dan disaat lain diliputi kesalahan, itulah ilmu penghetahuan yang selalu berubah mengikuti zaman dimana ia berada.
Segi sejarah dan pemberitaan yang ghaib (I'jaz Tarikhiy)
Surah-surah dalam al-Qur’an mencakup banyak berita tentang hal ghaib. Kapabilitas al-Qur’an dalam memberikan informasi tentang hal yang ghaib seakan menjadi prasyarat utama yang jadi penopang eksistensinya sebagai kitab mukjizat. Dan diantara contohnya adalah:
a. Sejarah atau keghaiban dimasa lampau.
Al-Qur’an sangat jelas dan fasih sekali dalam menjelaskan cerita masa lalu seakan-akan menjadi saksi mata yang langsung mengikuti jalannya cerita. Dan tidak ada satupun dari kisah-kisah tersebut yang tidak terbukti kebenarannya. Diantaranya adalah: Kisah Nabi Musa & Firaun, Ibrahim, Nabi Yusuf, bahkan percakapan antara anak-anak Adam as.
b. Keghaiban masa kini
Diantaranya terbukanya niat jahat orang munafik di masa rasulullah. Allah SWT berfirman :
Terjemahnya:
“Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, Padahal ia adalah penantang yang paling keras.” (QS. al-Baqarah: 204)
Segi petunjuk penetapan hukum ( I'jaz Tasyri'i)
Allah meletakkan dalam diri manusia naluri yang bekerja dalam jiwa dan mempengaruhi kecenderungan hidupnya. Belum tentu tiap-tiap manusia memiliki akal sehat yang mampu menjaga naluri-nalurinya tersebut. Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam pemenuhan kebutuhannya membutuhkan orang lain, begitupun sebaliknya. Kerjasama antar manusia merupakan tuntutan sosial yang diharuskan dalam peradaban manusia. Dalam pengerjaannya dibutuhkan suatu peraturan yang mengatur masing-masing hak individu dan memelihara kehormatannya.
Dalam menetapkan hokum, al-Qur’an menggunakan du cara, yaitu mujmal atau global dan terperinci. Mujmal digunakan dalam aspek-aspek ibadah yang hanya menerangkan pokok-pokok hukum saja. Sedangkan perinciannya dilakukan oleh Nabi lewat hadis-hadis dan oleh para mujtahid. Yang kedua hukum yang terperinci. Seperti hukum warisan, tawanan perang, hubungan umat islam dan lain-lain.
Ihwal kejadian alam semesta
Al-Qur’an juga mengisyaratkan bahwa langit dan bumi tadinya merupakan satu gumpalan melalui firman-Nya:
Terjemahnya:
“Tidakkah orang-orang kafir memperhatikan bahwa langit dan bumi tadinya merupakan satu yang padu (gumpalan,), kemudian Kami memisahkannya dan Kami jadikan dari air segala sesuatu yang hidup. Maka mengapa mereka tidak juga beriman?”. (QS. Al-Anbiya’: 30).
Al-Qur’an tidak menjelaskan bagaimana proses terjadinya pemisahan itu, namun apa yang dijelaskan di atas tentang keterpaduan alam semesta kemudian pemisahannya dibenarkan oleh hasil pengamatan dari para ilmuwan. Ekspansi itu, menurut fisikawan Rusia George Gamow (1904-1968), melahirkan sekitar seratus miliar galaksi yang masing-masing rata-rata memiliki 100 miliar bintang. Akan tetapi, sebelumnya, bila ditarik ke belakang kesemuanya merupakan satu gumpalan yang terdiri dari atas neutron. Inilah yang disebutkan oleh al-Qur’an dengan memerintahkan orang-orang yang tidak percaya untuk melihat dan mempelajari alam semesta ini yang tadinya bersatu itu, kemudian dipisahkan oleh-Nya. Pengamatan tersebut diharapkan dapat mengantarkan mereka kepada keimanan akan kebesaran Allah Swt.
Hal yang menarik tentang alam raya lainnya yang disebutkan dalam al-Qur’an adalah apa yang dikenal dewasa ini dengan istilah “The Expanding Universe”. Seperti yang diketahui, alam semesta penuh dengan gugusan bintangbintang yang biasa disebut galaksi yang rata rata memiliki 100.000.000.000 (seratus miliar) bintang dari berjarak jutaan tahun perjalanan cahaya dari bumi.
Dibumi kita dipenuhi oleh ruang angkasa atau langit. Langit ditinggikan berarti ia bergerak ke arah tegak lurus pada seluruh permukaan bumi. Karena bumi ini bulat, berarti langit yang memutari bumi itu harus mengembang dari segala arah. Demikian ayat al-Ghãsyiyah ini bertemu maknanya dan dipertegas oleh firman-Nya:
Terjemahnya:
“Dan langit Kami bangun dengan kekuasaan (Kami), dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskan/mengembangkannya.” (QS. Adz-Dzariyat/51:47).”
Dan kita boleh bertanya, “Dari mana Nabi Muhammad SAW. mengetahui informasi di atas?” Tidak ada jawaban yang paling logis, kecuali bahwa “Yang demikian itu adalah informasi yang bersumber dari Tuhan Yang menciptakan alam raya ini.”
Segi Pemberitaan Gaib
Secara garis besar, pemberitaan gaib yang diinformasikan al-Qur’an dapat dibagi dalam dua bagian pokok. Pertama: gaib masa yang akan datang dan belum terjadi saat diinformasikan al-Qur’an. Hal ini ada yang kemudian terbukti dan ada juga yang belum terbukti. Kedua: gaib masa lalu yang telah menjadi sejarah, lalu diungkap oleh al-Qur’an, dan ternyata kemudian setelah sekian abad/lama terbukti kebenarannya.
a. Pemberitaan gaib masa datang yang belum terjadi saat diinformasikan Al-Qur’an
Pemberitaan gaib masa datang yang belum terjadi saat diinformasikan alQur’an ada yang kemudian terbukti, seperti firman Allah dalam QS. al-Qamar/54: 45:
Terjemahnya:
“Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang.” Melalui ayat ini, Allah memberitahu Nabi Muhammad saw. bahwa kaum musyrikin Quraisy akan dapat beliau kalahkan. Ayat ini diturunkan semasa Rasul masih tinggal di kota Makkah. Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada tahun 8 H mereka dikalahkan secara total dalam peristiwa Fath al-Makkah.
Adapun gaib masa datang yang belum terbukti, seperti firman-Nya dalam QS. al-Naml/27: 82;
Terjemahnya:
“Dan apabila perkataan telah jatuh atas mereka, Kami keluarkan sejenis binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka, bahwa sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami.”
Semua binatang, berakal atau tidak, lelaki/jantan atau perempuan/betina, adalah dabbat. ia terambil dari kata dabba yang berarti berjalan perlahan.
Namun, tidak dapat dipastikan apa maksudnya, apalagi kapan dia datang. Yang jelas ayat ini antara lain menyatakan bahwa bila telah sangat dekat kiamat Allah mengeluarkan dabbat yang berbicara kepada manusia dengan suatu bentuk pembicaraan yang dipahami manusia sebagai pertanda kuasa Allah dan bahwa kiamat akan segera datang.
b. Pemberitaan gaib masa lalu yang telah ditelan sejarah dan terbukti kebenarannya
Pemberitaan gaib al-Qur’an yang terjadi masa lampau dan telah ditelan sejarah, kemudian diinformasikan al-Qur’an dan terbukti kebenarannya, cukup banyak. Salah satu diantaranya adalah informasinya tentang kesudahan Firaun yang mengejar-ngejar Nabi Musa a.s. dan akhirnya penguasa Mesir yang kejam itu tenggelam di Laut Merah, sebagaimana dinyatakan dalam QS Yunus/10: 90-92:
Terjemahnya:
“Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Firaun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Firaun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orangorang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami”
Masih banyak contoh-contoh lain yang dapat dikemukakan dan telah terbukti kebenarannya melalui penelitian yang justru banyak dilakukan oleh ilmuwan non-Muslim. Perlu dicatat bahwa Al-Qur’an tidak menentukan aspek apa saja yang merupakan mukjizat yang ditantangkannya kepada masyarakat. Al-Qur’an hanya menggunakan kata mislihi yakni serupa dengannya Misliyah keserupaan itu dapat mencakup banyak hal dan dapat mencakup banyak hal dan dapat disesuaikan dengan perkembangan serta kondisi setiap masyarakat