Tragedi Stelsel
Benteng stelsel bisa
diartikan sebagai “aturan benteng”. Ia merupakan sebuah strategi perang yang
diterapkan oleh Belanda untuk mengalahkan musuh-musuhnya. Siasat perang ini
dicetuskan oleh Jenderal de Kock dan diterapkan pada perang Diponegoro.2
Strategi stelsel ini diterapkan pertama kali pada perang Diponegoro, atas
pertimbangan gigih dan kerasnya perlawanan rakyat dibawah komando Pangeran
Diponegoro. Di kemudian hari, strategi perang dengan menggunakan benteng
stelsel ini diterapkan pada perang Padri di Sumatra untuk menghadapi perlawanan
pejuang-pejuang Nusantara di bawah komando Imam Bonjol.
Strategi stelsel
mengikuti pola sebagai berikut :
Setiap kawasan atau daerah yang telah dikuasai
Belanda dibangun benteng (kubu) pertahanan, kemudian dari masing-masing kubu
dibangun infrastruktur penghubung antar kubu pertahanan tersebut melalui jalan
atau jembatan.
Tujuan utama strategi stelsel antara lain adalah:
1. Mempersempit
ruang gerak pasukan Diponegoro
2. Memecah belah pasukan Diponegoro
3. Mencegah
masuknya bantuan terhadap pasukan Diponegoro
4. Memperlancar koordinasi pihak
Belanda, dan
5. Memperlemah pasukan Diponegoro
Untuk menerapkan
strategi stelsel, Belanda membangunnya di banyak tempat di Jawa, meliputi;
Semarang, Ambarawa, Muntilan, Kulonprogo, Magelang, dan di wilayah lainnya
hingga mencapai 165 stelsel.4 Banyaknya stelsel ini ternyata tidak terlepas
dari strategi peperangan yang diterapkan Pangera Diponegoro, yakni taktik
gerilya berbasis taktik perang modern hit and run serta posisi komandonya yang
berpindah-pindah tempat.
Strategi stelsel
ternyata cukup efektif dan benar-benar mampu mempersempit gerak pasukan
Diponegoro, sehingga berhasil melumpuhkan perlawanan Pangeran Diponegoro dan
laskarnya; tahun 1828 banyak pejuang yang ditangkap, tahun 1829 banyak pejuang
yang menyerahkan diri, dan puncaknya pada tahun 1830 Pangeran Diponegoro
ditangkap di daerah Magelang.
Baca Selanjutnya : Makna Perang Jawa Perspektif Ponorogo