Politik Pembangunan Nasional dan Manajemen Nasional
Politik merupakan cara untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Tujuan politik bangsa Indonesia telah tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial. Tujuan politik bangsa Indonesia harus dapat
dirasakanoleh rakyat Indonesia, untuk itu pembangunan di segala bidang perlu dilakukan.
Dengan demikian pembangunan nasional harus berpedoman pada Pembukaan UUD
1945 alinia ke-4.
Politik dan Strategi Nasional dalam aturan ketatanegaraan selama
ini dituangkan dalam bentuk GBHN yang ditetapkan oleh MPR. Hal ini berlaku
sebelum adanya penyelenggaraan pemilihan umum Presiden secara langsung pada tahun
2004. Setelah pemilu 2004 Presiden menetapkan visi dan misi yang
dijadikan rencana pembangunan jangka menengah yang digunakan sebagai pedoman dalam menjalankan pemerintahan dan membangun bangsa.
1. Makna pembangunan nasional
Pembangunan nasional merupakan usaha yang dilakukan untuk
meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia secara berkelanjutan
dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
memperhatikan tantangan perkembangan global. Tujuan pembangunan nasional itu
sendiri adalah sebagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh bangsa
Indonesia. Dan pelaksanaannya bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah
tetapi juga merupakan tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia. Pembangunan
nasional mencakup hal-hal yang bersifat lahiriah maupun batiniah yang
selaras, serasi dan seimbang. Itulah sebabnya pembangunan nasional bertujuan untuk
mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang seutuhnya, yakni sejahtera lahir dan batin.
2. Manajemen nasional
Manajemen nasional pada dasarnya merupakan suatusistem sehingga
lebih tepat jika kita menggunakan istilah system manajemen nasional. Layaknya
sebuah sistem, pembahasannya bersifat komprehensif, strategis dan integral.
Orientasinya adalah pada penemuan dan pengenalan (identifikasi)
faktor-faktor strategis secara menyeluruh dan terpadu. Dengan demikian sistem
manajemen nasional dapat menjadi kerangka dasar, landasan, pedoman dan
sarana bagi perkembangan proses pembelajaran maupun penyempurnaan fungsi
penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat umum maupun pembangunan. Pada dasarnya sistem manajemen nasional merupakan perpaduan antara
tata nilai, struktur dan proses untuk mencapai daya guna dan hasil guna sebesar mungkin dalam menggunakan sumber dana dan sumber daya nasional demi mencapai
tujuan nasional.
Proses penyelenggaraan yang serasi dan terpadu meliputi siklus
kegiatan perumusan kebijaksanaan (policy formulation), pelaksanaan kebijaksanaan, dan
penilaian hasil kebijaksanaan terhadap berbagai kebijaksanaan nasional. Disini secara sederhana dapat dikatakan bahwa sebuah system
sekurang-kurangnya harus dapat menjelaskan unsur, struktur, proses, fungsi serta
lingkungan yang mempengaruhinya. Secara sederhana unsur-unsur utama sistem
manajemen nasional dalam bidang ketatanegaraan meliputi :
a. Negara. Sebagai organisasi kekuasaan, negara mempunyai hak dan
kepemilikan, pengaturan dan pelayanan dalam mewujudkan cita-cita bangsa.
b. Bangsa Indonesia. Sebagai unsur pemilik negara, berperan
menentukan sistem nilai dan arah/haluan negara yang digunakan sebagai landasan dan
pedoman bagi penyelenggaraan fungsi negara.
c. Pemerintah. Sebagai unsur manajer atau penguasa, berperan dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan umum dan pembangunan
kearah cita-cita bangsa dan kelangsungan serta pertumbuhan negara.
d. Masyarakat. Sebagai unsur penunjang dan pemakai, berperan
sebagai kontributor, penerima dan konsumen bagi berbagai hasil kegiatan penyelenggaraan
fungsi pemerintahan.
Otonomi Daerah
Pelaksanaan otonomi daerah kini memasuki tahapan baru setelah
direvisinya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah menjadi UU No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah atau lazim disebut UU Otonomi Daerah (Otda).
Perubahan yang dilakukan di UU No. 32 Tahun 2004 bisa dikatakan sangat mendasar
dalam pelaksanaan pemerintahan daerah. Secara garis besar, perubahan
yang paling tampak adalah terjadinya pergeseran-pergeseran kewenangan dari satu
lembaga ke lembaga lain. Konsep otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab tetap
dijadikan acuan dengan meletakkan pelaksanaan otonomi pada tingkat daerah yang paling
dekat dengan masyarakat. Tujuan pemberian otonomi tetap seperti yang dirumuskan
saat ini yaitu memberdayakan daerah, termasuk masyarakatnya, mendorong prakarsa
dan peran serta masyarakat dalam proses pemerintahan dan pembangunan.
Pemerintah juga tidak lupa untuk lebih meningkatkan efisiensi, efektivitas dan
akuntabilitas penyelenggaraan fungsifungsi seperti pelayanan, pengembangan dan perlindungan terhadap masyarakat dalam ikatan NKRI. Asas-asas penyelenggaraan pemerintahan seperti desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan, diselenggarakan secara proporsional sehingga saling menunjang.
Dalam UU No. 32 Tahun 2004, digunakan prinsip otonomi
seluas-luasnya, di mana daerah diberi kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan kecuali urusan pemerintah pusat yakni :
a. politik luar negeri,
b. pertahanan dan keamanan,
c. moneter/fiskal,
d. peradilan (yustisi),
e. agama.
Pemerintah pusat berwenang membuat norma-norma, standar, prosedur,
monitoring dan evaluasi, supervisi, fasilitasi dan urusan-urusan pemerintahan
dengan eksternalitas nasional. Pemerintah provinsi berwenang mengatur dan
mengurus urusan-urusan pemerintahan dengan eksternal regional, dan
kabupaten/kota berwenang mengatur dan mengurus urusanurusan pemerintahan dengan
eksternalitas lokal.
Dalam Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 (Amandemen) disebutkan, Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah
Provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap Provinsi, Kabupaten, dan
Kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan UU. Tampak nuansa dan rasa adanya hierarki dalam kalimat tersebut. Pemerintah Provinsi sebagai wakil
pemerintah pusat di daerah diakomodasi dalam bentuk urusan pemerintahan menyangkut
pengaturan terhadap regional yang menjadi wilayah tugasnya. Urusan yang menjadi kewenangan daerah, meliputi urusan wajib dan
urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah suatu urusan pemerintahan yang
berkaitan dengan pelayanan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan
kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar; sedangkan urusan pemerintahan
yang bersifat pilihan terkait erat dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah.
UU No. 32 Tahun 2004 mencoba mengembalikan hubungan kerja eksekutif dan legislatif
yang setara dan bersifat kemitraan. Sebelum ini kewenangan DPRD sangat besar,
baik ketika memilih kepala daerah, maupun laporan pertanggungjawaban (LPJ)
tahunan kepala daerah.
Kewenangan DPRD itu dalam penerapan di lapangan sulit dikontrol.
Sedangkan sekarang, kewenangan DPRD banyak yang dipangkas, misalnya aturan
kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat, DPRD yang hanya memperoleh laporan
keterangan pertanggungjawaban, serta adanya mekanisme evaluasi gubernur
terhadap rancangan Perda APBD agar sesuai kepentingan umum dan peraturan
perundang undangan yang lebih tinggi.
Pemerintahan Daerah adalah pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan
daerah yang dilakukan oleh lembaga pemerintahan daerah yaitu Pemerintah Daerah
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Hubungan antara pemerintah daerah
dan DPRD merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat
kemitraan. Hubungan kemitraan bermakna bahwa antara Pemerintah Daerah dan
DPRD adalah sama-sama mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah untuk
melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing-masing sehingga antar
kedua lembaga itu membangun suatu hubungan kerja yang sifatnya saling mendukung
bukan merupakan lawan ataupun pesaing satu sama lain dalam melaksanakan
fungsi masing-masing.
Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih secara langsung oleh
rakyat yang persyaratan dan tata caranya ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan. Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dapat
dicalonkan baik oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu yang
memperoleh sejumlah kursi tertentu dalam DPRD dan atau memperoleh dukungan
suara dalam Pemilu Legislatif dalam jumlah tertentu. Melalui Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Komisi
Pemilihan Umum Daerah (KPUD) provinsi, kabupaten, dan kota diberikan
kewenangan sebagai penyelenggara pemilihan kepala daerah. Agar penyelengaraan
pemilihan dapat berlangsung dengan baik, maka DPRD membentuk panitia
pengawas.
Kewenangan KPUD provinsi, kabupaten, dan kota dibatasi sampai
dengan penetapan calon terpilih dengan berita acara yang selanjutnya KPUD
menyerahkan kepada DPRD untuk diproses pengusulannya kepada Pemerintah guna mendapatkan pengesahan. Dalam UU No 32 Tahun2004 terlihat adanya semangat untuk melibatkan partisipasi publik. Di satu sisi, pelibatan public (masyarakat)
dalam pemerintahan atau politik lokal mengalami peningkatan luar biasa dengan
diaturnya pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung. Dari anatomi tersebut, jelaslah
bahwa revisi yang dilakukan terhadap UU No. 22 Tahun 1999 dimaksudkan untuk menyempurnakan kelemahan-kelemahan yang selama ini muncul dalam pelaksanaan otonomi daerah. Sekilas UU No. 32 tahun 2004 masih menyisakan banyak kelemahan,
tapi harus diakui pula banyak peluang dari UU tersebut untuk menciptakan good
governance (pemerintahan yang baik).