Artikel Pendidikan. Dalam upaya memahami suatu gejala
sosial dalam masyarakat maka studi-studi dalam sosiologi dilakukan dengan
menggunakan dua macam pendekatan (Sarwono, 1993) yaitu:
• Pendekatan Emik: yaitu
menguraikan suatu gejala sosial sesuai dengan pandangan si pelaku sendiri, memahami perilaku
individu/masyarakat dari sudut pandang si pelaku sendiri (individu tersebut atau
anggota masyarakat yang bersangkutan). Misalnya: ada orang yang menggunakan pengobatan
alternatif dengan menggunakan cara metafisika. Maka makna pengobatan dan
keakurasian model pengobatan tersebut bukan menurut peneliti, melainkan harus diungkap
menurut pengguna atau pelaku layanan pengobatan tradisional.
• Pendekatan Etik: yaitu upaya
menguraikan suatu gejala sosial atau interaksi sosial dari sudut pandang orang luar/sudut
pandang observer (menganalisa perilaku atau gejala sosial dari pandangan orang luar
serta membandingkannya dengan budaya lain). Jika seseorang sedang melakukan
pengamatan ilmiah, maka pengalaman dan pengetahuan ilmiah yang dimiliki dijadikan
sebagai alat ukur atau standar dalam menjelaskan masalah interaksi sosial.
Dengan demikian maka pendekatan
etik bersifat lebih objektif, dapat diukur dengan ukuran dan indikator tertentu,
sedangkan pendekatan emik relatif lebih subjektif dan banyak menggunakan kata-kata/bahasa dalam
menggambarkan perasaan individu yang menjadi objek studi.
Studi emik bersifat lebih unik,
sukar untuk digeneralisasikan secara luas (Pelto, 1970). Ditambahkan oleh Foster (dalam
Sarwono, 1993) bahwa pendekatan emik mencakup upaya untuk mengkomunikasikan keadaan
diri-dalam (inner psychological states) dan perasaan individu yang berkaitan dengan
suatu perilaku. Asumsi dari pendekatan emik ini adalah bahwa pelaku/aktor suatu tindakan
itu lebih tahu tentang proses-proses yang terjadi dalam dirinya, daripada orang lain. Dan
pengetahuan tentang proses mental ini diperlukan untuk memahami mengapa seseorang
melakukan suatu tindakan atau mengapa dia menolak untuk melakukan tindakan tersebut.
Sebaliknya ada pandangan yang justru mengatakan bahwa pelaku/aktor biasanya tidak dapat
mengamati dengan baik proses-proses yang terjadi di dalam dirinya.
Oleh karena itu
diperlukan orang lain yang dapat meneropong perasaan dan pikiran bawah sadar seseorang yang
sebetulnya melandasi perilakunya. Peneropongan ini tidak perlu melalui psikoanalisa,
melainkan menggunakan indikator nyata berupa hal-hal yang dapat diamati dari perilaku
individu. Apakah hasil pengamatan itu cocok dengan perasaan atau penghayatan si
pelaku, hal ini tidaklah penting dalam pendekatan etik. Yang lebih penting adalah jika hasil
pengamatan/indikator antara beberapa orang itu ternyata sama, walaupun studi mereka dilaksanakan secara terpisah. Dengan demikian pendekatan etik memberikan gambaran
umum/generalisasi dan ramalan tentang perilaku masyarakat dalam situasi tertentu.
Kedua pendekatan ini dapat
digunakan untuk studi antar budaya, hanya etik memberikan perbandingan dan
generalisasi sedangkan emik menggambarkan keunikan penghayatan masing-masing
individu/kelompok. Studi-studi sosiologi biasanya menggunakan kedua pendekatan ini
guna memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang gejala yang diselidiki.
Jika studi ini menggunakan informan untuk memperoleh informasi, maka informan itu dapat
memberikan informasi yang bersifat etik (misalnya siapa saja yang datang dalam gotong
royong), maupun emik (misalnya apa makna upacara kremasi bagi penganut agama Hindu-Bali).
Oleh karena itu dalam mengembangkan
sosiologi kesehatan ini, seorang dokter atau tenaga kesehatan dapat
mengembangkan sikap verstehen yaitu kemampuan untuk menyelami apa yang dirasakan oleh
pasien atau masyarakat itu sendiri. Setelah memahami apa yang dialami oleh pasien baru
pada tahap selanjutnya dianalisis berdasarkan ilmu kesehatan yang sudah dimilikinya.
Dengan demikian penerapan ilmu sosiologi kesehatan dapat disebut sebagai satu upaya
membangun pendekatan terpadu antara etik dan emik, sehingga layanan kesehatan lebih
bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya.