Makalah Al-Quran dan Hadist Lengkap

Makalah Al-Quran dan Hadist : Mengenai asal kata “Al-Qur’an” para ulama berselisih pendapat. Menurut Asy-Syafi’i kata “ Al-Qur’an” utu ditulis dan dibaca tanpa hamzah (Al-Qur’an). Ia tidak berasal dari suatu kata, tetapi ia merupakan sebutan khusus bagi kitab suci yang diberikan kepada Muhammad SAW. Menurut Al-Asy-‘ari, kata “ Al-Qur’an” diambil dari kata “qarana” yang berarti menggabungkan. Karena Al-Qur’an merupakan gabungan ayat-ayat dan surat-surat. Menurut istilah, Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada rasul-Nya. Muhammad SAW dengan bahasa arab, yang diriwayatkan secara mutawatir dan tertulis dalam mushaf (Syarmin S., 1993: 27).

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an adalah kitab suci terakhir yang diturunkan oleh Allah kepada umat manusia melalui Nabi Muhammad saw untuk dijadikan sebagai pedoman hidup. Petunjuk-petunjuk yang dibawanya pun dapat menyinari seluruh isi alam ini. Sebagai kitab bidayah sepanjang zaman, al-Qur’an memuat informasi-informasi dasar tentang berbagai masalah, baik informasi tentang hukum, etika, kedokteran dan sebagainya.
Hal ini merupakan salah satu bukti tentang keluasan dan keluwesan isi kandungan al-Qur’an tersebut. Informasi yang diberikan itu merupakan dasar-dasarnya saja, dan manusia lah yang akan menganalisis dan merincinya, membuat keautentikan teks al-Qur’an menjadi lebih tampak bila berhadapan dengan konteks persoalan-persoalan kemanusiaan dan kehidupan modern.
Dalam kaitannya antara nisbat As-sunnah terhadap Al-Quran, para ulama telah sepakat bahwa As-Sunnah berfungsi menjelaskan apa yang terdapat dalam Al-Quran dan juga sebagai penguat. Akan tetapi, mereka berbeda pendapat mengenai kedudukan As-Sunnah terhadap Al-Quran apabila As-Sunnah itu tidak sejalan dengan zhahir ayat Al-Quran.
Para ulama menetapkan bahwa Ijma menduduki peringkat ketiga setelah al-Quran dan Hadis Nabi. Namun demikian suatu ijma tidak boleh menyalahi Nash al-Quran dan Hadis yang bersifat qath’I (nash yang sudah jelas, gamblang dan tidak membutuhkan penafsiran).
Seluruh ulama sepakat bahwa “Ijma’ shorih” dapat dijadikan sebagai hujjah / dasar pijakan hukum. Namun demikian mereka berbeda pendapat mengenahi “ijma’ sukuti”.


1.2  Tujuan Penulisan
            Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk mengetahui tentang Al-Quran dan Al-hadist

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Al-Qur’an
2.1.1 Pengertian Al-Qur’an
Mengenai asal kata “Al-Qur’an” para ulama berselisih pendapat. Menurut Asy-Syafi’i kata “ Al-Qur’an” utu ditulis dan dibaca tanpa hamzah (Al-Qur’an). Ia tidak berasal dari suatu kata, tetapi ia merupakan sebutan khusus bagi kitab suci yang diberikan kepada Muhammad SAW.
Menurut Al-Asy-‘ari, kata “ Al-Qur’an” diambil dari kata “qarana” yang berarti menggabungkan. Karena Al-Qur’an merupakan gabungan ayat-ayat dan surat-surat.
Menurut istilah, Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada rasul-Nya. Muhammad SAW dengan bahasa arab, yang diriwayatkan secara mutawatir dan tertulis dalam mushaf (Syarmin S., 1993: 27).
2.1.2 Nama-nama Al-Qur’an
Nama bagi al-Qur’an seperti yang disebutkannya sendiri bermacam-macam dan masing-masing nama itu mengandung arti makna tertentu, antara lain:
  1. Al-kitab artinya buku atau tulisan. Arti ini untuk mengingatkan kaum muslimin supaya membukukannya menjadi buku.
  2. Al-Qur’an artinya bacaan. Arti ini untuk mengingatkan supaya ia dipelihara/dihafal bacaannya diluar kepala.
  3. Al-Furqan artinya pemisah. Arti ini mengungatkan supaya dalam mencari garis pemisah antara kebenaran dan kebathilan, yang baik dan buruk haruslah daripadanya atau mempunyai rujukan padanya.
  4. Huda artinya petunjuk. Arti ini mengingatkan bahwa petunjuk tentang kebenaran hanyalah petunjuk yang diberikannya atau yang mempunyai rujukan kepadanya,
  5. Al-Zikr artinya ingat. Arti ini menunjukkan bahwa ia berisikan peringatan dan agar selalu diingat tuntunannya dalam melakukan setiap tindakan.
Dia adalah klamullah yang diturunkan kepada Nabi SAW. Dalam bahasa arab, riwayatnya mutawir. Oleh karena itu terjemahan Al-Qur’an tidak disebut Al-Qur’an dan orang yang mengingkarinya baik secara keseluruhan maupun bagian rinciannya, dipandang kafir ( Sulaiman A., 1995: 9)
Dia merupakan sendi fundamental dan rujukan pertama bagi semua dalil dan hukum syari’at, merupakan Undang-Undang Dasar, sumber dari segala sumber dan dasar dari semua dasar. Hal ini sudah merupakan kesepakatan seluruh Ulama Islam. Dan Al-Qur’anulkarim berfungsi sebagai pembeda untuk membedakan dan memilih antara yang benar dan yang salah, antara yang hak dan bathil ( Abdurrahman, 1993: 35).

2.1.3 Kekhususan dan Keistimewaan Al-Qur’an
Al-Qur’an mempunyai kekhususan dan keistimewaan dari kitab-kitab lainnya. Apabila ada sesuatu yang bertentangan dengan keistimewaan Al-Qur’an nanti, maka ia tidak bias dikategorikan sebagai Al-Qur’an. Kekhususan dan keistimewaan Al- Qur’an tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Bahwa Al-Qur’an, baik kalimat dan maknanya, datang dari Allah SWT dan rasul SAW dalam hal ini tidak lain hanyalah menyampaikan saja kepada manusia. Ia diturunkan Allah melalui malaikat Jibril, dengan kalimat yang sama persis dengan yang ada sekarang ini. Oleh karena itu, tidak boleh kita meriwayatkan dengan maknanya. Artinya sama pengertiannya, tetapi kalimatnya berbeda. Sebab yang demikian, bukanlah Al-Qur’an namanya. Lantaran itu semua, maka Al-Qur’an berbeda dengan hadits baik hadits qudsi maupum hadits nabawi. Sebab, semua hadits yang dating dari Rasulullah SAW, baik lafadz maupun susunan kalimatnya yang disimpulkan dari berbagai makna yang diilhamkan dan diwahyukan Allah pada beliau. Lafadz dan makna Al-Qur’an dating dari Allah, sedangkan hadits maknanya dari Allah, tapi lafadznya dari Rasullullah SAW.
b.      Al-Qur’an diturunkan kepada rasulullah SAW dengan lafadz dan ushlub (gaya bahasa) bahasa arab. Dalam hal ini Allah berfirman:
Artinya: “ sesungguhnya kami jadikan Al-Qur’an dalam bahasa arab supaya  kamu memahaminya”. (QS. Az-zhuhruf: 3)
Dan tidaklah tercela jika dalam kearaban Al-Qur’an terkandung sebagian lafadz-lafadz yang jarang adanya(asing), yang oleh sebagian ulama dipandang bukan bahasa arab tetapi hal ini tidaklah membuat cacatnya sebagai bahasa arab. Sepeti lafadz”   ”bagi lobang dan

bagi singa. Sebab, lafadz-lafadz ini disamping jarang disebut juga telah dimasukkan bangsa arab kedalam bahasa arab dan bahasa bahasa tersebut diambil dari sebagian suku oleh sebagian suku arab lainnya.
c.       Bahwa Al-qur’an telah diriwayatkan dengan cara mutawatir yang memfaedahkan ilmu yang iath’I (pasti)dan yakin lantaran periwayatan dan ketetapannya yang sah.ia telah dipelihara dalam berbagai hati dan dada, bukan sekedar dalam mushhaf dan tulisan-tulisan saja. Ia telah dipindahkan kepada kaum muslimin diberbagai Negara dan berbagai bangsa, tanpa ada perbedaan dan keraguan diantara mereka dan tanpa ada perubahan dan pergantian (Syarmin S., 1993: 28-32).
Allah berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.
2.1.4 Kemu’jizatan Al-Qur’an
Telah dijelaskan bahwa Al-Qur’an adalah datang dari Allah yang dapat melemahkan kemampuan manusia untuk menciptakan sesuatu ayat yang serupa dengannya.
Sesungguhnya mu’jizat Nabi SAW adalah Al-Qur’an, yaitu mu’jizat maknawi, bukan mu’jizat materi yang dapat di indra, seperti mu’jizat Nabi Isa yang dapat menyembuhkan buta dan penyakit sopak, nabi Musa yang dapat merubah tongkat menjadi ular berjalan. Sehingga  dengan demikian mu’jizat beliau tetap berlaku sampai akhir zaman, yang membawa bukti-bukti kebenaran akan kerasulan beliau sejak dahulu hingga hari kiamat nanti, yaitu sesuatu yang cocok dan sesuai dengan keumuman dan keabadian risalah. Meskipun ada juga mu’jizat Nabi SAW yang berupa sesuatu yang diindra, tetapi tidaklah dapat disaksikan kecuali orang-orang yang ada pada masa beliau yang turut menyaksikannya. Orang-orang yang ada sesudah masa beliau tidaklah mengetahui kecuali hanya mendengar saja. Maka itu bukti mu’jizat yang kekal. Yaitu mu’jizat yang selalu disaksikan manusia sampai hari kiamat.
Allah berfirman :
Artinya :”Dan orang-orang kafir mekkah berkata :’Mengapa tidak menurunkan  kepadanya mu’jizat-mu’jizat dari tuhannya ?” Katakanlah :’Sesungguhnya mu’jizat-mu’jizat iru terserah kepada Allah. Dan sesungguhnya aku hanya seorang pemberi peringatan yang nyata”. (QS. Al Ankabut : 50)
(Syarmin S., 1993: 35-37).

2.1.5 Segi-Segi Kemu’jizatan Al-Qur’an
Berikut ini akan kami kemukakan sebagian segi-segi kemu’jizatan Al-Qur’an :
  1. kebalaghoan dan kefashahan Al-Qur’an amat tinggi. Ia menghimpun aturan-aturan yang menakjubkan dan mengandung makna-makna yang cukup tinggi serta makna yang sangat kuat dalam mempengaruhi jiwa. Mudah dihafal, ringan dibaca. Mengandung berbagai bentuk ungkapan menurut tempat dan keadaan. Oleh karena itu, ayat-ayat makiyah pendek-pendek, mengandung ajaran aqidah dan keimanan. Sedang ayat-ayat madaniyah umumnya panjang-panjang, yang menjelaskan berbagai hokum peraturan, keras dalam mempertakuti dan mengancam serta menyenangkan dalam mendorong untuk melaksanakan suatu perbuatan.
  2. hukum dan makna-maknanya teratur, saling merangkai satu sama lain. Oleh karena itu tidak ada pertentangan satu makna atas satu hokum dengan makna atau hokum yang lainnya atau satu ayat dengan ayat yang lain. Seandainya ia tidak datang dari Allah, pasti akan didapati pertentangan yang cukup banyak.
  3. Al-Qur’an memberitakan tentang peristiwa (kejadian) yang telah lalu pada kurun masa yang telah lewat.
  4. Al-Qur’an memberitakan perkara-perkara yang akan datang, seperti :
·         Al-Qur’an telah menjanjikan kemenangan kepada kaum Muslimin dalam perang badar Kubra.
·         Al-Qur’an menjajikan kepada kepada kaum Muslimin tentang terbukanya kota Mekkah
·         Al-Qur’an telah memberitakan tentang kehinaan yang akan menimpa kaum Yahudi pada segala zaman sampai datangnya hari Qiamat.
  1. Al-Qur’an mengandung berbagai rahasia alam dan hakekat ala mini, yang tidak henti-hentinya ilmu mengungkapkan kepada kita setiap hari dengan penemuan-penemuan baru yang membuktikan bahwa Al-Qur’an ini datang dari sisi Allah, yang meliputi ilmu segaa sesuatu.
  2. Al-Qur’an mengandung syari’at islam yang hokum-hukumnya mengatur berbagai hubungan manusia, yang merupakan aturan yang luas dan tegas, elastic dan cocok disegala tempat, untuk merealisir kemaslahatan dan kenaikan manusia.
  3. Al-Qur’an tetap dan kekal, terpelihara dan tidak pernah berubah, karena selalu dibaca baik dengan cara terang-terangan atau tersembunyi (Syarmin S., 1993: 38-50).
2.1.6 Petunjuk Al-Qur’an Kepada Maksudnya
Ada 4 prinsip dasar yang umum dalam memahami makna Al-Qur’an, yaitu:
a.       Qur’an merupakan keseluruhan syari’at dan sendinya yang fundamental. Setiap orang yang ingin mencapai hakekat agama dan    dasar-dasar syari’at, haruslah menempatkan Al-Qur’an sebagai pusat/ sumbuh tempat berputarnya semua dalil yang lain dan sunnah sebagai pembantu dalam memahaminya demikian juga pendapat imam-imam terdahulu dan salafushshalihin yang lalu.
b.      Sebagaian besar ayat-ayat hukum turun karena ada sebab yang menghendaki penjelasannya. Ada dua alasan mengapa harus mengetahuinya:
1.      faktor untuk mengetahui kei’jazan Al-Qur’an itu bertumpu pada pengetahuan tentang tuntutan situasi, baik situasi pembicaraan orang yang berbicara maupun orang yang menjadi sasaran pembicaraan, baik secara alternative ataupun kumulatif sekaligus.
2.      kejahilan akan sebab-sebab nujul dapat menjerumuskan ke jurang keraguan dan menempatkan nash yang zhohir ke tempat ijmal, sehingga terjadilah perbedaan pendapat.
c.       Setiap berita kejadian masa lalu yang diungkapkan Al-Qur’an, jika terjadi penolakannya baik sebelum atau sesudahnya, maka penolakan tersebut menunjukkan secara pasti bahwa isi berita itu sudah dibatalkan.
Diantara contohnya ialah ayat yang berbunyi:
Artinya: “ketika mereka mengatakan Allah tidak pernah menurunkan sesuatu kepada manusia”.
Kemudian diiringi oleh firman Allah:
Artinya: “ katakan kepada mereka siapakah yang menurunkan kitab yang dibawa oleh Musa untuk menjadi cahaya dan petunjuk bagi manusia”.
  1. Kebanyakan hukumhukum yang diberitahukan oleh Al-Qur’an bersifat kully ( pokokyang berdaya cukup luas) tidak rinci ( disebutkan setiap peristiwa, objektif) seperti terungkap dari penelitian. Oleh karena itu diperlukan penjelasan dari sunnah rosul karena memang kebanyakan sunnah merupakan penjelasan bagi Al-Qur’an (Sulaiman A., 1995: 14-19).

2.2 Hadist
2.2.1 Pengertian Hadist
Menurut bahasa hadis memiliki beberapa arti, yaitu :
  1. Jadid yang berarti dekat.
  2. Khabar yang berarti berita atau warta.
  3. Qarib yang berarti dekat.
Dari ketiga makna hadists tersebut, yang memiliki makna paling dekat dengan hadists dalam islam adalah khabar. Menurut istilah , hadists juga memiliki beberapa makna yang berbeda yang disebabkan oleh perbedaan pandangan para ulama.
Menurut ahli hadist, hadists adalah semua yang datang dari Nabi saw yang berupa ucapan, perbuatan, ataupun taqrir beliau. Sedangkan menurut ahli ushul segala pekataan Rosul, perbuatan dan taqrir beliau, yang bisa bisa dijadikan dalil bagi hukum syar’i.
Berdasarkan pengertian hadists menurut ahli ushul, maka hadists dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
  1. hadists qouliyah : adalah hadists yang berupa perkataan
  2. hadists fi’liyah : adalah hadists yang berupa perbuatan
  3. hadists taqririyah : adalah ketetapan atau persetujuan rasulullah terhadap apa saja yang muncul dari tindakan sahabat beliau.
Sedangkan perkataan dan perkataan Nabi saw yang tidak termasuk hadists dapat dijadikan sebagai dalil/hukum, kecuali yang berkaitan dengan syariat dan merupakan petunjuk bagi umat beliau.
Berikut ini adalah perbuatan nabi saw yang tidak termasuk hadists.
  1. Segala yang timbul dari nabi saw karena didorong oleh tabiat kemanusiaannya atau kebiasaan kaumnya.
  2. Segala sesuatu yang berasal dari nabi saw karena keinginan beliau mencoba hal-hal duniawi.
  3. Segala yang telah ditunjukkan dalil bahwa itu adalah kekhususan rasulullah.
2.2.2 Meriwayatkan Hadists Dengan Makna
Meriwayatkan hadists berbeda dengan meriwayatkan Al-Qur’an, beberapa hadists dapat diriwayatkan dengan makna. Artinya meskipun sedikit berbeda pelafalan dan pengucapannya asalkan memiliki arti yang sama maka dihalalkan.
Disamping itu ada juga hadists yang bersifat taabudi (tidak boleh dirubah) dalam pelafalannya, seperti hadists tentang adzan, tasyahhud, dan sebagainya.
2.2.3 Kehujjahan Al-Hadists
Hadists adalah dalil kedua yang digunakan sebagai acuan beristimbat hukum syari’ah sesudah Al-Qur’an. Banyak dalil yang menegaskan kehujjahannya, diantaranya:
a. Ayat-ayat Al-Qur’an yang  memerintahkan untuk taat kepada rasulullah.
Artinya : “taatlah kamu sekalian kepada Allah dan rasul(Nya) dan Ulil Amri diantara kamu…..”(An-nisa :59)

Artinya : “apa yang diberikan R asul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tingggalkanlah…..”(Al-Mujadilah : 13)
b. Al-Qur’an sebagai undang-undang dasar bagi hukum wadhi’I yang menetapkan berbagai ketetapan secara global. Seperti firman Allah:
Artinya: “kerjakanlah shalat dan berikanlah zakat…”

Artinya: “telah diwajibkan atas kamu berpuasa…”
Hadist juga merupakan penjelasan daripada ketetapan-ketetapan Allah yang bersifat umum.
Al-Auzai berkata : “Al-Qur’an itu berhajat kepada hadists, dan hadists berhajat kepada Al-Qur’an.”
Sebagai contoh, Al-hadists Nabawiyah telah menjelaskan jumlah rekaatshalat, waktunya, syarat dan rukun-rukunnya, serta tata caranya.
c. Al-Qur’an telah menetapkan bahwa perkataan rasul Allah saw hakekatnya datang dari sisi Allah juga. Allah berfirman :
Artinya : “dan tiadalah yang diucapkan (Muhammad) itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tidak lain ada;lah wahyu yang diwahyukan kepadanya.” (Al-Najm : 3-4)
Itulah dalil-dalil yang menerangkan bahwa hadists datang dari sisi Allah dan wajib diamalkan.
Imam Syafi’i berkata : “apabila rasul menjelaskan ayat dalam Al-Qur’an, maka penjelasan itu sebenarnya datang dari Allah. Dan Allah menetapkan hukum dalam Al-Qur’an menurut penjelasan rasul-Nya. Orang islam tidak boleh keluar dari kitab (Al-Qur’an). Begitu juga tidak boleh keluar daripenjelasan yang dijelaskan oleh rasul-Nya. Sebab nash atau penjelasan itu datangnya dari Allah juga.

2.2.4 Kedudukan Hadists Dalam Beristidlal
Sebagai dasar hukum bagi kaum muslimin, kedudukan hadists berada di urutan kedua setelah Al-Qur’an, alasannya adalah :
  1. Bahwa Al-Qur’an adalah qoth’iyatus tsubut, sedangkan hadist dhoniyatus tsubut dalam banyak hal. Maka dalil qath’i harus didahulukan atas dalildhonni
  2. Bahwa hadists adalah penjelasan Al-Qur’an, maka sudah seharusnya jika penjelasan ada dibelakang hal yang dijelaskan.
  3. Muadz bin Jabal telah meriwayatkan bahwa rasulullah saw ketika mengutusnya ke Yaman bertanya kepadanya. “apa yang kau perbuat jika dihadapkan pada suatu perkara?” Ia berkata, “aku putuskan dengan hukum yang ada dalam Al-Qur’an.” Nabi bertanya lagi, “jika tidak ada hukumnya dalam Al-Qur’an?” Ia menjawab, “maka akan aku putuskan berdasarkan sunah rasulullah.” Nabi beratanya lagi, “jika tidak ada hukumnya dalam As-sunnah?” Ia menjawab, “aku akan berijtihad dengan pendapatku.” Lalu Muadz berkata: “kemudian Rasulullah saw menepuk dadaku dan berkata, “segala puji bagi Allah yang telah memberikan taufik pada utusan rasulNya, demi keridhaan allah dan RasulNya.

2.2.5 Hubungan Antara Hukum Qur’aany Dan Hukum Sunniyah
Ada tiga macam hubungan antara hukum dalam hadists dan hukaum dalam al-quran.
a.    Hukum-hukum yang serasi atau sesuai dengan hukum yang ada dalam al-quran, dalam hal ini hadists hanya berfungsi sebagai penguat atas hukum yang sudah ada dalam al-quran.
b.    Hukum-hukum yang menjelaskan apa yang ada dalam al-quran, dengan cara:
1.      Memerinci yang mujmal, seperti seperti amaliya Rasulullah tentang tata cara shalat dan sebagainya.
2.      Mentakhsis atau memberi perincian bagi hukum yang umum.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Hukum Islam merupakan hukum ke-Tuhanan. Ini merupakan dalil pokok dan merupakan jalan untuk mengetahui hukum-hukum ini. Maka Al-Quran, yakni firman Allah adalah merupakan jalan pertama untuk mengetahui hukum-hukum-Nya. Alasan bahwa Al-Quran adalah hujjah bagi umat manusia dan bahwa hukum yang dikandungnya adalah undang-undang yang harus ditaati, karena Al-Quran diturunkan langsung dari Allah dan diterima oleh manusia dari Allah dengan cara yang pasti, tidak diragukan lagi kebenarannya.
Kaum muslimin sepakat bahwa Al-Quran merupakan sumber hukum syara’. Mereka pun sepakat bahwa semua ayat Al-Quran dari segi wurud (kedatangan) dan tsubut (penetapannya) adalah qath’i. Hal ini karena semua ayatnya sampai kepada kita dengan jalan mutawatir. Kalaupun ada sebagian sahabat yang mencantumkan beberapa kata pada mushafnya, yang tidak ada pada qiraahnya mutawatir, hal itu hanya merupakan penjelasan dan penafsiran terhadap Al-Quran yang didengar dari Nabi SAW.
Hal ini disebabkan bahwa sumber hukum yang merupakan objek bahasan ushul fiqih yang diyakini dari Allah SWT, berbentuk Al-Quran dan As-Sunnah.setelah itu ijma’ dan qiyas sebagai penguat sumber hukum islam. Sebagaimana telah kita ketahui yang dimaksud ijma menurut syara’ itu antara lain adanya kesepakatan dari semua mujtahid yang hidup dalam satu masa tentang ketetapan hukum syara’. Para ulama yang menetapakan kekuatan qiyas sebagai hujjah dengan mengambil dalil al-Quran.

DAFTAR PUSTAKA

Syukur, Syarmin. 1993. Sumber-sumber Hukum Islam. Surabaya: “AL-IKHLAS”
Abdullah, Sulaiman. 1995. Sumber Hukum Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
I.Doi, Abdur Rahman. 1993. Shari’ah Kodifikasi Hukum Islam. Jakarta: Rineka   Cipta.
Wahhab, Khallaf Abdul. Ilmu Ushul Fiqih, Jakarta: Pustaka Aman, 2003
Syafe’i Rachmat, Ilmu Ushul Fiqih, Bandung:Pustaka Setia ,2007
Syamin, SyukurSumber-Sumber Hukum Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1993


Makalah Al-Quran dan Hadist
Makalah Al-Quran dan Hadist