Makalah Al Makki dan Al Madani

Makalah Al Makki dan Al Madani




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Dan merupakan mukjizat yang paling monumental sepanjang perjalanan sejarah umat manusia. Al-Qur’an merupakan mukjizat yang bersifat  kekal, berbeda halnya dengan mukjizat-mukjizat para nabi terdahulu. Al-Qur’an akan tetap terjaga keaslianya sepanjang masa dan tidak ada seorang pun yang mampu menyamai kehebatan Al-Qur’an dari segi tata bahasanya. Hal ini menjadi bukti bahwa Al-Qur’an benar-benar wahyu dari Allah.
Seperti yang pernah kita ketahui bahwa Al-Qur’an diterima oleh Rasulullah SAW dalam kurun waktu 23 tahun yaitu ada yang diturunkan ketika Rasul berada di makkah dan ada yang diturunkan ketika Rasul berada di madinah. Pada saat Al-Qur’an diturunkan di makkah, yakni pada awal pengangkatan (menjadi Nabi), kaum muslimin masih sedikit, sementara kaum musyrikin begitu banyaknya. Sehingga untuk berdialog dengan orang kafir haris memakai gaya bahasa yang tepat dan diperlukanya suatu metode yang khusus.
Al-Qur’an turun dimakkah sebagai pembela minoritas, yaitu orang-orang islam dan penolong serta mempertahankan mereka ditengah lingkungan musuh-musuh yang musyrik.
Kemudian Rasulullah SAW hijrah bersama masyarakat tersebut dan beliau menemui masyarakat muslim yang lain di Madinah. Al-Qur’an ditirunkan kepada orang-orang islam di Madinah, menjelaskan hukum-hukum agama dan meletakkan kaidah-kaidah serta membangun masyarakat dan meletakkanya pada dasar-dasar kekuatan.
Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW secara berangsur-angsur selama 23 tahun, sebagian besar waktu rasulullah dihabiskan di Makkah. Allah SWT berfirman:
                                                                                                                              
Artinya :”Dan Al-Qur’an itu telah kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacanya perlahan-lahan kepada manusia dan kami menurunkannya bagian demi bagian. {al-isra’ 106}”
Oleh karna itu para ulama’ rahimatullah membagi Al-Qur’an menjadi dua bagian yaitu : Makkyah dan Madaniyah. Keteranganya yang akan kami bahas dimakalah ini.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Al-Makky dan al-Madany?
2.      Bagaimana cara-cara mengetahui Makkiyah dan Madaniyyah?
3.      Apakah cirri-ciri Makkiyah dan Madaniyyah? 
4.      Bagaimana klasifikasi ayatnya beserta contohnya?
5.      Bagaimana urgensi mempelajarinya?

C.     Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.      Apa pengertian Al-Makky dan al-Madany?
2.      Bagaimana cara-cara mengetahui Makkiyah dan Madaniyyah?
3.      Apakah cirri-ciri Makkiyah dan Madaniyyah? 
4.      Bagaimana klasifikasi ayatnya beserta contohnya?
5.      Bagaimana urgensi mempelajarinya?

  

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Makkiyah adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi muhamamd shallAllahu ‘alaihi wa sallam sebelum berhijrah ke Madinah sedangkan Madaniyah adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW setelah berhijrah ke Madinah.[1]
Ada bebrapa definisi tentang al-Makky da al-Madany yang diberikan oleh para ulama’ yang mana masing-masing berbeda satu sama lain. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan kriteria yang ditetapkan untuk menetapkan Maky atau Madany pada sebuah surat atau ayat.
Adapun pendapat yang dikemukankan ulama’ tafsir dalam hal ini :
1.      Berdasarkan tempat turunya suatu ayat (tahdid makany).
الْمَكِيُّ مَا نَزَلَ بِمَكَّة وَلَوْ بَعْدَ الهِجَرَةِ وَالمَدَنِيُّ مَا نَزَلَ بِالمَدِيْنَةِ
 “Makkiyah ialah suatu ayat yang diturunkan di Makkah, sekalipun sesudah hijrah, sedangkan Madaniyah ialah yang diturunkan di madinah.[2]
Berdasarkan rumusan diatas, Makkiyah adalah semua surat atau ayat yang dinuzulkan di wilayah Mekkah dan sekitarnya. Sedangkan Madaniyyah adalah semua surat atau ayat yang dinuzulkan di Madinah. Adapun kelemahan pada rumusan ini karena tidak semua ayat al-Qur’an dimasukkan dalam kelompok Makiyyah atau Madaniyyah. Alasanya ada beberapa ayat al-Qur’an yang dunujulkan jauh di luar Makkah dan Madinah.
2.      Berdassarkan khittab/ seruan/ panggilan dalam ayat tersebut.
الْمَكِيُّ مَا وَقَعَ خِطَابًا لِأَهلِ مَكَةّ وَالمَدَنِيُّ مَا وَقَعَ خِطَابًا لِأهْلِ المَدِيْنَةِ

“makkiy ialah ayat yang khittabnya/panggilannya ditujukan kepada penduduk Mekah, sedangkan Madaniyah ialah yang khittabnya ditunjukan kepada penduduk Madaniyah.[3]
Berdasarkan rumusan di atas, para ulama’ menyatakan bahwa setiap ayat atau surat yang dimulai dengan redaksi يا أيها الناس (wahai sekalian manusia) dikategorikan Makkiyah, karena pada masa itu penduduk Mekkah pada umumnya masih kufur. Sedangkan ayat atau surat yang dimulai dengan يا أيها الذين أمنوا (wahai orang-orang yang beriman) dikategorikan Madaniyyah, kerena penduduk Madinah pada waktu itu telah tumbuh benih-benih iman mereka.
3.      Berdasarkan masa turunya ayat tersebut (tartib zamany)
وَاِنْ كَانَ نُزُوْلُهُ بِغَيْرِ مَكَّةِ,eاَلْمَكِيُّ مَانُزِلَ قَبْلَ هِجْرَةِ الرَّسُوْلِ
وَالْمَدَنِيُّ مَانُزِلَ بَعْدَ هَذِهِ الْهِجْرَةِ وَاِنْ كَانَ نُزُوْلُهُ بِمَكَّةَ
“ Makkiyyah ialah ayat diturunkan sebelum Nabi hijrah ke Madinah sekallipun turunnya di luar Mekkah, sedang Madamiyah ialah yang diturunkan sesudah Nabi hijrah, sekaipun turunya di Mekkah.”[4]
Dibanding dua rumusan sebelumnya, tampaknya rumusan al-Makky dan al-Madany ini lebih popular karena dianggap tuntas dan memenuhi unsure penyusunan ta’rif (definisi).
4.      Dari segi orang-orang yang dihadapinya (ta’yin syakhiyi).[5]

B.     Cara-cara mengetahui Makkiyah dan Madaniyyah
Dalam menetapkan ayat-ayat Al-Qur’an yang termasuk kategori Makkiyah dan Madaniyyah para sarjana muslim berpegang teguh pada dua pendekatan sebagai berikut:
1.      Pendekatan transmisi (periwayatan)
Dengan menggunakan pendekatan ini para sarjana muslim merujuk pada riwayat-riwayat valid yang berasal dari para sahabat, yaitu orang-orang yang besar kemungkinan menyaksikan turunya wahyu, atau para generasi tabi’in yang saling berjumpa dan mendengar  langsung dari para sahabat tentang aspek-aspek yang berkaitan dengan proses kewahyuan Al-Qur’an, termasuk didalamnya adalah informasi kronologis Al-Qur’an.
Dalam kitab al-intishar, Abu Bakar bin Al-Bailani lebih lanjut menjelaskan:
pengetahuan tentang makkiyah dan madaniyyah hanya dapat dilacak pada otoritas sahabat dan tabi’in saja” informasi itu tidak ada yang datang dari Rasulullah, karena karena memang ilmunya tentang itu bukan merupakan kewajiban umat.
 Seperti halnya Hadis-hadis Nabi yang telah terekam dalam kodifikasi kitab hadis, maka para sarjana telah merekam informasi itu dari para sahabat dan tabi’in tentang Makkiyah dan Madniyyah dalam kitab-kitab tafsir bi al-matsur,tulisan-tulisan tentang asbab an-nuzul, pembahasan-pembahasan ilmu-ilmu Al-Qur’an, dan jenis-jenis lainya.
Otoritas para sahabat dan para tabi’in dalam mengetahui informasi kronologi Al-Qur’an dapat dilihat dari pernyataan mereka. Dalam salah satu riwayat Al-Bukhari, ibn Mas’ud, berkata,
 Demi dzat yang tidak ada tuhan selain-Nya tidak ada satu ayat pun dari kitab Allah yang turun, kecuali aku tahu untuk siapa dan dimana diturunkanya. Seandainya kutahu tempat orang yang lebih paham dariku tentang kitab Allah, pasti aku akan menjumpainya.”[6]
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Ibn Abbas berkata, ketika ditanya oleh Ubay bin Ka’ab mengenai ayat yang diturunkan di Madinnah, ia menjawab “Terdapat 20 surat yang diturunkan di Madinah, sedangkan jumlah surat sisanya diturunkan di Makkah.”[7]
As-Suyuti menyediakan bebrapa lembar dalam kitab Al-Itqan-nya untuk merekam riwayat-riwayat dari sahabat dan tabi’in mengenai perangkat periwayatan dalam mengetahui kronologi Al-Qur’an. [8]
2.      Pendekatan analogi (qiyas)
Sarjana muslim penganut pendekatan qiyas bertolak dari ciri-ciri spesifik dari dua klasifikasi itu. Dengan demikian, bila dalam Makkiyah terdapat sebuah ayat yang memiliki ciri-ciri khusus Madaniyyah ayat itu termasuk kategori ayat Madaniyyah. Tentu saja para ulama’ telah menetapkan tema-tema sentral yang nantinya ditetapkan pula sebagai ciri-ciri khusus bagi dua klasifikasi itu.
Umpamanya mereka menetapkan tema tentang kisah para Nabi dan umat-umat terdahulu sebagai ciri khusus Makkiyyah, dan tema menetapkan fara’idh dan ketentuan Hadd sebagai ciri khusus Madaniyyah.

C.    Ciri-ciri Spesifik Makkiyah dan Madaniyyah
Seperti telah diuraikan diatas, para sarjana muslim telah berusaha merumuskan ciri-ciri spesifik Makkiyah dan Madaniyyah dalam menguraikan kronologi Al-Qur’an. Mereka mengajukan dua titik tekan dalam usahanya itu, yaitu titik tekan analogi dan titik tekan tematis. Titik-titik tersebut yang pertama mereka memformasikan sebagai cirri-ciri khusus Makkiyah dan Madaniyyah sebagai berikut.

1.      Makkiyah
a.       Didalamnya terdapat ayat sajdah,
b.      Ayat-ayatnya dimulai dengan kata kall,.
c.       Dimulai dengan ungkapan yaa ayyuha an-naas dan tidak ada ayat yang dimulai dengan ungkapan yaa ayyuhaal-ladziina, kecuali dalam surat Al-Hajj [22]. Karena dipenghujung surat ini terdapat sebuah ayat yang dimulai dengan ungkapan yaa ayyuha al-ladziina,
d.      Ayat-ayatnya mengandung tema Nabi dan umat-umat terdahulu,
e.       Ayat-ayatnya berbicara tentang kisah Nabi Adam dan Iblis, kecuali surat Al-Baqorah [2], dan
f.       Ayat-ayatnya dimulai dengan huruf-huruf terpotong-potong (huruf at-tahajji) seperti alif lam mim dan seterusnya, kecuali surat Al-Baqarah [2] dan Ali ‘Imran [3].

2.      Madaniyyah
a.       Mengandung ketentuan fara’idh dan had,
b.      Mengandung sindiran-sindiran terhadap kaum munafik, kecuali surat Al-Ankabul, dan
c.       Mengandung uraian tentang perdebatan dengan Ahli Kitab.

Sedangkan berdasarkan titik tekan tematis, para ulama’ merumuskan cirri-ciri spesifik Makkiyah dan Madaniyyah sebagai berikut.
D.    Klasifikasi Ayat dan surat Al-Qur’an beserta Contohnya
Pada umumnya, para ulama’ membagi surat-surat al-Qur’an menjadi dua kelompok, yaitu Makkiyah dan Madiniyyah. Mereka berbeda pendapat dalam menetapkan jumlah masing-masing kelompoknya. Sebagian ulama’ mengatakan bahwa jumlah surat Makiyyah ada 94 surat, sedangkan Madaniyyah ada 20 surat. Sebagian ulama’ lain mengatakan bahwa jumlah surat Makiyyah ada 84 surat, sedangkan yang Madaniyyah ada 30 surat.
Perbedaan-perbedaan pendapat para ulama’ itu dikarenakan adanya sebagian surat yang seluruhnya ayat-ayat Makkiyah atau Madaniyyah dan juga ada sebagian surat lain yang tergolong Makkiyah dan Madaniyyah, tetapi didalamnya berisi sedikit ayat yang lain statusnya. Surat-surat al-Qur’an itu terbagi menjadi empat macam:
1)   Surat-surat Makkiyah murni
Yaitu surat-surat Makiyayah yang seluruh ayat-ayatnya juga bersetatus Makiyyah semua, tidak ada satupun yang Madaniyyah.
2)   Surat-surat Madaniyyah murni
Yaitu surat-surat Madaniyyah yang seluruh ayat-ayatnya juga bersetatus Madaniyyah semua, tidak ada satupun yang Makiyyah.
3)   Surat-surat Makiyyah yang berisi ayat Madaniyyah
Yaitu surat-surat yang sebetulnya kebanyakan ayat-ayatnya adalah Makiyyah, sehingga bersetatus Makiyyah, tetapi didalamnya juga ada sedikit ayatnya yang berstatus Madaniyyah.
4)   Surat-surat Madaniyyah yang berisi ayat Makiyyah
Yaitu surat-surat yang sebetulnya kebanyakan ayat-ayatnya adalah Madaniyyah, sehingga bersetatus Madaniyyah, tetapi ada juga didalamnya sedikit ayatnya yang bersetatus Makiyyah.

E.     Urgensi
An-Naisaburi dalam kitabnya At-Tanbih ‘Ala Fadhl ‘Ulum Al-Qur’an, memandang subyek Makkiyyah dan Madaniyyah sebagai ilmu Al-Qur’an yang paling utama. Sementara itu Manna’ Al-Qaththan mencoba lebih jauh lagi mendeskripsikan urgensi mengetahui Makky dan Madaniyyah sebagai berikut.[9]
1.      Membantu dalam menafsirkan Al-Qur’an
Pengetahuan tentang para musafir dalam peristiwa diseputar turunya Al-Qur’an tentu sangat membantu memahami dan menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, walaupun ada teori yang mengatakan bahwa keumuman redaksi ayat yang harus menjadi patokan dan bukan kekhususan sebab. Dengan mengetahui kronologis Al-Qur’an pula, seorang mufasir dapat memecahkan makna yang kontradiktif dalam dua ayat yang berbeda, yaitu dengan memecahkan konseb nasikh-mansukhyang hanya dapat diketahui melalui kronologi Al-Qur’an.
2.      Pedoman bagi langkah-langkah dakwah
Setiap kondisi pasti memerlukan ungkapan yang relevan. Ungkapan dan intonasi berbeda yang digunakan ayat-ayat Makkiyah dan ayat-ayat Madaniyyah memberikan informasi metodologi bagi cara-cara menyampaikan dakwah agar dengan orang-orang yang diserunya. Karena itu, dakwah islam berhasil mengetuk hati dan menyembuhkan segala penyakit rohani orang-orang yang diserunya. Disamping itu, setiap langkah dakwah memiliki objek kajian dan metode tertentu, seiring dengan perbedaan kondisi sosio-kultural manusia. Periodesasi Makkiyah dan Madaniyyah telah memberikaan contoh untuk itu.


3.      Member informasi tentang sirah kenabian
Penahapan turunya wahyu adalah seiring dengan perjalanan dakwah nabi. Baik di Mekkah dan di Madinah, mulai diturunkanya wahyu pertama sampai ditirunkanya wahyu terakhir. Al-Qur’an adalah rujukan otentik bagi perjalanan dakwah Nabi itu. Informasinya tidak bisa dieagukan lagi.




BAB II
PENUTUP
A.    Kesimpulan

1.      Makkiyah adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi muhamamd shallAllahu ‘alaihi wa sallam sebelum berhijrah ke Madinah
2.      Madaniyah adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW setelah berhijrah ke Madinah
3.      Definisi Al-Makkiy dan Al-Madaniy oleh para ahli tafsir berdasarkan tempat turunya suatu ayat, berdasarkan khittab/ seruan/ panggilan dalam ayat tersebut, berdasarkan masa turunya ayat tersebut, dan berdasarkan dari segi orang-orang yang dihadapinya (ta’yin syakhiyi).
4.      Sebagian ulama’ mengatakan bahwa jumlah surat Makiyyah ada 94 surat, sedangkan Madaniyyah ada 20 surat. Sebagian ulama’ lain mengatakan bahwa jumlah surat Makiyyah ada 84 surat, sedangkan yang Madaniyyah ada 30 surat.

B.     Saran
Dari beberapa penjelasan di atas tentang penulisan Makkiyah dan Madaniyah pasti tidak terlepas dari kesalahan penulisan dan rangkaian kalimat dan penyusunan Makalah ini menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan seperti yang diharapkan oleh para pembaca dalam khususnya pembimbing mata kuliah ilmu ulumul qur’an, oleh karena itu penulis makalah ini mengharap kepada para pembaca mahasiswa dan dosen pembimbing mata kuliah ini terdapat kritik dan saran yang sifatnya membangun dalam terselesainya makalah yang selanjutnya


DAFTAR PUSTAKA

Ahyani,MA , Ilmu tafsir.. Martapura (83-84)
Dra.H.St.Amanah, Pengantar ilmu Al-Quran dan Tafsir..Semarang (236-239)
Kadar M. Yusuf. 2009.StudiAl-Qur’an.Jakarta:Amzah
Manna’ Khalil Al-Qattan. 2009.Ulumul Qur’an.terjemah Mudzakir A.S.: Studi Ilmu-Ilmu Qur’an.Bogor.:Pustaka Litera Antarnusa.
Lembaga penyelenggara penterjemah kitab suci Al-Qur’an. 1970.Al-Qur’an dan Terjemahya.Jakarta:Yamunu.
Subhi al-Shalih, mabahis fi ulum al-qur’an (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985),






[1] Subhi al-Shalih, mabahis fi ulum al-qur’an (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985),
[2] Subhi al-Shalih, mabahis fi ulum al-qur’an (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985)
[3] Subhi al-Shalih, mabahis fi ulum al-qur’an (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985)
[4] Subhi al-Shalih, mabahis fi ulum al-qur’an (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985)         
[5] Teuku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, ilmu-ilmu Al-Qur’an (ilmu-ilmu pokok dalam Menafsirkan Al-Qur’an), (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2002) , hlm. 62
[6] Teuku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, ilmu-ilmu Al-Qur’an (ilmu-ilmu pokok dalam Menafsirkan Al-Qur’an), (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2002) , hlm. 62,
[7] Teuku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, ilmu-ilmu Al-Qur’an (ilmu-ilmu pokok dalam Menafsirkan Al-Qur’an), (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2002) , hlm. 62
[8] Teuku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, ilmu-ilmu Al-Qur’an (ilmu-ilmu pokok dalam Menafsirkan Al-Qur’an), (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2002) , hlm. 62
[9] Rosibon Anwar, Ulumul Qur’an (bandung: pt Pustaka Setia, 2000), Hal: 121