Middle East Respiratory Syndrome-Corona Virus | Penelitian

INFORMASI PENGETAHUANMiddle East Respiratory Syndrome-Corona Virus atau biasa disingkat MERS-CoV adalah penyakit sindrom pernapasan yang disebabkan oleh Virus-Corona yang menyerang saluran pernapasan mulai dari yang ringan sampai yang berat. Gejalanya adalah demam, batuk dan sesak nafas, bersifat akut, dan biasanya pasien memiliki penyakit ko-morbid (penyakit penyerta). Virus MERS-CoV baru dikenali pertama kali pada tahun 2012 di Negara Arab Saudi. Virus tersebut yang menyebabkan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrom) pada tahun 2002 hingga 2003, virus tersebut sangat berbahaya dan sudah mewabah hingga 8273 kasus dan 775 meninggal dunia (Elshinta, 2015).

Middle East Respiratory Syndrome-Corona Virus atau biasa disingkat MERS-CoV adalah penyakit sindrom pernapasan yang disebabkan oleh Virus-Corona yang menyerang saluran pernapasan mulai dari yang ringan sampai yang berat. Gejalanya adalah demam, batuk dan sesak nafas, bersifat akut, dan biasanya pasien memiliki penyakit ko-morbid (penyakit penyerta). Virus MERS-CoV baru dikenali pertama kali pada tahun 2012 di Negara Arab Saudi. Virus tersebut yang menyebabkan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrom) pada tahun 2002 hingga 2003, virus tersebut sangat berbahaya dan sudah mewabah hingga 8273 kasus dan 775 meninggal dunia (Elshinta, 2015).

Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus Corona, salah satu virus yang masih berkerabat dengan virus penyebab SARS (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Virus MERS-CoV merupakan suatu strain baru virus Corona yang belum pernah ditemukan menginfeksi manusia sebelumnya. Belum diketahui dengan jelas asal mula virus ini menyebar, namun beberapa peneliti menduga bahwa penyebaran virus ini berasal dari salah satu jenis kelelawar yang banyak ditemukan di kawasan Timur Tengah. Berbeda dengan penyakit menular SARS yang sudah lama hilang kabarnya, penyakit menular MERS-CoV muncul kembali karena belum ada suatu cara kontrol yang tepat terhadap penyakit ini. Bahkan sampai saat ini juga belum tersedia vaksin untuk penyakit menular tersebut (Benny Yong dan Livia Owen, 2015).

Selain itu, sekelompok peneliti dari Universitas Bonn, Jerman, dan Universitas Erasmus, Belanda, setelah meneliti ratusan hewan di Timur Tengah, termasuk sapi, kuda, kambing, domba, dan unta, menduga bahwa penyebaran virus MERS-CoV berasal dari unta. Dari penelitian yang dipaparkan dalam jurnal ilmiah Emerging Infectious Diseases, terungkap bahwa 90% unta terinfeksi pada usia dua tahun dan penularan virus MERS-CoV lebih sering ditemukan pada anak unta dibandingkan unta dewasa (Jonathan Ball, 2015).

Dari data WHO mengatakan bahwa, sejak September 2012 sampai dengan Maret 2016, telah ditemukan 1.698 kasus konfirmasi MERS-CoV dengan 609 orang mengalami kematian. Selain itu, WHO juga mengatakan bahwa sekitar 36% pasien yang dilaporkan terkena virus MERS-CoV meninggal dunia dan lebih dari 85% kasus penyakit menular MERS-CoV ini berasal dari Arab Saudi.

Banyak warga negara Indonesia yang berada di Arab Saudi terutama sebagai jama’ah umrah/haji, sehingga memungkinkan terjadinya penyebaran penyakit ini di Indonesia, karena jumlah jama’ah umrah/haji dari Indonesia cenderung meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data dari Kementerian Agama Republik Indonesia, rata-rata jumlah jama’ah umrah dari Indonesia adalah 195 orang per hari dan rata-rata jumlah haji dari Indonesia adalah 154.000 orang per tahun, dan dari data haji internasional, rata-rata jumlah jama’ah haji/umrah dari Arab Saudi adalah 700.000 orang per tahun (Benny Yong dan Livia Owen, 2015).

Selain itu, virus MERS-CoV menyebabkan penyakit yang lebih parah pada orang tua, orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, dan orang-orang dengan penyakit kronis seperti kanker, penyakit paru-paru kronis dan diabetes. Salah satu strategi yang diambil adalah meningkatkan kekebalan tubuh manusia yakni dengan pemberian vaksin. Adapun permasalahan yang terjadi adalah terdapat populasi rentan dan terinfeksi dalam suatu wilayah, sehingga untuk meningkatkan kekebalan tubuh perlu tindakan vaksinasi. Oleh karena itu, muncul populasi vaksinasi (populasi rentan yang telah diberi vaksin).

Salah satu pendekatan untuk menjelaskan solusi dari permasalahan yang terjadi dalam dunia nyata adalah memodelkan atau merumuskan permasalahan nyata ke dalam bahasa matematika, maka untuk dapat mengetahui penyebaran penyakit MERS-CoV, perlu dibuat suatu pemodelan matematika sehingga diharapkan dapat digunakan untuk membantu mencari solusi terkait dengan penyebaran penyakit tersebut.

Penyebaran penyakit menular diantara wilayah yang berbeda adalah fenomena yang melibatkan banyak kompartemen (kelas) yang berbeda. Untuk mengontrol penyebaran penyakit menular, kita harus memahami bagaimana pengaruh pertumbuhan dan penyebaran penyakit menular tersebut. Banyak faktor yang mempengaruhi dinamika populasi akibat penyakit menular, misalkan perpindahan populasi, gaya hidup, dan meningkatnya perjalanan internasional. Untuk penyakit menular seperti SARS dan MERS-CoV, faktor perpindahan populasi menjadi faktor penting yang mempengaruhi penyebaran penyakit diantara wilayah yang berbeda (Benny Yong dan Livia Owen, 2015).