Dampak Korupsi Terhadap Sosial dan Kemiskinan
Ada beberapa dampak buruk yang pasti akan diterima oleh masyarakat miskin akibat adanya korupsi, diantaranya:
Pertama: Membuat mereka (Masyakat miskin) cenderung menerima pelayanan sosial yang lebih sedikit. Instansi-instansi akan lebih mudah ketika melayani para pejabat dan konglemerat atau orang kaya dengan harapan akan memiliki gengsi sendiri dan imbalam materi tentunya, peristiwa seperti sampai saat ini masih sering kita temui ditengah–tengah masyarakat.
Kedua: Investasi dalam prasarana cenderung mengabaikan proyek–proyek yang menolong kaum miskin, yang sering terjadi biasanya para penguasa akan membangun prasarana yg besar namun minim manfaatnya untuk masyarakat, apalagi ada biasanya momen menjelang kampanye dengan niat mendapatkan simpatik dan dukungan dari masyarakat terutama masayarakat miskin.
Ketiga: orang yang miskin dapat terkena pajak yang regresif, hal ini dikarenakan mereka tidak memiliki wawasan dan pengetahuan tentang soal pajak sehingga gampang dikelabuhi oleh oknum.
Keempat: Kaum miskin akan menghadapi kesulitan dalam menjual hasil pertanian karena terhambat dengan tingginya biaya baik yang legal maupun yang tidak legal, sudah menjadi rahasia umum ketika seseorang harus berurusan dengan instansi pemerintah maka dia menyediakan uang untuk membelinya, hal ini dilakukan agar proses dokumentasi tidak menjadi berbelit–belit bahkan ada sebuah pepatah “kalau bias dipersulit kenapa dipermudah”.
Korupsi, tentu saja berdampak sangat luas, terutama bagi kehidupan masyarakat miskin di desa dan kota. Awal mulanya, korupsi menyebabkan Anggaran Pembangunan dan Belanja Nasional kurang jumlahnya. Untuk mencukupkan anggaran pembangunan, pemerintah pusat menaikkan pendapatan negara, salah satunya contoh dengan menaikkan harga BBM. Pemerintah sama sekali tidak mempertimbangkan akibat dari adanya kenaikan BBM tersebut harga-harga kebutuhan pokok seperti beras semakin tinggi biaya pendidikan semakin mahal, dan pengangguran bertambah.
Tanpa disadari, masyarakat miskin telah menyetor dua kali kepada para koruptor. Pertama, masyarakat miskin membayar kewajibannya kepada negara lewat pajak dan retribusi, misalnya pajak tanah dan retribusi puskesmas. Namun oleh negara hak mereka tidak diperhatikan, karena “duitnya rakyat miskin” tersebut telah dikuras untuk kepentingan pejabat. Kedua, upaya menaikkan pendapatan negara melalui kenaikan BBM, masyarakat miskin kembali “menyetor” negara untuk kepentingan para koruptor, meskipun dengan dalih untuk subsidi rakyat miskin.
Padahal seharusnya negara meminta kepada koruptor untuk mengembalikan uang rakyat yang mereka korupsi, bukan sebaliknya, malah menambah beban rakyat miskin