Makalah Lengkap Arti Fungsi hikmah peradilan Islam
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah keadilan seringkali digunakan oleh umat islam secara bergantian dengan istilah kebenaran. Meskipun pada kenyataannya ada perbedaan besar antara dua istilah tersebut. Keadilan adalah kualitas yang tidak memihak, terutama dalam hal menilai dan kebenaran adalah kualitas bersikap jujur dalam memberikan fakta-fakta. Akan tetapi definisi ini tidak berlaku untuk konsep islam kehakiman. Seperti yang sering terjadi, keadilan tunduk pada banyak pertimbangan, apakah mereka adalah agama, social atau pribadi. Istilah kebenaran dalam masyarakat islam dan dalam pengadi;an memiliki berbagai makna yang berhubungan. Ini ‘benar’, berarti ‘tugas’, ‘kebenaran’, ‘realitas’ dan ‘kewajiban’. Dalam satu konteks bisa berarti ‘Anda benar’ dalam lain ‘kau salah’ (Lawrence Rosen, Keadilan dalam Islam : 6). Apa yang ‘benar’ atau ‘nyata’ adalah web hutang yang menghubungkan makhluk hidup satu sama lain dalam rantau kewajiban (ibid : 6). Selain itu, untuk berbicara kebenaran singkatnya, untuk menyampaikan bahwa rasa kewajiban bersama yang mengikat laki-laki untuk laki-laki dan laki-laki kepada Allah (ibid : 6)
Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, perjuangannya diteruskan oleh para Khulafa’al-rasyidin, yaitu Abu Bakar Al-Shiddiq RA, Umar bin Khattab RA, Utsman bin Affan RA dan Ali bn Abi Thalib RA. Khulafa’al-rasyidin adalah Khalifah-khalifah (pengganti-pengganti) Rasulullah SAW yang berarti mendapat bimbingan yang benar, karena mereka melaksanakan tugas sebagai pengganti Rasulullah SAW menjadi Kepala Negara Madinah dan sebagai pembantu rakyat dan wakil pelaksana mereka dalam mengelola Negara. Khulafa’al-rasyidin banyak melakukan kebijakan untuk membangkitkan perjuangan islam. Salah satunya adalah Peradilan. Peradilan sangat penting bagi pembangunan umat islam, karena Nabi yang mendapatkan wahyu dari Allah SWT sudah tidak ada lagi. Karena itu, konsep peradilan Khulafa’al-rasyidin sangat penting dalam sejarah pembentukan peradilan islam.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk mengetahui Arti, Fungsi dan hikmah Pereadilan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
Salah satu bidang ilmu agama Islam yang dikembangkan dalam lingkungan perguruan tinggi ialah hukum Islam dan pranata sosial. Ia terdiri atas berbagai bidang studi, di antaranya peradilan Islam (al-Qadha’ fi al-Islam) yang mendapat perhatian cukup besar di kalangan fuqaha dan para pakar di bidang lain. Demikian halnya peradilan Islam di Indonesia, yang secara resmi dikenal sebagai peradilan agama, mendapat perhatian dari kalangan pakar hukum Islam, hukum tata negara, sejarah, politik, antropologi dan sosiologi. Ia menjadi sasaran pengkajian, yang kemudian ditulis dalam bentuk laporan penelitian, monografi, skripsi, tesis, disertasi dan buku daras. Hasil pengkajian itu, sebagian diterbitkan dan disebarluaskan.
Di samping itu, peradilan Islam menjadi bahan pengkajian dalam berbagia pertemuan ilmiah, baik yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi maupun di kalangan pembina badan peradilan dan organisasi profesi di bidang itu. Publikasi hasil pengkajian itu dapat ditemukan dalam berbagai kumpulan karangan dan dalam jurnal. Ia akan tetap menarik sebagi sasaran pengkajian, khususnya di Indonesia, karena memiliki keunikan tersendiri sebagi satu-satunya institusi keislaman yang menjadi bagian dari penyelenggaraan kekuasaan negara. Dengan sendirinya, muncul tuntutan pemetaan wilayah pengkajian dan metode yang tepat untuk digunakan. Bahkan, membutuhkan perumusan model pengkajian yang jelas, agar pengkajian peradilan Islam dapat dilakukan secara berkesinambungan dan produknya mendekati gambaran yang sebenarnya.
A. Arti, Fungsi dan Hikmah Peradilan
- Pengertian Peradilan
Peradilan berarti “tempat atau lembaga yang menempatkan sesuatu pada tempatnya”. Dalam hal ini peradilan dikhususkan bergerak dalam masalah perkara-perkara hokum karenanya, peradilan berarti lembaga yang menempatkan perkara-perkara hukum sesuai dengan tempatnya. Yang benar diputuskan benar dan yang salah diputuskan salah.
Untuk kata peradilan di dalam bahasa Arab digunakan kata “qada”, jamaknya “aq diya” yang berarti, “memutuskan perkara / perselisihan antara dua orang atau lebih berdasarkan hukum Allah”. Para ahli Fiqh memberikan definisi ‘qada’ suatu keputusan produk pemerintah atau “menetapkan hukum syar’I dengan jalan penetapan.
- Fungsi Peradilan
Lembaga peradilan bertugas menyelesaikan persengkataan dan memutuskan hukum. Dengan peradilan Allah memelihara keseimbangan dan kedamaian dalam masyarakat luas. Peradilan memberikan keputusan di dalam perkara yang nyata (konkrit) yang diembankan kepadanya untuk diadili, sesuai dengan kaidah-kaidah hukum yang ditetapkan undang-undang. Landasan dari fungsi peradilan adalah terpeliharanya kepastian hukum. Ibnu Khaldun menyatakan, bahwa tempat menegakkan hukum adalah menetapkan penyelesaian suatu perkara sehingga bersatu lagi pihak-pihak yang bermusuhan, terpenuhi sebagaian hak yang umum dari kaum muslimin dengan pertimbangan membantu yang lemah, yang kena jinayat, anak-anak yatim, orang yang bangkrut dan mereka yang hidupnya kesusahan.
- Hikmah Peradilan
a. Terciptanya keadilan dalam masyarakat, karena masyarakat memperoleh hak-haknya.
Rasulullah SAW bersabda :
Artinya :
“Dari Jabir ia berkata, saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, Bagaimana umat itu dapat dinilai bersih sedangkan hukum (saja) tidak diberlakukan bagi orang-orang yang kuat dan hanya diberlakukan bagi orang-orang yang lemah diantara mereka?”
( HR. Ibnu Hibban )
b. Tercapainya keadilan dan perdamaian dalam masyarakat, karena masyarakat memperoleh kepastian hukumnya dan diantara mereka saling menghargai hak-hak orang lain.
c. Terciptanya kesejahteraan masyarakat.
d. Terwujudnya aparatur pemerintahan yang jujur, bersih dan berwibawa.
e. Dapat terwujud suasana yang mendorong untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT.
Allah SWT berfirman :
Artinya :
“Berlaku adillah karena (adil) itu lebih dekat kepada taqwa”
(Q.S. Al-Maidah / 5 : 8 )
B. Syari’at dan Hukum Acara islam
Orang yang meresapi syari’at islam, menelaah akan kesempurnaannya dan bersedia menggali nilai-nilai positifnya untuk kemaslahatan umat manusia serta menyadari bahwa yang menjadi cita-cita hukum dari syari’at islam adalah puncak keadilan yang dicita-citakan oleh seluruh umat manusia, suatu keadilan yang tidak ada lagi yang melebihi muatan kemaslahatannya, niscata jelas baginya bahwa hukum acara yang diterapkan dalam sejarah peradilan islam merupakan komponen syari’at islam sebagai suatu sub dari sub-sub sistemnya. Oleh karena itu, orang yang memahami filosofinya dan mampu menerapkannya secara proporsional, tentu tidak akan memerlukan lagi hukum acara lain.
Politik ada dua macam, yaitu :
- Politik kotot atau siasat yang zhalim dan ini dilarang oleh syari’at.
- Politik berkeadilan atau siasat yang adil yang berfungsi mengeluarkan kebenaran dari orang-orang yang zalim dan lacur dan ini termasuk bagian dari syari’at.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pengadilan merupakan badan Peradilan dan bersifat konkrit. Bila diperkenankan, antara Pengadilan dan Peradilan dapat dianalogikan dengan gelas serta airnya. Pengadilan berkedudukan sebagai gelas yang merupakan wadahnya, sedangkan Peradilan berkedudukan sebagai airnya yang merupakan isi dari gelas tersebut. Jadi, kita dapat merasakan fungsi gelas tersebut bila telah diisi air, yaitu untuk minum. Begitu pun Pengadilan dan Peradilan, yang dapat kita rasakan fungsinya bila telah mengetahui kedudukan masing-masing. Dengan demikian, semoga tulisan ini mampu membantu pembaca dalam membedakan Pengadilan serta Peradilan dan, diharapkan tidak lagi keliru dalam menggunakan kata Pengadilan serta Peradilan.
DAFTAR PUSTAKA
http://zulkiflibinsyukri.blogspot.com/2009/08/sejarah-peradilan-islarn-padamasa.html
http://google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.gnfcw.com/images/the_concept_of_justice_in islam.